Sesampainya di tempat perjahitan alias rumah Maya.
Maya yang memang sedang berada di depan rumah menemani sang ibu menjahit, sudah tersadar bahwa ada sekilas mobil familiar di ingatan melintas. Jantungnya berdegup dan otaknya menginstruksikan agar dirinya cepat masuk ke dalam rumah merapikan penampilan.
Gadis itu mengganti pakaian dengan yang lebih bagus. Minimal yang tidak membleh (melar) dan yang tidak terlalu terbuka, macam celana shot dan kaus oblong misalnya. Karena baju ternyaman di pakai saat di rumah cenderung itu lagi itu lagi, yang penampakannya hampir mendekati kriteria lap.
Setelah itu ia pun menyisir rambut, lalu memberi aksen liptint pada bibir yang sudah ranum dari sananya. Saat tangannya mau menyatukan kembali antara kuas dan tempat liptint, sang ibu pun memanggil. "Maaayy, ada aa Fais nih."
Tangannya gemetar hebat akibat tersentak kaget hingga tidak bisa melakukan tugas dengan baik. Beruntung, Maya sudah selesai mengaplikasikannya ke bibir. Jika tidak, sudah dipastikan kuasnya akan menyasar ke lubang hidung.
Maya cepat-cepat menetralisir detakan jantungnya yang berdegup di luar batas kewajaran. Setelah itu menyeret langkah berharap air mukanya dapat terlihat normal saat berhadapan dengan Fais.
"Assalamualaikum" Salam lembut terucap begitu damai di telinga.
"Wa'alaikumsalam" Jawab Maya. Setelahnya hening tercipta sampai ibunya angkat bicara memecahkan kebisuan.
Mereka berempat terlibat obrolan receh dengan masing-masing peran berkontribusi. Ibunya Maya menjadi tukang usung tema, Akmal dan Fais menjadi tim dagelan nan heboh, sedangkan Maya adalah tim ketawa. Kolaborasi mereka sangat sempurna di dunia perkongkoan.
"Bibi mah gak nyangka Mal, ternyata anak tukang jahit juga gak menjamin celananya pada gak sobek."
"Yah bi, yang namanya celana sobek mah gak memandang anaknya siapa. Masa dia pengen sobek nanya dulu eh lu anak siapa."
Lagi-lagi Bu Nur di buat cekikikan oleh Akmal, sampai tertawa itu ditelan ketika melihat Fais mendongak ke atas pohon jambu air. "Aa Fais, ambil aja jambunya kita ngerujak bareng-bareng." Seru Bu Nur. Tiba-tiba pernyataan Bu Nur menjadi ide yang sangat briliant.
"Ide bagus, bibi punya gala ( bambu panjang untuk menyengget)?" Tanya Fais sambil terus melirik ke arah jambu air yang sudah ranum. Merahnya begitu menggoda mata.
"Dulu punya a, tapi sekarang hilang entah kemana. Di gondol maling kayanya." Jawab Bu Nur sekenanya sembari terus mengerjakan jahitan.
"Lah sekarang bambu juga ada malingnya?"
"Jangankan bambu Mal, sekarang mah suami sedikit ganteng terus duitnya lumayan juga ada malingnya."
"Wah serem atuh." Timpal Akmal, sedangkan Fais mondar-mandir memikirkan cara bagaimana meraih jambu-jambu itu.
"Naikin aja a." Kata Maya malu-malu. Fais menoleh lalu berkata, "iya ya May, kenapa aa gak kepikiran." Dengan sengaja Fais memancarkan senyuman sambil meminta pada Maya untuk menangkap hasil petikannya nanti.
Sungguh, bukan Fais tidak kepikiran untuk menaiki pohon. Malah pikiran itu muncul jauh sebelum ia menanyakan bambu penyengget. Mondar-mandirnya adalah pengalihan isu atas rasa gengsinya jika menaiki pohon di saksikan oleh seorang perempuan.
Akmal hanya membantu menyemangati dari bawah, dan sesekali ia membantu Maya menagkap jambu yang di jatuhkan Fais.
Dirasa buahnya sudah cukup untuk melaksanakan perujakkan, Akmal dengan sigap mencuci buahnya sedangkan Maya menyiapkan sambal gula merah. Kalau Fais, dia ijin ke kamar mandi untuk merapikan penampilan.
"May" Fais sudah keluar dari balik pintu kamar mandi. Ia sudah berada tepat disamping Maya sambil menyugar rambutnya yang basah. Setelah itu menyilangkan tangan dan berdiri tegap dengan pandangan lekat ke arah Maya tanpa berkedip.
Maya yang jadi objek penglihatan Fais salah tingkah, sedikit-sedikit mencuri pandang ke arah Fais lalu menunduk kembali ke arah cobek sambil mengulek cabai.
"Ada apa a?" Tanya Maya tanpa mengalihkan matanya yang tetap Fokus ke arah cobek. Maksudnya, kenapa Fais memperhatikan Maya sampai segitunya.
"Ada apanya gimana?" Jawab Fais cengar-cengir. Maya semakin tertunduk malu, tidak tahu harus berbuat apa lagi. Ia berharap cabai, gula merah, dan sedikit garam ini tidak cepat halus.
"Maksudnya lu ngapain ngeliatin kaya gitu, malu tau." Samber Akmal blak-blakan. Akmal Kalau ngomong memang tidak pernah di ayak.
Alih-alih menjawab perkataan Akmal, Fais malah berbicara lagi pada Maya. "Gak usah malu May, malunya kasih ke aa Fais aja."
Cih
Akmal geli bukan main.
............
Mereka sudah berada di depan rumah sibuk dengan cocolan masing-masing di tangan. Baik Fais, Akmal, maupun Maya tangan satunya lagi di pergunakan untuk memainkan ponsel. Hanya Bu Nur lah yang tidak menyentuh benda yang dapat menjauhkan yang dekat itu.
Maya sebenarnya bukan tipe orang seperti Fais yang terlalu akrab dengan ponsel. Hanya saja ia sedang mengimbangi Fais yang sibuk dengan rutinitas update novel online setiap harinya. Fais penulis, Maya pembaca. Apalagi pembacanya pakai cinta, memang perpaduan yang sangat fantastis.
Perempuan itu membaca setiap episodenya dengan senyum mengembang walaupun bukan sedang menampilkan lelucon. Bukan terlalu menghayati, hanya saja membaca novel favorit di depan penulisnya langsung rasanya deg-deg ser. Dan ternyata tanpa di ketahui Maya, Fais sedang berbalas pesan dengan Nabila.
Rujak telah tandas dan hari yang terik pun mulai berganti sore. Fais dan Akmal pamit pulang sekaligus mampir ke masjid terdekat untuk menunaikan sholat Ashar. Saat berpamitan itu, Bu Nur tidak menyia-nyiakan kesempatan.
Ia menarik Fais menjauh untuk membicarakan sesuatu. "Is, ada yang mau Bibi omongin. Masalah bapak kamu."
"Apa itu Bi?"
.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
nowitsrain
uwuuu
2022-12-17
1
nowitsrain
Filter, Mal, filter
2022-12-17
1
nowitsrain
Akmal jadi tim hore
2022-12-17
0