Pagi ini, adalah waktu yang tepat untuk menanyakan persoalan kemarin tentang perhutangan. Mamah selayaknya istri berbakti, menyiapkan sarapan terlebih dahulu sebelum mengeksekusi sang suami. Ia menyiapkan menu yang berbeda, tidak lagi menggunakan menu andalan nasi uduk untuk sarapan kali ini.
Nasi putih terhidang bersamaan lauk yang bersanding meliputi telur ceplok di taburi kecap dengan capcay dan juga tahu tempe goreng. Minumnya ada teh hangat tawar yang mengelun-ngelun.
"Menu empat sehat lima sempurna nih." Kata Papah mendobrak keheningan. Mamah yang memang sudah beres menata hidangan segera duduk di samping suaminya berdempetan.
"Mamah cuma ngeliatin aja? gak mau makan?" Papan bertanya ketika netranya menangkap sang istri duduk tapi tidak meraih apapun yang terhidang di meja. Perempuan itu malah mepet-mepet duduknya seperti ingin memakan ayah Papah sebagai sarapannya.
"Mamah mau nungguin papah selesai makan, soalnya ada yang mau mamah tanyakan."
Kegiatan suap menyuap berhenti seketika saat Papah mendengar sang istri ada yang mau di pertanyakan. Walau begitu, raut wajahnya masih terlihat tenang seperti tidak ada sesuatu apapun yang perlu ditutupi.
"Mau tanya apa? Sekarang saja biar Papah gak penasaran."
"Gak ah, nanti saja pas Papah sudah selesai. Soalnya pertanyaan itu mengandung bahan yang bisa menghilangkan nafsu makan."
Mendengar jawaban istrinya, Papah semakin penasaran hingga ia makan dengan cepat. Ketika piringnya sudah kosong tak bersisa, ia lalu minum dengan satu gelas penuh.
"Papah sudah selesai, apa yang mau Mamah tanyakan?"
"Hutang Papah sama Bu Romlah sebenarnya untuk apa?"
Sudah mengetahui duduk perkaranya, Ayah Fais membuang nafas pelan, lalu tangannya meraih teh tawar hangat. Setelah itu baru ia akan menjawab pertanyaan.
"Papah mau mengembangkan usaha bengkel jadi Papah butuh modal besar. Akhirnya Papah meminjam uang ke kantor Mah."
Papah menjelaskan rincian potongan hutang tiap bulannya, dan juga merincikan kepada siapa dia berhutang jika ongkos kerjanya tidak cukup sampai ketemu tanggal gajian.
"Kenapa Papah gak potong juga uang bulanan Mamah dan juga Fais? Kalau kekurangan ongkos Mamah bisa bantu Pah. Bukannya sebagai suami istri, susah senang ditanggung bersama?" Mata Mamah berkaca-kaca mengetahui kenyataan suaminya menutupi kesusahan darinya. Tidak biasanya Papah bersikap seperti ini. Bahkan lelaki itu sama sekali tidak mau bersitatap dengan bola mata istrinya yang sudah berkabut.
Ayah Fais merengkuh sang istri, lalu menyediakan bahunya untuk di jadikan sandaran. "Mamah gak usah khawatir, ini masalah kecil masih bisa Papah tangani." Ayah Fais mengucapkan itu sembari mendongak ke atas menatap langit biru cerah. Pikirannya melanglang buana.
.
.
Keluarga ini, setiap harinya memiliki kebiasaan sarapan pagi di teras rumah. Berbeda dengan makan siang dan makan malam atau makan-makan yang lainnya. Mengapa kah demikian? Sebab desain meja makan begitu dekat dengan dapur dan juga kamar mandi.
Setiap paginya, selalu ada jadwal rutin Fais di setiap jam sarapan. Ia akan menjadi penghuni kamar mandi, guna menyetor yang seharusnya disetorkan.
Karena tidak mau mendengar alunan suara "prat pret plak ting dung dang bruutt", yang terkadang akan berakhiran dengan "tut", maka demi keamanan agar terhindar dari polusi suara, sarapan pagi terpaksa di evakuasi ke depan rumah.
Selang satu jam setelah masuknya Fais ke dalam kamar mandi, biasanya bocah itu selalu menghampiri orang tuannya sarapan sembari membawa-bawa piring dan sendok di pelukannya.
Satu jam. Entah apa yang dilakukanya selain buang-buang air dengan waktu yang selama itu. Apa mungkin yang seharusnya di buang sepanjang kereta api? Seorang lelaki seperti Fais kenapa bisa begitu lama di dalam kamar mandi, sampai saat ini masih menjadi misteri.
Dia datang.
"Lah, mana uduk Fais ini?" Dateng-dateng kebingungan tidak menemukan bungkusan kertas coklat berkaret dua tanda gak pakai jengkol.
"Hari ini gak pakai uduk, sini biar Mamah ambilkan." Mamah merebut piring milik Fais lalu pergi ke dapur untuk mengambilkan makanan.
Sementara Mamah berlalu, tinggalah dua lelaki dengan gestur badan dan sifat yang mirip. Biasanya mereka akan heboh jika sudah bersenda gurau membahas soal kehidupan. Namun kali ini, saat mata Fais melirik ke arah ayahnya, lelaki itu sedang sibuk berkutat dengan ponselnya.
Sekarang mah Papah ngucapin selamat pagi ke Fais saja gak pernah lagi.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Dewi Payang
😄 kirain karet dua tanda gak pake sambel, disini juga gitu kak😄 kadang disobek dikit😄
2022-11-26
2
Dewi Payang
ASTAGA😄 ngeri amat si Fais😄
2022-11-26
1
Dewi Payang
Panggilan alam ya Fais😁
2022-11-26
1