Celoteh Zahra sebelum berlalu dan meninggalkan Rahul dalam keadaan tersenyum simpul. Entah wanita macam apa yang kini tengah dihadapinya. Dia sedang sangat serius, tapi wanita itu masih saja bercanda.
Namun, tingkah lakunya itu malah membuatnya merasa gemas. Karena dia selalu bisa mencairkan suasana hatinya.
**********
"Assalamualaikum"
"Waalaikum salam, Ibu?" Rahul yang sedang merapikan dan menata tempat tidur langsung menoleh kala mendengar suara lembut menyapanya.
"Iya Nak, ini Ibu. Kamu sedang apa? Lagi sibuk ya?" tanya Bu Sakinah ramah.
"Mmm... gak kok Bu. Ini aku sedang menata perlengkapan tidur. Tadi semuanya sudah dibawa kemari oleh Zahra"
"Oh...ya sudah. Kalau semuanya sudah selesai, kamu istirahat saja sekarang. Sekalian makan dulu. Ini Ibu bawakan makan malam untukmu"
"Maaf ya Bu. Aku merepotkan Ibu dan Zahra dengan kehadiranku disini. Jujur aku merasa sangat tidak enak. Tapi aku janji, aku akan cari pekerjaan agar bisa menghasilkan uang sendiri, dan tidak terus-terusan membebani kalian" Rahul merasa tak enakan.
"Ibu senang kalau kamu mau berusaha cari uang sendiri. Tapi Ibu tegaskan ya, baik Ibu maupun Zahra tidak pernah merasa dibebankan dengan kehadiranmu disini. Ibu tau, kamu tidak pernah ingin merepotkan kami. Ini hanya masalah keadaan saja, yang membuatmu membutuhkan kami saat ini" ujar Bu Sakinah lembut dan berwibawa.
"Terima kasih Bu atas pengertiannya" Rahul tersenyum simpul.
"Ya sudah, ayo ambil makanannya. Jangan lupa dihabiskan" Bu Sakinah mengangkat dan menyodorkan Tupperware kotak makan rantang yang sedari tadi dalam pangkuannya.
"Iya Bu" Rahul melangkah mengetuk-ngetukan tongkat dan meraba-raba kedepan. Mendekati Bu Sakinah. Namun, kaki kirinya tanpa sengaja malah tersandung kaki kursi. Hingga dia kehilangan keseimbangan dan jatuh tersungkur dilantai.
"Astaghfirullah hal azzim! Kamu tidak apa-apa Nak?!" Bu Sakinah terlonjak.
"Iya Bu, maaf kakiku kesandung" Rahul meraba-raba lantai hingga tangannya sampai pada benda yang terasa seperti besi. Dugaannya kuat, itu pasti pijakan kaki kursi roda Bu Sakinah. Karena setahunya, beliau adalah seorang wanita lumpuh yang duduk di kursi roda.
Tapi, kenapa tidak ada kaki diatas tatanan kaki kursi roda ini. Seharusnya kaki Bu Sakinah ada diatas sinikan?
"Bu, ka-kaki Ibu? Kok?..." ujar Rahul dengan ekspresi terkejut.
"Iya Nak, sepasang kaki Ibu buntung akibat sebuah kecelakaan tujuh tahun lalu yang menyebabkan kedua kaki Ibu harus diamputasi" Jelas Bu Sakinah dengan santai, seperti tanpa beban menjelaskan tentang kondisi fisiknya.
"Kenapa? Kamu merasa risih ya, dengan keadaan Ibu?"
"Gak Bu, justru akan salut sama Ibu. Pantas Zahra selalu membanggakan Ibunya. Tentu saja dia sangat bangga, memiliki seorang Ibu yang kuat dan tegar. Bahkan, belum tentu aku bisa seperti Ibu"jawab Rahul lirih.
"Kamu bisa Nak. Asalkan kamu bisa berdamai dengan dirimu sendiri. Maka keadaan sesulit apapun, pasti akan terasa mudah. Ingat, selalu ada jalan, disetiap ada kemauan" Bu Sakinah menyentuh pundak Rahul dan menyemangati dengan suara lembut.
"Dulu aku hidup dalam keputus asaan Bu. Tubuh dan hatiku berada dalam kegelapan. Tapi..... semenjak bertemu Zahra, aku merasa seperti ada setitik cahaya yang menerangi hatiku"
"Heum... kamu suka ya, sama anak Ibu?" goda Bu Sakinah.
"Mmm....mak-maksud Ibu? Ya, ya tentu saja aku menyukai Zahra. Dia kan temanku. Ja-jadi tentu saja kami berdua saling menyukai sebagai teman. Tidak lebih" ucapan yang dilontarkan Bu Sakinah berhasil membuat Rahul merasa gugup dan salah tingkah. Hingga dia bingung menjawab apa.
"Kamu yakin, gak lebih? Jangan-jangan itu hanya jawaban yang keluar dari mulut kamu. Tapi dari hati kamu lain lagi" Bu Sakinah masih kukuh menggodanya.
"G-gak kok. Lagian Ibu ada-ada aja. Wanita mana yang mau dengan lelaki buta sepertiku? Untuk menjaga diriku sendiri saja tidak bisa. Bagaimana mau menjaga pasanganku?" Rahul tersenyum kecut.
"Tuh kan, kamu mulai pesimis lagi. Padahal Ibu tidak pernah merasa keberatan, kalau kamu jadi menantu Ibu. Asal"
"Asal?"
"Ya asal..... kamu bisa membuktikan, kalau kamu bisa menjadi suami dan imam yang baik. Yang bisa menjamin kebahagiaan untuk anak dan cucu-cucu Ibu nanti. Masalah kekurangan fisik, toh tidak ada manusia yang sempurna didunia ini. Karena yang terpenting bagi Ibu adalah, dia memiliki hati sempurna"
Rahul terharu dengan pernyataan Bu Sakinah. Betapa bijaksananya isi pikiran seperti itu. Masih terngiang dibenaknya, ucapan yang hampir sama terlontar dari mulut Zahra. Pantas saja gadis itu memiliki sifat yang humble dan supel. Ternyata turunan dari ibunya.
Ya....meskipun sifat gesrek dan nyebelin Zahra lebih mendominasi. Makin kesini, dia semakin merasa nyaman berada ditempat ini.
"Mmm.... ngomong-ngomong soal Zahra, dia kemana Bu?"
"Dia ada dirumah. Sedang meracik bumbu untuk menu kue besok. Kenapa? kangen sama anak Ibu?" Bu Sakinah masih belum puas juga menggodanya.
"Mmm.... ti-tidak Bu. A-aku hanya bertanya saja, karena tumben dia tidak kesini. Itu saja kok" Rahul semakin salah tingkah dan malu, lantaran terus dicecar dengan godaan Bu Sakinah.
"Kamu tenang saja. Besok pagi juga dia kesini lagi"
"Iy-iya"
"Nah, sekarang giliranmu"
"Ma-maksudnya apa Bu? giliran apa?" Rahul menautkan alis.
"Ya giliran berterus terang pada Ibu. Apakah Zahra termasuk tipikal wanita idamanmu?" Bu Sakinah tersenyum jahil.
"Hah? hehehe" Rahul cengengesan. Ya Tuhan, kenapa anak dan ibu ini sama reseknya? Lama-lama dia bisa mati kutu kalau begini.
**********
Tok tok tok
Pintu pun terbuka dari dalam
"Selamat pagi!" seru Zahra dengan senyum lebar yang mengembang diwajah cantiknya.
"Hey, pagi"
"Bagaimana tidurmu semalam? Apakah nyenyak"
"Ya tentu saja, sangat nyenyak"
"Apa karena memimpikanku? makanya tidurmu jadi terasa nyenyak?" Zahra tersenyum menggoda.
"Ya Tuhan, mulai lagi deh gesreknye. Semalam Ibunya yang menyerangku, sekarang anaknya. Mungkin inilah yang dimaksud, Buah jatuh tak jauh dari pohonnya" gumam Rahul yang terdengar oleh Zahra.
Dengan menghela nafas panjang dan menyipitkan mata, serta menautkan bibir. Dan tanpa peringatan apapun, Zahra langsung menyentil kening Rahul menggunakan jari tengah setelah ditautkan pada jari jempol tangannya.
"Aaww! Astaga, ternyata kamu wanita bar-bar ya" Seru Rahul.
"Syukurin. Lagian siapa suruh menggunjingkan Ibuku didepanku" sungut Zahra.
"Kan aku bicara kenyataan. Gara-gara Ibumu, aku sampai mati kutu semalam" keluh Rahul.
"Hahaha.... memangnya Ibuku melakukan apa, sampai kamu bisa mati kutu heuh?" Zahra tertawa meledek.
"Ya.... masa Ibumu bilang kalau aku suka padamu" sungut Rahul.
"Hah? hahahaha.... Serius Ibuku bilang begitu?"
"Iya" ketus Rahul.
"Waw, jangan-jangan Ibu benar lagi. Kalau kamu memang menyukaiku" Zahra tersenyum menggoda.
"Hahahaha.... kepedean sekali kamu ya. Memangnya atas dasar apa? aku bisa suka pada wanita cerewet dan resek sepertimu" bantah Rahul dengan nada sinis.
"Kamu tidak taukan, kalau aku dijuluki sebagai primadona didesa ini" Zahra berkata dengan bangganya.
"Hah, primadona? Hahaha...ya tentu saja. Mungkin orang-orang didesa ini takut terkena cakaran, jika menolak memberikan julukan itu padamu. Hahaha" tengah asik tertawa mengolok-olok Zahra, Rahul reflek harus mengaduh kesakitan kala tiba-tiba dia merasakan kakinya diinjak dengan hentakan keras oleh kaki gadis itu.
"Aaww....! Ya Tuhan, lama-lama bisa remuk badanku ditanganmu"
"Masih mending hanya kakimu yang kuinjak. Seharusnya sudah aku cakar mulutmu yang menyebalkan itu. Sudah, cepat keruang makan. Aku sudah lapar. Kalau tidak kau puasa saja pagi ini" cerocos Zahra menerobos masuk kedalam rumah seraya menenteng kotak makan rantang Tupperware ditangannya.
"Huh....dasar gadis aneh" gumam Rahul sebelum melangkah menyusul gadis itu.
*********
"Enak, ini masakanmu?" puji Rahul sembari mengunyah makanannya dengan lahap.
"He eh" jawab Zahra singkat yang juga tengah mengunyah nasi goreng buatannya sendiri, yang dipadukan dengan telur ceplok serta irisan tomat dan mentimun sebagai pelengkap menu sarapan pagi itu.
"Tapi aku yakin, masakan Ibumu pasti seribu kali lebih enak dari ini" gurau Rahul.
"Seratus untukmu. itu tentu saja, karena Ibuku dikenal sebagai koki didesa ini" Seloroh Zahra membanggakan ibunya.
"Iya, setiap ibu dan anak pasti memiliki kesamaan. Mulai dari kemahirannya dalam memasak. Termasuk sifat cerewet dan nyinyirnya aaww!" lagi-lagi Rahul harus mengaduh kesakitan, kala merasakan keningnya kembali menjadi sasaran jari tengah Zahra, akibat keisengannya terhadap gadis itu.
"Astaga. Sebenarnya apa masalahmu dengan keningku? Hingga selalu jadi sasaran jarimu?"
"Karena pemiliknya ngeselin. Sudah, cepat habiskan sarapanmu. Tidak usah banyak cerita" titah Zahra.
"Oh ya, lalu sekarang apa rencanamu?"
"Aku mau cari pekerjaan saja. Aku juga sudah membicarakan ini dengan Ibumu semalam. Aku merasa tidak enak, tinggal dan makan gratis disini. Ya, setidaknya aku bisa menghasilkan uang untuk diriku sendiri, meskipun tidak seberapa" lirih Rahul.
"Memangnya kamu mau kerja apa?"
"Ya.... apa saja, yang penting halal. Oh ya, apa kau bisa membantuku?" tanya Rahul penuh harap.
"Bantu apa?"
"Ya.... kira-kira didesa ini ada gak, lowker yang sesuai untukku?"
"Mmm" Zahra tampak berpikir sejenak sebelum menjawab "Baiklah, habiskan sarapanmu. Biar nanti sekalian kita jalan-jalan keliling desa. Agar kamu tidak merasa asing lagi dengan desa ini"
"Bukannya kamu harus kerumah sakit sekarang?"
"Tidak, hari ini aku shift malam" jawab Zahra sambil menyuap makanan kemulutnya.
"Oh"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments