"Oh begitu? Maaf Kak, kami tidak tau. Kakak yang sabar ya. Kami yakin Kakak pasti kuat menghadapinya" suara lembut anak perempuan menyemangati.
Rahul tersenyum kecut "Iya, terima kasih. Oh ya, kalian sedang apa disini? Kenapa membawa- bawa alat musik kerumah sakit? Memangnya kalian mau ngapain?"
"Kami sengaja ingin memberi kejutan ulang tahun, untuk teman kami yang sedang dirawat disini" suara anak laki-laki lain terdengar ceria.
"Oh..... jadi maksudnya, kalian membawa gitar itu untuk bernyanyi?"Rahul mulai tertarik.
"Iya Kak, kami sudah menyiapkan semuanya. Kue, kado, dan balon. Semua ini hasil dari uang patungan kami termasuk gitar itu. Karena teman kami sangat menyukai musik dan lagu. Khususnya lagu bergenre romantis. Tapi" jawab anak perempuan dengan antusias, namun terdengar nada ragu dan bingung diakhir kalimatnya.
"Tapi?" Rahul menautkan alisnya.
"Tapi kami bingung. Karena tidak ada satupun dari kami, yang bisa menyanyi apalagi memainkan alat musik" jawab anak laki-laki pertama tadi dengan suara hambar.
"Iya, sudah berbulan-bulan kami latihan. Tapi tetap saja, suara kami fales dan cempreng. Karena itulah kami bingung sekarang. Rasanya, acaranya tidak akan lengkap tanpa lagu " anak laki-laki kedua tadi menimpali dengan nada yang terdengar tidak bersemangat.
Rahul tersenyum mendengar keluh kesah anak-anak itu
"Aku salut dengan persahabatan kalian. Teman kalian itu pasti sangat senang,memiliki sahabat seperti kalian. Oh ya, ngomong-ngomong, aku bisa bernyanyi dan bermain gitar" puji Rahul tulus.
"Kakak serius" tanya anak perempuan. Nada suaranya terdengar gembira. Dari suara- suaranya, telinga Rahul bisa menangkap bahwa yang sedang menjadi lawan bicaranya saat ini, adalah anak-anak berusia sekitar 14-15 tahun. Yang terdiri dari tiga anak laki-laki dan satu perempuan.
"Tentu saja, untuk apa aku berbohong? Itu juga sudah menjadi hobbiku sejak kecil" jawab Rahul santai.
"Kalau begitu Kakak mau tidak membantu kami? Kakak yang bernyanyi dan bermain gitar. Bagaimana Kak?" pinta anak laki-laki ketiga tadi. Nada suaranya terdengar penuh harap. Membuat Rahul tak tega untuk menolaknya. Selain itu, dia juga memiliki rencana untuk dirinya sendiri.
"Baiklah, aku bersedia membantu kalian. tapi...."
"Tapi apa Kak" tanya anak perempuan dengan antusias.
********
"Zahra!! Zahra! Ra!" suara teriakan memanggil-manggil namanya. Membuat Zahra yang tengah asik menemani dan membimbing seorang wanita sepuh menuju toilet terlonjak.
Zahra sangat hafal dengan suara-suara itu, yang mana pemiliknya adalah ketiga sahabat remponngnya. Yaitu Wirda, Yanti dan Maudy.
Dan benar saja, beberapa detik setelahnya ketiga rekan sejawatnya itu muncul dari arah berlawanan. Ketiga gadis itu tampak berlari-lari menghampirinya.
"Aduh.... disini kamu rupanya, Dicariin juga dari tadi" ujar Wirda dengan nafas terengah-engah, efek dari berlari-larian.
"Kalian kenapa sih?! Berisik sekali. Ini rumah sakit, bukan hutan. Kita ini sedang bekerja, bukan sedang bermain. Teriakan kalian itu bisa mengganggu istirahat pasien tau" sungut Zahra.
"Iya ya maaf. Ya sudah, sekarang kamu ikut kita yuk. Ada yang mau kita tunjukkan" ajak Yanti sembari memegang lengan Zahra bersama Wirda dan Maudy.
"Ikut kemana sih? Kalian tidak lihat, aku sedang sibuk? Aku harus mengurus, dan menemani Ibu ini ketoilet. Sudah, kalian urus saja pekerjaan kalian. Jangan menggangguku. Ayo Bu" tolak Zahra sembari menarik kedua lengannya yang sedang diapit oleh ketiga temannya. Lalu dia kembali mengapit tangan pasiennya dan mengiringinya ketoilet.
"Ya sudah kalau begitu, biar Maudy saja yang mengurus Ibu ini. Kamu ikut kita saja, ayo" Yanti mengambil botol infus milik wanita sepuh itu dari tangan Zahra dan menyerahkannya kepada Maudy.
"Dy, tolong temani Ibu ini ketoilet ya. Ayo Ra" dia kembali menarik lengan Zahra bersama Wirda.
"Lho, kok aku sih? Keenakan kalian dong, bisa have fun bareng. Lha aku, malah disuruh kerja. Ini sih tidak adil namanya" gerutu Maudy.
"Hah, bisa have fun bareng? Maksudnya apa sih? Memangnya kalian mau mengajakku kemana?" Zahra mengernyitkan keningnya.
"Hanya ketaman belakang rumah sakit saja. ayo.... Maudy, jagain Ibu ini, mengerti?" titah Wirda sembari menarik-narik tubuh Zahra bersama Yanti agar mengikuti mereka.
"Iya-iya" sungut Maudy yang mau tidak mau terpaksa harus mengambil alih tugas Zahra mengurus pasien wanita sepuh itu. Padahal dia juga sangat ingin menyaksikan acara seru ditaman belakang itu.
Huh...!! tau begitu tadi dia menunggu saja disana. Tidak usah ikut mencari Zahra kesini.
*********
Wirda dan Yanti menarik dan membawa Zahra ketaman belakang RS.
Zahra menautkan alisnya. Merasa heran dengan suasana taman yang sedikit ramai dengan kehadiran sebagian pasien yang duduk di kursi roda. Didampingi perawat dan keluarganya masing-masing.
Ada apa gerangan? Tidak biasanya ada perkumpulan ditaman seperti ini. Apa ada pertunjukan? Tapi siapa yang membuat pertunjukan dirumah sakit. Atau ada yang pingsan ditaman, hingga dikerumuni?
Dan rasa penasarannya pun terjawab ketika dia dan kedua sahabatnya sudah menjadi bagian dari gerombolan itu. Seketika Zahra dibuat terpana dengan pemandangan dihadapannya.
Balon-balon berwarna warni dan bervariasi terangkai sedemikian rupa membentuk melengkung. Dikedua sisi lengkungan itu juga terjejer standing-standing balon yang setiap standingnya terpasang 7pcs balon yang hampir serupa.
Sebuah meja lesehan berwarna pink tampak berada dibalik lengkungan balon itu. Dengan kue tart minimalis sederhana diatasnya.
Tak hanya itu, yang membuat Zahra semakin terperangah adalah kehadiran sosok pria tampan yang sudah tidak asing lagi dimatanya. Pria yang pernah dirawatnya, Yang baru saja kemarin menemuinya untuk meminta maaf.
Dia tampak berdiri ditengah-tengah dekorasi balon itu. Dengan sebuah gitar yang sedang dipegang dan dimainkan, serta microfhon didepan mulutnya.
Pria buta itu sedang bernyanyi, menyanyikan lagu bertemakan seorang pengembara gila yang sedang mencari sesuatu, namun tidak tau apa yang sedang dicarinya dan apa tujuan mencarinya. Tidak memiliki rumah, teman dan tujuan. Yang hanya bisa erkelana dengan air mata dan senyuman.
Disisinya juga ada tiga anak laki-laki belia yang juga sudah sangat familiar bagi Zahra. Ya, ketiga anak laki-laki itu adalah teman-teman dari salah satu pasiennya yang bernama Chika. Dia sering melihat mereka ketika menjenguk gadis berusia sekitar tiga belas tahun itu. Ketiganya sama-sama memegang karton yang bertuliskan.
*NAMAKU RAHUL,,, DENGAN INI MENYATAKAN PERMOHONAN MAAFKU TERHADAP SEORANG WANITA YANG BERNAMA AZZAHRA ALFATHUNNISA*
*NONA AZZAHRA,,, AKU BERJANJI AKAN MELAKUKAN APAPUN DEMI MENDAPATKAN KATA MAAF DARIMU*
*NONA ZAHRA,,, AKU TAU SIKAPKU TERHADAPMU SUDAH SANGAT KETERLALUAN. TAPI AKU MOHON,,, MAUKAH KAMU MEMAAFKAN DAN MELUPAKAN KESALAHANKU?*
itulah tulisan yang tertera dalam ketiga lembar karton itu. Tak hanya Zahra, namun semua orang yang ada disana juga dengan jelas dapat membacanya.
Zahra terpaku dan terdiam. Dia tidak tau harus bersikap dan berkata apa. Sungguh dia tidak menyangka, bahwa pria itu akan melakukan hal seperti itu hanya demi mendapatkan sebuah kata maaf darinya.
Apakah itu sangat penting bagi laki-laki pertama yang telah menggugah hatinya sejak pandangan pertama? Pandangan pertama secara sepihak. Karena pertama bertemu pria itu dalam keadaan tak sadarkan diri. Dan tugas Zahra sebagai seorang perawat ditempat itu, mengharuskannya untuk ikut merawat pria yang ternyata bernama Rahul itu selama tiga Minggu ini.
"Duh... romantisnya" Yanti mengepal longgar kedua tangannya menyentuh dada, melihat adegan itu dengan kepala miring dan gemas.
Sepertinya dia merasa sangat kesemsem dengan keromantisan laki-laki buta itu.
"Iya, seperti difilm-film India" timpal Wirda dengan ekspresi yang serupa.
"Jadi bagaimana Ra? Dimaafkan tidak?" Yanti melirik Zahra dan tersenyum menggoda.
"Kalau aku yang jadi kamu ya Ra, aku tidak akan berpikir dua kali untuk memaafkannya. Caranya minta maaf itu lho.... duh, bikin hatiku meleleh" Wirda menatap laki-laki yang sedang bernyanyi ditaman itu dengan penuh kekaguman dan kecentilan.
Zahra merasa geram. Ingin rasanya dia menyumpal mulut nyinyir kedua temannya itu dengan sepatunya. Walau hatinya sendiri pun sebenarnya meleleh, dengan apa yang dilakukan pria yang ternyata bernama Rahul itu terhadapnya.
"Diam" Zahra mencela kedua temannya dengan mata melotot. Baik Wirda maupun Yanti langsung diam, namun tidak dengan senyum usil yang masih merekah diwajah keduanya.
"Waw.... aku tidak menyangka, Kalau dirumah sakit ini, ternyata ada hiburannya juga" ujar salah seorang wanita yang menjadi bagian dari gerombolan itu. Dia sedang bercakap dengan wanita lain yang duduk di kursi roda. Sepertinya mereka pasien dan keluarganya. Ya, wajah-wajah mereka cukup familiar bagi Zahra.
"Iya aku juga. Huh....kalau hiburannya pria setampan itu sih, aku rela sakit terus dan dirawat selamanya disini!" timpal wanita berseragam pasien yang duduk di kursi roda.
"Sayang sekali aku sudah punya anak satu. Kalau tidak, sudah kutinggalkan suamiku demi sitampan itu" timpal wanita lainnya, menatap penuh takjub pria tampan yang sedang berkutat dengan gitar dan microfhon ditengah taman itu.
Zahra tersenyum geli mendengar perbincangan orang-orang itu.
"Chika!"
"Rere!"
Zahra juga mendengar suara dua orang gadis saling memanggil dari arah lain.
Memalingkan wajah, sepasang matanya langsung menangkap dua orang anak gadis yang sedang berpelukan dengan hangatnya.
"Wah.... kalian menyiapkan kejutan ulang tahun untukku?" Chika membelalakkan mata. Tersenyum takjub menatap taman yang telah didekor dengan balon-balon berwarna itu. Ditambah lagi, ada seorang pria tampan yang sedang bernyanyi disana. Sudah seperti acara ultah artis-artis saja.
"Iya, semua ini rencanaku, Rony, Doddy dan Razak. Bagaimana, kamu suka tidak?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments