"Jadi....kamu memutuskan hubungan kita karna sekarang aku buta?" tanya Rahul lirih.
"Ya tentu saja, coba kamu lihat. Oh maaf, aku lupa, kamukan buta sekarang. Kalau gitu coba kamu bayangkan. Aku inikan masih muda, masih cantik, dan masa depanku juga masih panjang. Masih banyak pria tampan, kaya, dan sempurna diluar sana yang menungguku. Jadi, tidak mungkinkan aku menyia-nyiakan mereka hanya untukmu. Itu sama saja dengan aku menghancurkan masa depanku sendiri"
"Aku jadi seperti ini karena menyelamatkanmu. Dan kamu bilang aku akan menghancurkan masa depanmu?" Rahul berkata dengan geram. Tangannya mengepal, sepertinya perasaan emosi mulai menyerangnya.
"Jadi kamu menyalahkanku atas kebutaanmu? memangnya dimana kesalahanku? Aku kan tidak pernah menyuruhmu berlari ketengah-tengah jalan dan menyelamatkanku. Itu inisiatifmu sendiri. Tapi kalau kamu bersikukuh menyalahkanku atas apa yang terjadi padamu, maka baiklah. Aku ucapkan terima kasih banyak karena telah menyelamatkan hidupku. Tapi bukan berarti aku harus menebusnya dengan cara, aku harus menghabiskan seluruh sisa hidupku hanya untuk merawatmu kan? Aku juga punya hak untuk memikirkan diriku sendiri. Oh, begini saja. Sebagai rasa terima kasihku padamu, aku akan doakan. Semoga suatu saat nanti, akan ada seorang gadis yang bisa mencintai dan menerima keadaanmu. Walaupun aku sendiri tidak merasa yakin kalau doa seperti itu akan terkabul...."
Amora menatap Rahul sinis dan terus mengejek tanpa rasa bersalah sedikitpun.
"Keluar!!" sergah Rahul dengan mata membulat. Wajahnya memerah, tubuhnya bergetar oleh amarah. Amora yang sedang asik menghinanya tersentak kaget dan langsung terdiam seribu bahasa.
"Enyahlah dari hadapanku! Mulai detik ini, tidak ada hubungan apapun diantara kita Amora Fransisca!! Silakan cari dan nikmati kehidupan bahagiamu bersama pria tampan, kaya dan sempurna diluar sana!! Karena aku tidak butuh perempuan picik dan tidak tau diri sepertimu! kedua mataku memang sudah tidak berfungsi lagi untuk melihat wajah munafikmu! Tapi kedua tanganku masih sangat berfungsi, kalau hanya untuk sekedar membungkam mulut sampahmu! Jadi sebelum aku kehilangan kendali, dan melakukan hal yang tidak aku inginkan terhadapmu! Pergilah dari sini!!"
Rahul meraung-raung, volume suaranya laksana petir yang menggelegar. Amora yang sedari tadi bersikap arogan, seketika nyalinya menciut juga. Bagaikan seekor tikus yang ketakutan melihat seekor singa yang tiba-tiba mengamuk.
Bahkan jantungnya pun berdegup kencang efek rasa takut yang menyelimuti dada. Meski selama tiga tahun bersama Rahul selalu memperlakukannya dengan baik dan penuh cinta. Namun tak dapat dipungkiri bahwa laki-laki itu memiliki sifat keras kepala, dingin dan temperamen.
Tak ingin menambah amarah pria itu yang akan berakibat fatal bagi keselamatannya, Amora bergegas meninggalkan kamar rumah sakit itu dengan berlari.
Kini hanya tinggal dia sendirian dikamar yang besar dan luas itu dengan perasaan hampa, meratapi nasib malangnya. Dia tidak pernah menyangka bahwa hidupnya akan berubah drastis dalam waktu sekejap.
Wanita yang dicintainya dengan setengah mati, wanita yang dia selamatkan hingga matanya menjadi korban. Malah menjadikan mata itu sebagai alasan untuk mencampakkannya. Keluarganya pun tampaknya malu dan kecewa dengan kondisinya. Lalu sekarang..... apalagi yang bisa dibanggakan dari hidupnya?! Apalagi yang tersisa saat ini?!
"Arrrrgggghhhhhhh!! arrrrgggghhhhhhh!!" Rahul menjerit-jerit kesetanan. Tangannya meninju-ninju dinding hingga jari-jemarinya berdarah.
"Aku benci hidup ini!! aku benci diriku yang tidak berguna ini!! aku benci!! Arrrrgggghhhhhhh!!!" tak berhenti sampai disitu. Dengan pikiran yang sudah tak lagi jernih. Ditengah-tengah aksinya yang sedang memukul-mukul tembok kamar diiringi suara teriakan putus asa yang keluar dari kerongkongannya, kakinya tanpa sengaja menginjak sesuatu yang terasa seperti pecahan kaca.
Dia baru ingat beberapa menit yang lalu telah menjatuhkan benda-benda yang ada dimeja. Menghentikan aksi histerisnya, Rahul membungkuk dan mengambil pecahan kaca itu. Lalu menggenggamnya dengan sangat erat.
Darah segar mengalir dan jatuh bercucuran dari dalam kepalan tangannya. sakit terasa, namun tak sesakit rasa yang ada dihatinya.
Aksi menyakiti diri sendiri yang dilakukan Rahul ternyata tak sampai disitu saja. Setelah puas menggenggam pecahan kaca hingga telapak tangannya berdarah, dia lantas menggunakan pecahan kaca itu untuk menggores urat nadi dipergelangan tangannya sendiri.
Dia pun terperanjat dan terjaga dari tidurnya. Dengan keringat dingin yang bercucuran membasahi tubuhnya, Rahul terduduk dari posisi awalnya yang terbaring. Nafasnya terengah-engah.
Rupanya dia baru saja bermimpi, memimpikan peristiwa kelam yang dialaminya dua tahun yang lalu. Peristiwa yang rasanya baru saja terjadi kemarin. Yang hingga saat ini masih menyisakan luka dihatinya.
Rahul menutup wajah dengan kedua tangannya, berusaha mengatur nafasnya dalam-dalam. Dia merasa terlalu lelah dengan hidupnya. Dia baru sadar ternyata ada selang oksigen yang sedari tadi terpasang di hidungnya. Dia pun berusaha melepaskan selang oksigen itu dari wajahnya.
Merasakan ada sesuatu yang menempel di kepalanya, Rahul pun menggerayangi kepalanya. Ternyata ada perban yang membalut kepalanya. Ternyata kepalanya terluka. Tak hanya itu, ada juga selang infus yang terpasang dan ditusukkan ke punggung tangannya.
Sebenarnya ada dimana dirinya? mengapa ada banyak peralatan medis yang tersemat ditubuhnya, serta bau obat-obatan yang begitu menyengat di hidungnya? Apakah ini rumah sakit? Sepertinya iya. Saat ini dia sedang berada di atas kasur yang empuk. Mengapa dia bisa berada disini? Dan mengapa dia bisa terluka?
Rahul mencoba mengingat kejadian sebelumnya. Dia ingat sebelumnya dia bertengkar dengan keluarganya. Lalu dia memutuskan untuk bertolak ke luar negeri, sesuai keinginan Papanya.
Namun saat itu dia sedang berada didalam pesawat jet pribadi keluarganya, tiba-tiba saja pesawat itu mengalami kecelakaan, dikarenakan cuaca buruk yang tiba-tiba menyerang.
Lalu kenapa dia bisa berada dirumah sakit? Apa dia selamat dari kecelakaan itu? Lalu bagaimana dengan Toto, Pilot dan Co-pilot yang bersamanya pada saat itu? Apakah mereka juga selamat? Atau mereka....?
Arrrrggghhhh!! Mengapa dia harus selamat?! padahal dia pikir kecelakaan itu akan menjadi akhir dari hidupnya. Dengan begitu dia tidak perlu bersusah payah melakukan upaya bunuh diri, seperti yang dilakukannya selama dua setengah tahun terakhir ini. Arrrrggghhhh!!mengapa maut selalu saja melepaskannya?!
Setelah puas menerka dan mengeluh, Rahul akhirnya mencabut jarum infus ditangannya dengan sembarangan. Hingga menimbulkan rasa sakit yang luar biasa, namun tak dia indahkan. Baginya, rasa sakit ini bukanlah apa-apa. Tubuhnya sudah terlalu kebal dengan luka.
Dia beranjak turun dari ranjang. kondisi tubuhnya yang masih belum sepenuhnya vit dikarenakan dia baru saja siuman, membuat tenaganya masih belum sempurna untuk berdiri. Alhasil, dia kehilangan keseimbangan dan akan jatuh. Sebelum Rahul ambruk kelantai, sepasang tangan lembut telah menangkapnya.
"Hei, hati-hati. Kamu masih belum sehat betul" sebuah suara milik seorang gadis menegur. Tangan kiri perempuan itu menahan lengan Rahul, sedangkan tangan kanannya merangkul bahunya. Rahul melepaskan tubuhnya dari wanita itu dengan sikap ketus.
"Siapa kamu"
"Aku? Kenalkan, namaku Azzahra Alfathunnisa, biasa dipanggil Zahra. Lalu siapa namamu tampan?" wanita cantik berpakaian perawat itu memperkenalkan diri sembari mengulurkan tangan dengan centilnya.
"Bagaimana aku bisa berada disini? Siapa yang membawaku kemari?" Rahul menjawab pertanyaan Zahra dengan pertanyaan lain, tanpa membalas uluran tangannya. Karena dia memang tidak bisa melihat gadis itu mengulurkan tangan padanya.
"Ayo kesini, kamu tidak boleh banyak bergerak dulu. Kamu kan baru sadar tampan, jadi harus banyak istirahat" Zahra menarik tubuh Rahul kembali keranjangnya. Dengan enggan Rahul menuruti gadis cerewet itu.
"jadi sekitar tiga minggu yang lalu warga desa membawamu kemari. Katanya mereka menemukanmu hanyut di sungai dengan sejumlah luka ditubuhmu" Zahra mengambil gelas berisi air putih diatas nakas disamping ranjang dan menyodorkannya pada Rahul.
"Warga desa? Dua minggu yang lalu? Memangnya ini daerah mana?" Rahul tampak terkejut.
"Desa xxxx di kota B...."
"Apa? Jadi aku berada dikota B sekarang?!"
"Iya, kenapa kamu terkejut? Memangnya dari mana asalmu?"
"Jadi, sudah tiga minggu aku tidak sadarkan diri?" ujar Rahul lirih dengan wajah tertunduk. Seolah bicara sendiri, bukan pada wanita yang duduk disampingnya.
"Ya.... kira-kira begitulah. Aduuh....kenapa kamu bertanya terus dari tadi? Ayo ambil minuman ini dan minumlah. Air putih ini sangat bermanfaat untuk menjaga tekanan darah dan meningkatkan staminamu yang baru saja sadar dari koma" cerocos Zahra sembari mengambil tangan Rahul dan menggenggamkan gelas minuman ketangan pria itu.
"Dasar pria sombong. Diajak kenalan, diulurkan tangan, disodorkan minuman. Tidak ada yang ditanggapi. Giliran ditanya, malah ditanya balik. Padahal aku selalu menjawab pertanyaannya sedari tadi. Untung tampan, pasienku juga lagi" gumam Zahra menggerutu. Sepertinya gadis yang berprofesi sebagai perawat itu belum menyadari kalau Rahul buta.
Rahul mendengar gumaman wanita itu, namun tak dia hiraukan. Baginya, ocehan perempuan itu hanya angin lalu saja. Karena sekarang, pikirannya sedang berkelana pada keluarganya.
Jadi, sudah dua minggu berlalu dari insiden kecelakaan dan pertengkaran dengan keluarganya waktu itu? Dan sudah dua minggu pula dia terdampar dan terbaring koma dikota B? lalu bagaimana dengan keluarganya? apakah mereka tau kalau dirinya mengalami kecelakaan pesawat? apakah mereka menghawatirkannya? apakah mereka mencarinya?
Dan bagaimana dengan kakaknya? Apakah acara pernikahannya dengan Amora berjalan dengan lancar? Kalau iya, itu artinya sekarang mereka sudah sah menjadi pasangan suami istri! dengan kata lain, Amora..... mantan kekasihnya, sudah resmi menjadi kakak iparnya sendiri!!
memikirkan kemungkinan itu membuat hatinya kembali sakit dan panas oleh rasa marah dan benci yang menggelora. Tanpa sadar tubuhnya kembali gemetar mengingat kenangan pahit itu. Tangan kanannya mencengkeram gelas air dengan erat, berusaha meredam emosinya dengan menjadikan gelas bening itu sebagai pelampiasan. Namun percuma, pada akhirnya amarahnya meledak juga.
"Arrrrggghhhh...!!!" pekik Rahul sembari melempar gelas ditangannya dengan penuh amarah. Tingkah laku Rahul yang tiba-tiba saja seperti orang kesetanan sontak membuat Zahra terlonjak dan bingung.
"Hei tampan, tenanglah. Ada apa denganmu. Kenapa sangat marah? kamu sedang ada masalah? Apa kamu teringat keluargamu? atau....pacarmu?" Zahra bertanya sembari mengelus-elus pundak Rahul dengan lembut, berusaha menenangkannya. Namun tak ada sepatah kata pun yang dilontarkan pria itu untuk menjawab pertanyaannya. Zahra menghela nafas berat, berusaha memahami mood pasiennya yang sedang buruk itu.
"Ya sudah kalau tidak mau cerita. Aku tidak akan memaksa. Itu kan hakmu mau cerita atau tidak. Tapi sepertinya aku bisa menebak, masalah apa yang sedang kamu hadapi, hingga membuatmu semarah ini" Zahra menghentikan kata-katanya sejenak dan menatap Rahul, untuk melihat reaksi pria itu terhadap ucapannya. Namun Rahul tak kunjung menanggapinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments