Pagi menjelang, rasa bahagia Michelson semakin terlihat dari cara dia memperlakukan Rose.
"Mommy, ingat ya? nggak boleh terlalu cape loh, ini di dalam perut ada Dede bayi."
Michelson tak henti-hentinya menciumi perut Rose yang masih rata. Dia bahkan rutin membuatkan susu ibu hamil baik pagi, siang, maupun malam menjelang tidur.
Jika siang, dia sengaja datang ke garmen untuk memberikan susu pada, Rose. Tapi siang ini, Rose sedang tidak ada di garmen. Dia sedang ada di salah satu butiknya.
"Sayang, ternyata kamu ada di sini? aku telpon nggak aktif, aku cari di garmen dan di butik satunya kamu tak ada."
"Maaf, Daddy. Kebetulan ponsel batere habis belum sempet isi."
Pada saat Michelson melihat ke sekeliling, dia terhenyak kaget saat melihat ada, Sherly.
Michelson menarik pelen tangan Rose sedikit menjauh dari keramaian.
"Mommy sayang, sejak kapan kamu mempekerjakan Sherly?"
"Jadi, Daddy kenal dengan Sherly? sudah lumayan lama kok, dad. Ya ada tujuh bulanan."
"What's, tujuh bulan? kenapa kamu nggak cerita ada Sherly di salah satu butikmu?"
"Memangnya kenapa sih, Daddy? lagi pula, Sherly anak yang baik. Kok sepertinya kamu tak suka padanya?" Rose memicingkan matanya.
"Baik menurutmu, Sherly dan papahnya itu tidak baik. Aku minta kamu pecat Sherly sekarang juga!"
Baru kali ini, Rose melihat nada marah suaminya. Sejak satu tahun menikah dia sama sekali belum pernah melihat suaminya marah.
"Daddy, katakan dulu yang jelas apa alasannya sehingga Daddy begitu benci padanya?"
Michelson menceritakan semuanya pada, Rose. Jika dulu papahnya Sherly memakai Sherly untuk mendapatkan kepercayaan dirinya. Intinya papahnya Sherly mengumpankan Sherly supaya dirinya bersedia menjalin kerjasama dengannya. Tapi kebetulan dirinya sama sekali tak tertarik pada, Sherly.
"Oh, jadi seperti itu alasannya? lantas bagaimana caraku memecatnya, sementara dia saat ini tidak berbuat suatu kecurangan atau kesalahan apa pun, Daddy?"
"Hem, sekarang iya belum membuat kesalahan tapi suatu saat nanti pasti dia akan berulah."
Michelson mendadak sewot, dia pergi berlalu meninggalkan Rose yang masih terpaku sendiri. Dia lupa jika kedatangannya ingin memberikan susu ibu hamil padanya.
Sementara percakapan antara Rose dan suaminya sempat di lihat oleh, Sherly. Dia pun berpura-pura pasang wajah mengiba di hadapan, Rose.
"Nona Rose, jika suami anda tak suka pada saya. Saya bersedia kok mengundurkan diri. Dari pada nanti kalian malah terus saja bertengkar hanya karena adanya saja."
"Nona Rose, ini semua memang salah papah saya dulu. Saya juga tak pernah setuju di jadikan alat untuk menarik perhatian, Tuan Michelson. Supaya dia bersedia menjalin kerjasama dengan papah saya."
"Saya minta maaf, Nona Rose. Saat ini juga saya akan kemasi barang-barang saya dan mengundurkan diri dari butik anda ini."
Sherly pasang wajah sedih, dia berbalik arah hendak ke ruang kerja nya mengemasi semua barang-barangnya, tetapi Rose mencekal lengannya.
"Sherly, tolong jangan tersinggung dengan suamiku. Kamu tidak salah, jadi tak perlu merasa bersalah pada saya. Saya tak mengharapkan kamu risgn begitu saja. Saya masih butuh kamu, apa lagi saat ini saya sedang hamil."
"Tapi bagaimana dengan, Tuan Michelson? jika dia mengetahui saya masih ada di butik, Nona?"
"Biarkan untuk urusannya saya yang akan hadapi. Kini kamu fokus saja dengan urusan butik, jangan terpecah belah hanya karena hal ini. Atas nama suamiku, aku minta maaf ya?"
"Nona, anda tak perlu minta maaf. Seharusnya saya yang minta maaf."
"Sudahlah, tak perlu di bahas lagi. Fokus saja kamu dalam bekerja ya, karena bulan ini kita banyak sekali mendapatkan pesanan atau orderan dari luar negeri."
"Baiklah, Nona. Sekali lagi terima kasih atas kepercayaan anda terhadap saya."
Rose hanya tersenyum, lantas dia berlaku pergi untuk sekedar membuat susu ibu hamil.
"Bagus, Sherly. Seharusnya kamu berakting seperti ini dari beberapa bulan yang lalu. Kamu harus segera merencanakan langkah selanjutnya untuk bisa menjatuhkan, Rose! mumpung dia saat ini sedang percaya penuh padamu."
Batin Sherly berkata sendiri seraya tersenyum sendiri.
Rose sama sekali tidak mengindahkan peringatan dari Michelson. Dia hanya percaya dengan nalurinya sendiri bahwa, Sherly tidak berbahaya.
Padahal saat ini Sherly sedang merencanakan sesuatu yang mengancam dirinya dan calon anak Rose.
Sore menjelang, Rose kini pulang lebih awal dari garmen dan butiknya. Karena dia sadar dengan kondisi dirinya yang tak boleh terlalu cape di kehamilannya yang masih seumur jagung.
"Daddy, kamu sudah pulang? kenapa nggak mampir ke butik?"
"Malas aku mampir ke butik hanya untuk bertemu dengan, Sherly. Pasti kamu masih mempertahankan dia kan?"
"Daddy sayang, kata para tetua. Kira tak boleh benci dengan orang terlalu dalam. Nanti anak yang sedang aku kandung ini mirip dengan orang yang kamu benci loh, Daddy."
"Ih, amit-amit jabang bayi tujuh turunan! jangan sampai anakku kaya Sherly!"
"Makanya Daddy janganlsh seperti itu, nggak baik sayang."
"Mommy, aku hanya tak ingin terjadi hal buruk pada dirimu. Itu saja, sayang. Karena aku sudah tahu siapa itu Sherly dan papahnya."
"Sayang, aku ini bukan anak kecil lagi yang perlu kamu nasehati terus-menerus. Aku rasa aku bisa jaga diriku sendiri kok, Daddy."
"Ya sudahlah, terserah mommy. Tapi aku nggak mau suatu saat nanti terjadi hal yang tak di inginkan loh ya? terutama dengan calon anak kita ini!"
"Baiklah, Daddy. Percaya saja padaku, aku pasti akan selalu berhati-hati dan selalu mawas diri apa lagi saat ini aku tidak sendiri ada si kecil di Dalat rahimku ini."
"Ya sudah, sekarang mommy mandi. Setelah itu kita makan sore bersama ya?"
"Iya, Daddy."
Rose melangkah masuk ke dalam kamar, menuju ke toilet dan langsung melakukan ritual mandi sorenya. Sementara Michelson sengaja menunggu di ranjang sembari rebahan.
Tak berapa lama, Rose telah wangi dan memakai daster yang cantik senada dengan kulit putihnya yang mulus.
"Yuk, sayang kita makan. Aku sudah lapar sekali."
Michelson bangkit dari ranjang seraya merangkul Rose melangkah ke meja makan. Keduanya makan dengan lahapnya. Rose tidak merasakan mual muntah jika menjelang siang hingga malam.
Rasa mual dan muntah hanya dia alami jika menjelang pagi hari saja. Rose begitu lahap makannya, membuat Michelson sangat senang.
"Nah begitu dong, makan yang banyak. Biar anak kita juga dapat asupan gizi yang banyak."
"Tapi jika aku gemuk bagaimana? pastinya kan sudah tak cantik lagi?"
"Biarpun kamu gemuk, aku akan tetap cinta kamu selamanya. Tidak ada wanita lain yang aku mau selain dirimu. Jadi makanlah yang banyak, jangan takut gemuk. Kalau kamu takut gemuk, yang ada kasihan anak kita, sayang."
********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments