"Bagaimana cara ku untuk memberi tahu, bu Heni?" gumam Aziz.
"Bagaimana ini?" tanya pekerja lainnya.
Yang lain menggelengkan kepalanya, bingung harus bagaimana menjelaskan pada ibu bos mereka.
Aziz menempelkan ponselnya di telinga kanannya.
Di kediaman keluarga Atmaja.
Heni yang tengah merawat tanaman hiasnya harus menghentikan aktivitas nya saat ponselnya yang ada di atas meja berdering.
🎶🎶🎶
Tumben Aziz telpon. batin Heni saat tau siapa yang menghubungi nya.
Calling Aziz
"Iya Aziz, ada apa?" tanya Heni dengan tangan kirinya memegang selang untuk menyemprotkan air ke arah tamannya.
"Halo, bu Heni... maaf bu ada kabar buruk." ucap Aziz, namun lidahnya terasa kelu untuk melanjut kan perkataan nya.
"Ada apa, Aziz? bapak baik baik saja kan?" tanya Heni yang mulai di landa gelisah.
"Maaf bu, bapak baru saja di bawa paksa oleh anak buah pak Pramana Sudiro."
"A- apa? kamu yang benar kalo bicara Aziz?"
"Maaf bu, kami tidak bisa mencegah mereka untuk membawa bapak, mereka mengancam dan menodongkan pistol pada kami, bu."
Pluk.
Selang air yang Heni pegang, terlepas dari genggaman tangannya.
Seketika kaki nya lemas tak bertulang, Heni terduduk lemas di atas tanah yang di tanami rumput hijau.
"Lalu mereka membawa bapak kemana, Aziz? apa yang mereka mau dari membawa bapak?" tanya Heni dengan air mata yang sudah tidak biasa terbendung lagi.
"Kami juga tidak tahu, bu... mereka tidak mengatakan apa apa." ucap Aziz.
Prak.
Ponsel yang semula di pegang menempel di telinganya, kini jatuh ke lantai dengan tangan yang ikut lemas.
Dito yang kala itu baru saja pulang dari sekolah nya melihat ibunya tengah terduduk lesu di taman yang berada di samping rumah nya.
"Mama?" gumam Dito, ia berlari menghampiri ibunya yang tengah terduduk lesu di taman rumah nya.
"Mama, mama kenapa mah?" Dito memeluk ibunya yang kini hanya diam dalam tangisnya.
Kenapa jadi begini, pah... kamu gimana pah, jangan sampai mereka menyakiti kamu pah, batin Heni.
"Papa kamu, Dito!" seru Heni.
"Iya, papa kenapa mah? apa papa nyakitin mamah?" tanya Dito.
"Papa kamu di bawa oleh orangnya Pramana, Dito." Heni meraung raung, menangis dalam dekapan putra bungsunya.
"Apa? mama kata siapa?" Dito melonggarkan pelukannya.
"Pak Aziz baru saja mengabari mama, nak."
Dito melihat ponsel mamanya yang tergeletak di bawah, ia melihat nya dan langsung menghubungi nomor yang terakhir menghubungi ibunya.
"Halo, pak.. bapak bercanda kan? ini semua bohong kan?" tanya Dito saat telponnya di angkat Aziz.
"Maaf, den Dito... ini benar, kami juga tadi sempat mengahalangi mereka, tapi mereka menodongkan pistol pada kami, mereka juga mengancam akan keselamatan bapak Atmaja jika kami mengikuti mobil mereka."
"Apa kalian sudah menghubungi polisi? ini kasus penculikan nama nya!"
"Kami tidak berani, aden." ucap Aziz.
Mau menghubungi polisi pun akan percuma, karena ini masih ada hubungannya dengan kerja sama, apa lagi mereka juga masih belum tahu apa yang sebenarnya terjadi hingga membuat Pramana harus menyuruh orang orang nya untuk membawa Atmaja.
Dito di buat kesal dengan sikap pak Aziz yang tidak mau melaporkan kejadian nya pada polisi.
"Nak, coba kamu bicara sama kaka kamu... kaka kamu harus tahu, nak." ujar Heni.
Mama benar, ka Naira harus tahu... mungkin ka Naira punya solusinya. batin Dito yang langsung menghubungi kakanya Naira.
"Bagaimana?" tanya Heni meski tanpa mengeluarkan suara.
"Belum di jawab, mah." ucap Dito tanpa suara hanya dengan kode.
Pada panggilin ke 3, baru mereka mendapat jawaban dari orang yang mereka hubungi.
"Assalamualaikum, mah." ucap Naira dari panggilin telpon nya dengan santai.
"Waalaikum salam ka, ini aku Dito."
"Dito? kamu tumben telpon kaka pake nomor mamah, mama baik baik aja kan?"
"Mama baik ka, tapi papah di bawa oleh orang orang nya Pramana Sudiro, ka."
"Apa? ko bisa? kamu bercanda kan?"
"Aku mana berani bercanda ka, aku serius."
"Memang ada masalah apa, Dito.. sampai sampai papa di bawa mereka?" cecar Naira dengan wajah penuh khawatiran, gimana hati nya gak khawatir kalo tau orang tuanya akan berhadapan dengan orang yang terkenal kejam.
"Aku juga gak tau ka, ada masalah apa sampai papa di bawa oleh orang orang nya Pramana."
"Kapan kejadiannya, Dit?"
"Baru ka, beberapa menit yang lalu... apa kita perlu lapor polisi, ka?" tanya Dito.
"Jangan, Dit... kita tidak bisa bermain main dengan polisi, apa lagi ini berhubungan dengan Pramana.
"Lalu kita harus apa, ka? gak mungkin kan kita hanya diam saja menunggu kabar dari papa?"
"Biar kaka yang pikir kan solusi nya, kamu jaga mama saja." ucap Naira yang langsung menutup telepon nya.
Dito membawa Heni ke kamar, meski ada rasa khawatir dengan nasib ayahnya yang belum jelas, entah di perlakukan dengan baik atau tidak.
Di tempat berbeda.
Naira yang sedang berada di kedai, di kejutkan dengan kabar papanya yang di bawa oleh orang suruhan nya Pramana.
Untung nya saat Dito menelpon tadi, Naira sedang berada di pentri... saat itu yang ada di pentri hanya ada Naira, Angga dan Novi, sedangkan Juni dan Mega berada di bagian dapur.
Setelah pertimbangan matang, akhirnya Naira memutuskan untuk menambah karyawan dengan merekrut temanya sendiri yang tempo hari meminta pekerjaan pada Naira.
"Apa yang akan lu lakuin, Nai?" tanya Angga.
"Gw harus cari Pram, gw harus temuin dia, bang!"
"Gw ikut sama lu, Nai." ucap Angga.
"Gw juga, Nai!" seru Novi.
"Ga usah, bang, Nov... biar gw urus ini sendiri." ucap Naira, tidak mungkin baginya untuk melibatkan Angga dan Novi, yang ada nanti masalah nya akan bertambah rumit dan besar.
"Lu tenang aja, Nai... gw cuma gak mau ninggalin lu sendiri... lu udah berbuat banyak buat keluarga gw, gak mungkin gw biarinin lu ngejalanin ini sendiri.
"Iya, Nai... lu juga kan sahabat gw... gw juga pengen bantuin lu." ujar Novi.
Seketika mata Naira panas, ia menyusut bulir bening yang menetes di pipi cabi nya. Gw gak boleh nangis, gw harus kuat, gw harus bisa bawa papa dalam keadaan sehat dan selamat. batin Naira menyangati diri nya sendiri.
"Buat lu Nov, lu lebih di butuhin di kedei... lu cukup doain gw dan bang Angga biar bisa nyelametin papa gw.
"Pasti gw doain, Nai... tanpa lu minta." Novi memeluk sahabat nya memberi kekuatan dengan mengelus punggung Naira lembut.
"Gw pasti bisa." Naira melerai pelukan Novi.
Naira dan Angga melepas aipron mereka sebelum ke luar dari pentri.
"Ka, gw titip kedei sama lu!" ucap Naira saat melewati Ayu yang sedang berada di kasir.
Ayu yang tidak tahu apa apa hanya mengiyakan nya saja.
"Beres, Nai." ucap Ayu.
"Biar gw aja yang bawa motor, Nai!" seru Angga.
"Kita mao cari orang itu kemana, Nai?" Angga menaiki motor Naira.
"Hotel Star, bang... kali aja gw bisa dapet info dari anak buahnya dimana Prama sekarang."
Sampai di hotel Star.
Naira dan Angga berjalan menuju resepsionis setelah sebelumnya memarkir lumut di parkiran.
"Permisi, ka." ucap Naira ramah, sedangkan Angga hanya berdiri di samping Naira, jujur saja Angga baru kali ini memasuki hotel bintang 5 dan lagi Angga juga tidak mengerti cara menghadapi orang berjas.
"Iya, ada yang bisa saya bantu, dek?" tanya Debi ramah.
Reina yang berdiri di samping Debi menatap sinis ke arah Naira, paling juga mau nyewa kamar buat mesuuuum. batin Reina.
"Saya mau tanya ka, apa pak Pramana Sudiro ada di tempat?" tanya Naira.
Mau apa dia tanya pak Pram, apa dia salah satu temen kencan pak Pram? tapi gak mungkin lah, secara dia sama gw masih lebih baik gw... pak pram begooo kalo milih dia mah. batin Reina.
"Pak Pram tidak ada di tempat, dek."
"Kira kira kapan ya, pak Pram akan kembali?" tanya Naira dengan sesekali matanya menatap ke sekita mencari sosok yang ia cari.
"Aduuuh, kami juga belum bisa memastikan, tapi kalo ade sudah __" belum selesai Debi dengan kata katanya, Naira langsung memanggil Pramana.
"Pak Pramana Sudiro." Naira langsung berlari menghampiri Pram yang sedang berjalan menuju pintu ke luar bersama dengan Dev.
...💖💖💖💖...
Salam manis, jangan lupa dukung author dengan jempol dan komen ya 😊
No komen julid nyelekit 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 368 Episodes
Comments
Ara Aulia
orang takut, coba kalo berani... udah di lawan itu
2022-08-19
2
Ara Aulia
ia lah lemes.. apa lagi tau Pramana itu kaya apa
2022-08-19
1
Ara Aulia
ayo nai, templokin itu s pram
2022-08-10
3