MY HEART

Iya benar, andai saja aku lebih mengenal Maxime terlebih dahulu dari pada Niko, mungkin aku sudah jatuh cinta padanya dan berpacaran dengannya. Mungkin juga, aku bisa mengobati goresan luka yang Maxime miliki saat ini.

Aku selalu berharap, semoga Maxime mendapatkan wanita yang baik dan mencintainya dengan tulus seperti almarhum Anggi, kekasihnya.

“Nadia, elo serius?” tanya Maxime saat kami berdua tengah duduk berdua bersama.

“Gue serius, Max. Mana mungkin gue bohong sama lo. Lagi pula, sepertinya gue mulai menyukai lo, Max. Elo mau kan bersabar?”

“Bersabar untuk?” Maxime masih tidak mengerti dengan apa yang Nadia katakan.

“Untuk menunggu gue. Gue ingin elo menjadi sesosok pria yang bisa menggantikan Niko di hati gue."

 

Maxime tertawa lebar begitu mendengar penuturanku hingga membuatku bingung saat melihatnya tertawa seperti itu. Kenapa dengannya? Apa ada yang salah dengan perkataanku tadi?

“Kenapa, Max? Ada yang salah dengan ucapan gue barusan?” Aku bertanya karena tidak mengerti dengan suara tawa Maxime yang sepertinya sangat lucu.

“Elo serius suka sama gue, Nad? Gue nggak nyangka loh, elo cepet banget merubah perasaan lo seperti ini.” Maxime kembali tertawa untuk mengejekku.

 

Aku tertawa lebar begitu mendengar perkataannya. Apa aku salah satu perempuan plin-plan yang mudah jatuh cinta kepada orang lain? Tapi, itu benar. Andai saja aku lebih mengenal Maxime terlebih dahulu dari pada Niko, pasti aku sudah memilihnya dari pada Niko yang kini menjadi suamiku.

“Jadi, ceritanya sekarang gue yang di tolak sama lo, nih?” Aku menatap sinis wajah Maxime.

 

Maxime tersenyum tipis seraya mengacak-ngacak rambutku seperti perilaku seorang kakak kepada adiknya. Aku yang kesal, membalas perbuatannya itu hingga membuat kami berdua tertawa bersama dengan kelakuan kami yang mungkin tampak seperti anak kecil.

 

“Gue tidak ingin jadi pengganti Niko di hati lo, Nad.” Maxime kembali menatap wajahku dengan lembut.

“Lantas? Bagaimana? Aku mana mungkin menjadikan lo nomor satu di hati gue. Itu berat, Max."

“Mendengar lo suka sama gue aja, itu sudah lebih dari cukup untuk gue, Nad. Gue senang akhirnya gue tidak sia-sia membuat lo supaya suka sama gue. Makasih ya, karena lo sudah menyukai gue.” Maxime tersenyum dan memegang lembut rambutku dengan belaian yang begitu hangat seperti belaian seorang ayah.

 

“Iya, Max. Sama-sama, makasih juga karena lo selalu ada untuk gue kapan dan di mana pun gue berada.”

“Sudah sewajarnya, Nad. Asalkan lo membutuhkan bahu untuk bersandar, tangan untuk menghapus air mata lo, gue selalu siap 24 jam untuk lo. Gue akan selalu ada kapan pun dan di mana pun untuk lo.”

 

Aku terharu sekali mendengar perkataan Maxime barusan. Dia benar-benar pria yang baik hati dan sangat bisa diandalkan. Andai saja aku bisa memutar waktu, aku ingin sekali bisa dekat dengannya lebih dari seorang sahabat.

“Max, semoga elo bisa mendapatkan perempuan yang baik dan sangat mencintai lo seperti almarhumah Anggi, yah?”

“Amin. Terima kasih banyak yah, Nad.”

“Sam-sama, Max. Terima kasih juga untuk semuanya. Tanpa lo, gue tidak akan setegar ini.”

 

Maxime tersenyum kecil, ia kembali memegang kepalaku dengan lembut dan juga penuh kasih sayang. Sorotan matanya benar-benar menyejukkan hati. Aku merasa terlindungi jika bersama dengan Maxime, pria asing yang tahu banyak segalanya tentangku.

Terima kasih banyak Maxime, terima kasih karena sudah hadir dalam kehidupanku meski dengan keadaan dan situasi yang cukup rumit seperti ini.

Setelah bertemu dengan Maxime dan saling menghibur satu sama lainnya, aku melangkahkan kakiku menuju kantin. Namun, tiba-tiba saja Dara datang menghampiriku dengan ekspresi wajah yang terlihat sangat aneh.

 

“Nadia!” panggil Dara dari kejauhan dengan langkah kakinya yang terlihat terburu-buru untuk menghampiriku seperti menunggu jawaban sesuatu yang keluar dari mulutku.

 

Dara menghampiriku dengan langkah terburu-buru. Aku mempunyai firasat buruk tentang hal ini. Ada apa, yah? Di lihat dari ekspresi Dara yang seperti itu, dia terlihat sangat kesal sekali. Apa jangan-jangan, dia tau soal pernikahanku dengan Niko lagi? Ini Gawat!

“Dara? Ada apa?” tanyaku mulai gugup.

“Gue pengen ngomong sesuatu sama lo,” katanya dengan ekspresi wajah yang terlihat serius.

Deggghh . . . apa mungkin Dara sudah tahu tentang status pernikahanku?

“Ngomong sesuatu? Ngomong apa?” tanyaku dengan hati-hati.

 

Ekspresi wajah Dara terlihat sangat dingin. Matanya benar-benar tajam dan menusuk tepat ke dalam tulang rusukku.

“Tadi, gue lihat di dompetnya Niko ada foto kalian berdua.”

Benar dugaanku, apa benar Dara sudah tahu semuanya? Kalau tidak, kenapa ekspresi wajahnya terlihat kesal dan kedua bola matanya tidak terlihat bersahabat sama sekali?

“Foto gue sama Niko? Di dompetnya?” Aku berteriak cukup keras karena saking begitu terkejutnya dengan pernyataan Dara barusan.

“Iya, foto itu diambil waktu perpisahan Sma, kan? Soalnya, lo pake kebaya dan Niko pake jas. Kelihatannya, kalian deket banget layaknya orang pacaran. Gue mau tanya sesuatu sama lo, tapi elo mesti jawab jujur. Elo sama Niko sempat berpacaran waktu Sma dulu?” tanya Dara hingga membuatku semakin kalut dan bingung harus menjawab apa.

 

Aku menggigit-gigit kuku jari-jariku. Di saat gugup seperti ini, aku seperti seorang maling yang tertangkap basah oleh masa. Mataku jelalatan kemana-mana, sekarang tamat sudah riwayatku.

“Gue. . . gue. . . gue . . . . ”

“Iya Ra, aku sama Nadia dulu sempat pacaran,” jawab Niko yang tiba-tiba saja datang entah dari mana hingga membuatku juga Dara terlonjak kaget begitu melihat kedatangannya.

“Apa?” teriak Dara tidak percaya dengan jawaban Niko barusan. ”Benarkah itu?”

“Sebentar Ra, gue bisa jelaskan,” kataku mencoba untuk menjelaskan semuanya.

“Aku saja yang mencoba menjelaskan semuanya, Nad,” katanya hingga membuat suasana berubah menjadi sangat tegang. Aku mulai gugup sendiri dan berkeringat dingin. Apa yang akan Niko coba jelaskan kepada Dara?

“Ra, dulu aku memang sempat berpacaran dengan Nadia. Aku sendiri tidak menyangka bisa berpacaran dengannya. Padahal, selama ini yang aku suka adalah kamu. Tapi, selama kamu nggak ada, Nadia yang selalu menghibur aku dan menemaniku.

“Mungkin, selama ini aku lebih dekat dengannya dan aku nyaman dengannya, maka dari itu aku berpacaran dengan Nadia. Tapi, setelah itu kita putus. Yang ada di hatiku sekarang cuma seorang,” tutur Niko panjang lebar hingga membuatku gugup begitu mendengarkan jawabannya.

“Siapa orang itu?” tanya Dara terlihat gugup juga. Dan, aku sendiri juga sangat penasaran, jawaban apa yang akan Niko jawab kali ini.

“Kamu,” jawab Niko sambil menatap wajah Dara begitu lekat.

 

Dara tersenyum tipis seraya memeluk Niko begitu erat. Aku hanya bisa tersenyum kecut melihat Dara dan Niko yang berpelukan seperti itu. Melihat pemandangan buruk itu, aku pun memutuskan untuk pergi. Namun, di saat aku hendak pergi, tiba-tiba saja Niko meraih tanganku dan menggenggam tanganku dengan begitu erat hingga membuatku terkejut karena sikap tak terduganya itu.

“Jangan pergi,” katanya pelan yang nyaris tak terdengar

“Niko?”

“Aku mohon jangan pergi.”

Hatiku rasanya sangat bahagia karena Niko tidak mengizinkanku untuk pergi. Namun, di sisi lain hatiku juga sakit karena harus menyakiti sahabatku, bahkan aku harus menyakiti perasaanku sendiri. Aku tidak ingin mengalami hal ini, aku juga tidak ingin berada di posisi seperti ini. Apa yang harus lakukan sekarang, Tuhan?

Semenjak kejadian tadi siang, aku memberanikan diriku untuk kembali pulang ke rumah. Saat berada di rumah, aku bisa melihat dengan jelas Niko yang tengah duduk di ruang tv sambil termenung. Aku tadinya ragu untuk melangkahkan kakiku mendekat kepadanya, tapi mau sampai kapan aku harus menjauhi suamiku sendiri?

“Niko, aku sudah tidak sanggup lagi untuk menyembunyikan rahasia pernikahan kita dari Dara. Lebih baik kita ceritakan semuanya,” kataku membuka suara.

“Tidak mungkin, aku tidak mungkin cerita sekarang sama Dara tentang status kita, Nad. Aku takut Dara akan berfikiran macam-macam padamu nantinya.”

“Tapi, kenapa? Bukankah aku tidak pernah menjadi seseorang yang penting untukmu?” kataku yang kali ini mencoba untuk menatapnya lebih dalam.

“Siapa yang bilang kamu tidak penting untukku?”

“Itu . . . itu. . . .”

Tiba-tiba saja Niko memelukku begitu erat hingga membuatku sangat terkejut dengan sikapnya yang mendadak seperti ini.

“Kamu sangat penting untukku Nadia, kamu sudah hadir dalam kehidupanku. Hanya saja, posisi kita sekarang yang sedang rumit.”

Aku melepaskan pelukan Niko dan menatapnya dengan lirih.

“Aku memang sayang sama kamu, tapi aku juga sayang sama Dara, dia sahabat aku juga, Nik.”

“Ya, aku faham maksudmu. Kita berusaha sama-sama, yah?”

“Berusaha yang seperti apa? Aku sudah tidak sanggup lagi untuk membohongi sahabatku sendiri, aku juga sudah tidak sanggup lagi untuk menjalani ini semua. Aku tidak sekuat yang kamu fikirkan, Nik."

“Kamu kuat, Nadia. Kamu pasti bisa.”

“Aku tidak bisa,” kataku merendah.

“Lihat aku, Nad!” serunya hingga membuatku menatap wajah Niko dengan berat hati. “Kamu pasti bisa, yakinlah. Kali ini, bantu aku sekali saja. Kamu mau, kan?”

 

Dengan terpaksa, aku menganggukkan kepalaku pelan. Hatiku saat ini begitu kalut dan tidak tahu harus bagaimana. Hatiku sangat sakit harus menyakiti sahabatku sendiri, aku tidak ingin egois. Tapi, aku juga ingin memiliki Niko, aku sangat mencintainya. Dia suamiku yang sah, aku masa depannya dan Dara hanyalah masa lalunya. Tapi. . . . .

“Tunggu sebentar lagi, Nad. Setelah semuanya berakhir, aku akan kembali ke sisimu,” katanya pelan hingga membuatku menatapnya dengan sendu.

 

Esok harinya, aku melihat Dara yang terlihat begitu senang. Meski Niko sudah berkata jujur kalau dirinya sempat berpacaran denganku dulu, tapi sekarang yang ada di hatinya Niko hanyalah dirinya. Melihat senyuman yang mengambang di bibirnya, aku hanya bisa tersenyum kecil dan bernafas lega, walau sebenarnya hatiku masih terasa sakit.

Aku memutuskan untuk pergi. Sementara Dara, saking terlihat begitu senangnya ia sampai melompat-lompat seperti anak kecil di pinggiran jalan kampus hingga membuatnya terpeleset dan menabrak Maxime. Aku yang tidak sengaja melihat mereka bertabrakan seperti itu, langsung bergegas menghampiri mereka berdua.

Melihat Dara yang menabrak Maxime hingga ia jatuh ke pelukannya, membuatku terdiam sejenak dan menghentikan langkahku. Untuk beberapa saat, aku melihat mereka berdua saling beradu pandang cukup lama.

“Apa mungkin?” gumamku pelan saat melihat kebersamaan Maxime dan juga Dara.

“Eh, sorry!” seru Dara dan Maxime bersamaan sambil melepaskan pelukan mereka.

“Sorry,” ujar Maxime sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

“Iya, nggak apa-apa. Gue juga mau minta maaf karena gue tadi kepeleset, jadinya gue nabrak elo, deh.”

“Iya, nggak apa-apa, ko.” Maxime terdengar gugup.

Mereka berdua terlihat canggung sekali. Mereka juga sempat terdiam beberapa detik karena tidak tahu harus membicarakan apa lagi.

“Eh, elo itu Maxime, kan? Yang lagi deket sama Nadia?” celetuk Dara tiba-tiba hingga membuatku yang tidak sengaja mendengarnya begitu terkejut.

“Iya, gue Maxime. Elo Dara pacarnya Niko?”

Dara tertawa kecil dan tampak malu-malu. “Iya gue Dara. Oh iya, elo suka sama sahabat gue, yah?” katanya kembali yang membuatku cukup syok mendengarnya.

“Hah, gue?” katanya terlihat gugup.

“Kenapa? Nggak apa-apa lagi kalau lo suka sama Nadia, nanti gue bantuin elo buat deket sama sahabat gu, deh. Nadia orangnya baik, ko,” katanya kembali bersemangat.

“Iya, gue tahu kalau Nadia itu memang baik.”

“Iya, saking baiknya Nadia, dulu dia sempat pacaran sama Niko,” tutur Dara sambil menghela nafas pendek hingga membuatku kembali merasa bersalah.

“Elo tahu mereka pacaran? Elo nggak marah?” tanya Maxime yang kali ini terlihat penasaran.

“Ngapain gue marah? Gue seneng kalau mereka jujur, jadi diantara kita sudah tidak ada rahasia lagi. Lagi pula, yang ada di hati Niko sekarang kan cuma gue,” katanya kembali terlihat senang.

“Iya, elo bener,” katanya pelan

“Ya udah, gue duluan ya, Max. See you.”

Dara kemudian pergi hingga membuat Maxime menatap kepergiannya dari belakang. Sepeninggalnya Dara, aku memutuskan untuk menghampiri Maxime yang tengah seorang diri menatap kepergian Dara.

“Ini akan semakin berat untuk gue, Max,” kataku yang tiba-tiba muncul dan datang menghampirinya.

 

Aku memegang tasku begitu erat. Sekarang, aku sudah pasrah dengan apa yang telah semuanya terjadi.

“Elo tadi denger pembicaraan gue sama Dara?” katanya dengan melotot tajam dan tampak sangat terkejut dengan kehadiranku.

“Rasanya itu sakit yah, Max?” kataku dengan mata berkaca-kaca.

“Jangan menangis, Nad. Gue tahu elo orang yang kuat dan tegar. Tetaplah tersenyum seperti dulu,” katanya seraya memegang kedua bahuku dan menatapku dengan lembut.

“Elo tahu nggak obat untuk menahan rasa sakit hati gue itu apa? Rasanya, tidak ada obat penawar yang bisa mengurangi rasa sakit gue.”

“Ada satu obat yang bisa menyembuhkan hati lo, Nad,” jawab Maxime sambil menatap wajahku.

“Apa itu?”

“Gue,” katanya pelan hingga membuatku menatap wajah Maxime dengan seksama. “Gue bisa menyembuhkan rasa sakit lo, Nad. Karena gue adalah guardian angel lo. Dan, gue sayang sama lo. Rasa sayang gue untuk lo sangat tulus. Elo sendiri tahu kan perasaan gue sama lo selama ini bagaimana? Elo tidak usah meragukan perasaan gue lagi, elo yang paling tahu perasaan gue terhadap lo selama ini.

“Elo tidak usah mempertanyakan perasaan gue lagi, Nad. Gue sayang sama lo, gue selalu ada untuk lo, gue bisa melindungi lo dan juga menjaga lo. Gue tidak akan pernah membuat lo menangis. Kalau pun gue membuat lo menangis, gue harap itu tangisan bahagia bukan kesedihan. Jadi, lo bisa yakin 100% sama gue, Nad.”

 

Aku kembali tercengang mendengar semua perkataannya. Aku terenyuh dan begitu tersentuh mendengar kata demi kata yang ia lontarkan padaku. Tapi, aku masih bingung, apa aku harus menyerah terhadap Niko dan meninggalkannya atau menerima Maxime dan datang ke sisinya?

 

“Max, aku bingung. Aku tidak tahu harus berbuat apa.”

“Apa yang harus lo bingungkan, Nad? Semua sudah terlihat jelas, kan? Mau sampai kapan lo di sakiti seperti ini terus oleh Niko?”

“Tapi, Niko suami gue. Gue mencintainya.”

“Tinggalkanlah Niko, Nad. Dan, datanglah ke sisi gue,” katanya kembali hingga membuatku terdiam beberapa saat.

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!