Dia adalah Andara, seorang perempuan cantik yang bercita-cita ingin menjadi seorang pengusaha paling kaya raya di seluruh dunia.
Aku kembali mengingat saat aku menemukan sebuah foto yang berada di dalam tasku dan sering aku bawa setiap harinya. Itu adalah fotoku, Niko dan Andara saat kami masih kecil dulu.
Kami sudah bersahabat lama sejak kami masih kecil. Kami adalah tiga sekawan yang selalu bersama\-sama dan saling bergantung satu sama lainnya. Selain Niko, Andara adalah sahabat yang paling aku sayangi dan aku rindukan selama ini.
Dara gadis yang baik dan periang. Namun, dibalik sifat keceriannya itu, ia sering menangis karena masalah\-masalah kecil. Dara memang cengeng, tapi dia adalah sahabat yang paling setia yang aku kenal.
Kami bertiga sangat dekat, keluarga kami masing-masing juga cukup dekat. Dara yang selalu menjagaku ketika sakit, Dara yang selalu menyemangatiku ketika aku dalam kesulitan, Dara yang selalu tersenyum dan menasehatiku ketika sifat tempramenku muncul. Dan juga Dara, yang selalu mengingatkan aku untuk tidak telat makan karena aku pernah masuk rumah sakit gara-gara maghku kambuh kembali.
Semua itu terasa menyenangkan untukku. Kegembiraan itu mulai terasa sirna ketika kenaikan kelas saat kami kelas 10 beberapa tahun yang lalu. Dara dan keluarganya akan pindah ke New York, dia juga akan melanjutkan sekolahnya di sana. Dara juga akan melanjutkan kuliahnya di sana dengan mengambil fakultas Ekonomi yang diimpikannya selama ini.
Sejak kepindahannya, aku, Niko, Bobby dan juga Bella yang mulai menjadi sahabat kami, merasa sangat kehilangan. Kini, Dara sudah kembali dan akan tinggal di Indonesia seperti dulu lagi. Tapi, entah kenapa kembalinya Dara kali ini membuatku begitu sedih.
Iya, Dara adalah cinta pertamanya Niko. Niko sangat menyukai Dara dan sangat mengaguminya. Seiring berjalannya waktu dan kami mulai beranjak dewasa, Niko menyimpan rasa sukanya untuk Dara. Dan, itulah yang membuatku sedih dengan kepulangannya kali ini ke Indonesia.
Karena Dara . . . karena dirinyalah aku memilih untuk mundur.
Masih ingat di dalam ingatanku saat kelas 1 smp, Niko pernah mengatakan kalau dia menyukai Dara. Dan, aku ingin sekali menjodohkan mereka berdua. Tapi, semua niatku itu berubah ketika aku menginjak kelas 2. Aku pernah jatuh cinta sekali kepada Niko saat itu.
Dia membuatku merasa bersalah kepada Dara yang sebenarnya menyukai Niko juga. Tapi, karena usia mereka terbilang masih kecil saat itu, mereka memutuskan untuk tidak berpacaran. Niko membuatku merasakan rasanya pertama kali jatuh cinta. Dan, itu cukup menyiksaku karena aku harus menelan rasa pahit menyukai orang lain yang tidak menyukaiku sama sekali.
Niko yang baik dan perhatian padaku, itu membuatku jatuh cinta padanya. Tapi, perhatiannya tidak hanya tertuju padaku saja, perhatian itu juga ia berikan kepada Dara dan itu membuatku cemburu. Karena rasa cinta yang menyakitkan itu, aku memutuskan untuk menyerah dan menghapus rasa cintaku kepada Niko dengan berpacaran bersama kakak kelas.
Berpacaran dengan kakak kelas, membuatku bisa melupakan Niko dan menghapus rasa cintaku untuknya. Walau sebenarnya, dalam hati yang paling terdalam rasa itu masih sangat membekas.
Saat kami mendengar Dara akan pindah ke New York, Niko begitu sedih dan tidak ingin kehilangannya. Karena tidak ingin melihat Niko bersedih lagi, aku membantunya untuk mengutarakan perasaanya kembali saat Dara berada di bandara.
***5 tahun yang lalu*** . . .
“Aku suka sama kamu, Ra. Aku. . . aku sayang sama kamu,” ungkap Niko saat berada di bandara untuk mengantar kepergian Dara ke New York.
Dara terenyuh ketika mendengar Niko mengungkapkan perasaannya. Aku tahu percis, Dara juga menyimpan rasa yang sama terhadap Niko. Namun, karena keadaanlah yang membuat mereka sampai saat ini tidak pernah bersatu.
“Aku tahu, Nik. Aku juga menyukaimu, tapi aku harus pergi sekarang,” katanya dengan mata yang mulai memerah menahan tangis.
“Aku akan menunggumu, aku akan menunggumu kembali,” katanya penuh harap.
“Iya, kamu harus menungguku. Aku akan kembali dengan cepat dan saat aku kembali, aku janji aku tidak akan meninggalkanmu lagi. Kita berdua pasti bisa bersama\-sama selamanya.”
“*Promise*?” tanya Niko sambil mengacungkan kelingkingnya.
“*I’m promise*,” jawab Dara sambil mengaitkan kelingkingnya ke kelingking Niko.
Mereka berdua berpelukan dengan begitu lama. Pelukan rindu untuk orang terkasih. Aku melihat, ada perasaan yang begitu dalam antara Dara dan juga Niko. *Body languange* mereka mengatakan, kalau cinta itu tidak memandang jarak. Semua ini hanya persoalan waktu, jika waktu sudah tepat mereka pasti akan bertemu dan dipersatukan kembali.
Setelah memeluk Niko, Dara juga tak lupa memelukku dengan begitu erat. Pelukan hangat seorang sahabat. Pelukannya seperti seorang ibu, lembut dan penuh kasih sayang.
“Gue akan merindukan lo, Nad,” katanya sambil memelukku.
“Gue juga akan merindukan lo, Ra.”
“Jaga diri lo baik\-baik. Jaga kesehatan, jangan lupa makan yang banyak dan jangan sering bertengkar dengan Lisa.”
Aku meneteskan air mataku. Aku mengangguk pelan dan kembali memeluknya begitu erat seperti sangat sulit untuk melepaskannya.
“Elo juga, jaga diri lo baik\-baik. Sesampainya di sana, cepat hubungi kami. Kita jangan sampai *lost contact*, yah? Kita harus masih tetap berhubungan walau jarak memisahkan kita.”
“Iya, gue janji.”
Dara pergi. Tapi, ia kembali berlari dan memeluk Niko seperti tidak ingin kehilangannya. Dara juga memberikan ciuman di kening Niko sebagai tanda perpisahan. Dara dan Niko saling bertukar sesuatu, mereka menukar kalung yang pernah mereka beli saat mereka tahu perasaan mereka masing-masing.
Kalung berbentuk hati milik Dara, ia berikan kepada Niko dan kalung kunci milik Niko, ia berikan untuk Dara. Sampai saat ini, kalung itu selalu Niko pakai karena itu kalung kesayangannya. Namun, semenjak pernikahan kami, aku sudah tidak pernah melihat Niko memakai kalung itu lagi.
Cinta Niko untuk Dara begitu besar dan itu yang membuatku untuk tidak mencintai Niko kembali.
Semenjak kepergian Dara, Niko selalu murung. Ia juga selalu bersedih. Bahkan, aku, Bobby dan juga Bella selalu mencoba untuk menghiburnya agar tidak terlarut dalam kesedihannya. Namun, tiba-tiba saja Niko menginginkan aku dan juga dirinya berpacaran. Dan, itulah yang membuat aku cukup terkejut. Saat kami kelas 12, aku dan Niko pergi ke danau bersama. Dan, untuk pertama kalinyalah aku dan juga Niko berpacaran.
***2 tahun yang lalu*** . . .
“Nad,” panggil Niko saat kami tengah duduk bersama di tepi danau.
“Hm. . . . .”
“Apa lo bahagia dengan kehidupan lo yang sekarang?”
“Kenapa memangnya? Elo tidak bahagia?”
Niko tak bergeming. Aku melihat kedua bolanya tampak kosong, sendu dan kesepian. Ia seperti kehilangan arah.
“Gue bahagia. . . . gue bahagia karena ada lo di samping gue, Nad,” ucapnya yang membuatku menatap wajah Niko beberapa saat. Ada senyuman tulus yang terpampang dengan jelas dalam senyumannya.
“Thank’s ya, elo udah mau jadi sahabat yang paling baik untuk gue selama ini.”
Niko menatapku lurus. Dinding hatinya perlahan mulai terbuka, rasa sepi itu perlahan mulai sirna. Ini seperti Niko yang aku kenal beberapa tahun silam. Niko yang merasa kesepian karena ditinggal sang belahan hati, akhirnya mulai menyunggingkan senyuman cerahnya kembali.
“Itu yang seharusnya gue ucapkan sama lo, Nik,” kataku sambil menatap ke arah danau dengan suara air yang begitu tenang.
“Elo tahu gak, Nad? Gue gak tahu jadinya kalau gak ada lo di dunia ini. Gue nggak tahu harus bergantung kepada siapa lagi,” katanya pelan seraya melipat kedua kakinya dan memainkan jari-jarinya.
Aku menatap ke arahnya. Niko terlihat sedang memandang lurus ke depan. Akhir-akhir ini Niko sudah kehilangan berat badannya, apa itu karena dia sangat merindukan Dara?
“Nik, gue janji akan selalu berdiri di samping lo dan akan selalu membuka lebar tangan gue untuk lo genggam. Gue akan selalu ada untuk lo, kapan pun saat lo membutuhkan gue,” kataku dengan menatap wajahnya penuh arti.
Niko tersenyum kecil dan menatap ke arah langit sore yang terlihat sudah berwarna jingga. Matahari sebentar lagi akan terbenam, lembayung senja sudah mulai terlihat. Angin sore pun berhembus begitu kencang hingga menusuk tulang rusukku begitu cepat. Aku memegang kedua lenganku karena dinginnya malam sepertinya sudah mulai menerpa .
“Nad? Ayo kita pacaran!” katanya tiba-tiba yang membuatku terkejut dan menatap wajah Niko dengan ekspresi wajah bingung.
Niko menatapku dan tersenyum lembut ke arahku.
“Ayo pacaran!” katanya kembali sambil mengulurkan tangannya.
Aku terdiam beberapa saat. Mencoba untuk berfikir jernih dan tidak terlarut dalam perasaan. Namun, dengan bodohnya aku menerima tawaran Niko tanpa banyak berfikir panjang terlebih dahulu. Apa keputusanku ini sudah tepat?
“Ayo kita pacaran!” jawabku sambil membalas uluran tangan Niko.
Semenjak kejadian itu, aku dan Niko resmi berpacaran. Walau kami berpacaran, sikap kami tidak ada yang berbeda sama sekali dan selalu sama seperti biasanya. Bahkan, saat kami berpacaran, aku dan Niko masih sering memanggil ‘gue elo’ dan kami juga tidak pernah mengatakan ‘kalau aku suka sama kamu’.
Selama hidup bersama, kata\-kata itu tidak pernah terucap dari dalam mulut kami berdua. Dan, kami sendiri tidak pernah tahu tentang perasaan masing\-masing. Pacaran mendadak dan menikah muda tanpa dilandasi rasa cinta memang begitu hambar. Tapi, itulah hubungan kami yang sebenarnya.
Dan semenjak kami menikah, barulah ada kata aku dan kamu untuk membedakan status kami sekarang. Terkadang, aku sendiri bingung dengan kehidupan yang kami jalani seperti ini. Apa benar Niko itu memang jodohku? Apakah aku ini hanya pelarian saja? Lantas, bagainama nasib rumah tangga kami setelah Dara kembali?
“Ra, kenapa kepindahan lo dadakan seperti ini? Kenapa gak bilang kita dulu, kita kan bisa jemput lo di bandara,” kataku saat kami tengah duduk bersama di taman kampus.
“Gue sengaja mau memberikan surprise untuk kalian berdua. Gue sudah mengatur semuanya, gue juga banyak bertanya pada Noah dan juga adik lo Nad, Kesya. Gue banyak bertanya kalian sekarang kuliah di mana dan kabar tentang kalian.
“Ternyata, kalian kuliah di sini dan gue memutuskan untuk kuliah di sini juga untuk melanjutkan S2. Gue akan melanjutkan study Manajemen gue di sini. Jadi, kita bisa sama\-sama lagi, deh,” tawanya bahagia.
Aku menatap ke arah Niko. Ia tampak terlihat gusar.
“Noah ko gak pernah bilang sama gue kalau dia berhubungan sama lo, Ra?” tanya Niko bingung.
“Gue sengaja bilang sama Noah dan juga Kesya untuk merahasiakan soal kepulangan gue. Oh iya, sekarang pacar lo siapa, Nad? Elo udah punya pacar, kan?” tanyanya tiba-tiba.
Deggg. . . jantungku rasanya berhenti sejenak. Ternyata Dara masih belum tahu tentang pernikahanku dengan Niko. Apa yang harus aku lakukan saat ini? Apa aku harus berkata jujur? Tapi, kenapa ia harus menanyakan soal kekasih setelah sekian lamanya kita tidak bertemu.
Dara tampaknya sangat penasaran. Aku mencoba untuk berfikir sejak. Niko juga sepertinya tidak bisa banyak membantu. Bagaimana ini?
“Nadia baru aja putus dari pacarnya, Ra,” potong Niko cepat hingga membuatku menatapnya bingung.
“Sorry, gue gak tahu. Tapi, elo tenang aja, elo pasti akan menemukan pengganti yang lebih baik dari pacar lo itu. Elo kan cantik, pasti di kampus ini banyak yang suka sama lo,” katanya seraya merangkulku.
ku tersenyum kecut. Bagaimana bisa pria di kampus ini menyukaiku, sementara aku sudah memiliki suami? Situasi kali ini benar\-benar sangat tidak mendukung. Suasana canggung mulai terasa diantara aku dan juga Niko.
“Elo gimana, Nik? Elo sendiri udah punya pacar?” tanya Dara yang membuat jantungku kembali berdegup kencang dan aku begitu penasaran mendengar jawaban Niko kali ini.
Niko kembali menatapku. Sorot matanya kali ini terlihat berbeda. Kedua bola matanya seperti busur panah yang hampir menancap di jantung hatiku. Sorotan mata apa ini?
“Aku single, Ra,” jawab Niko yang membuatku sangat kecewa dan membuat Dara tersenyum lebar.
“Oh iya, Bella sama Bobby kuliah di sini juga, kan? Gue kangen sama mereka berdua, pengen ketemu.”
“Besok mungkin bisa,” jawabku cepat.
“Kalian jangan tinggalin gue, yah? Sekarang, yang gue punya di sini cuma kalian. Maaf, kalau selama ini gue tidak bisa menjadi sahabat yang baik untuk kalian. Tapi, gue janji, gue akan tetap bersama kalian di sini sampai gue mati. Gue nggak akan ninggalin kalian lagi.”
Aku tersenyum kecil dan memegang tangan kanan Dara dengan lembut.
“Gue juga janji akan menjadi sahabat yang baik untuk lo, Ra. Kita akan kembali seperti dulu lagi, selalu bersama dan tak akan pernah terpisahkan.”
Setelah cukup lama berbincang-bincang, aku dan Niko mengantar Dara pulang ke rumahnya. Sementara aku dan Niko, sesampainya kami di rumah, untuk beberapa saat kami terdiam dan tidak bergeming. Suasana kaku ini seperti pertama kalinya kami bertemu. Kami berdua terlihat seperti orang asing.
“Kenapa kita tidak jujur tentang status kita sekarang, Nik?” kataku membuka suara.
“Jangan sekarang, Nad. Aku belum siap.”
“Tapi, kita harus tetap mengatakannya. Kita tidak bisa membohongi Dara lama-lama. Bagaimana kalau Dara tahunya dari mulut orang lain?”
“Tunggu sebentar lagi. Berikan aku waktu sebentar saja untuk memperbaiki semuanya. Kamu mau kan memberikan aku waktu?”
Dengan terpaksa aku mengangguk walau sebenarnya aku kecewa sekali mendengar jawabannya itu. Apa mungkin ia melakukan semua ini karena masih mencintainya? Apa Niko ada fikiran untuk kembali kepadanya? Lantas, bagaimana dengan hubungan kami? Bagaimana dengan status pernikahan kami?
“Apa kamu masih mencintai Dara?” tanyaku yang membuat Niko menatap wajahku seperti hendak memohon.
“Aku tidak tahu, perasaanku sekarang bercampur aduk. Aku tidak tahu yang aku rasakan saat ini. Tapi, yang aku tahu saat ini, aku senang Dara kembali karena aku sangat merindukannya.”
Mendengar jawaban Niko, aku benar-benar kecewa dibuatnya. Hatiku sakit sekali mendengar jawabannya, aku rasanya ingin sekali menangis. Tapi, aku tidak bisa, aku tak sanggup menangis di hadapannya. Perasaan wanita memang mudah sekali terkoyak.
Saat dia membuatku melambung jauh dan begitu tinggi, ia dengan mudahnya menjatuhkanku kembali ke dasar jurang yang paling dalam. Aku benci harus menjadi wanita lemah seperti ini. Aku benci harus menyukai orang lain ketika ia tidak menyukaiku sama sekali.
Bahkan, untuk memandangku saja tak bisa. Lantas, sikap manis yang selama ini ia tunjukan padaku itu apa maksudnya? Apa dia mempermainkan perasaanku? Apa setelah mendapatkanku ia akan membuangku?
Kenapa semua ini harus terjadi padaku? Kalau kejadiaannya akan seperti ini, mungkin sejak dulu aku tidak akan menyetujui pernikahan muda ini. Karena itu hanya akan menyita waktuku saja dan semuanya pasti akan terbuang sia-sia.
“Apa kamu akan kembali ke sisi Dara?” tanyaku kembali yang mencoba menahan agar air mataku tidak mengalir.
“Entahlah, aku bingung. Biarkan semua berjalan dengan sendirinya. Dan, aku mohon sama kamu rahasiakan tentang pernikahan ini dari Dara.”
“Sampai kapan kita harus merahasiakannya?” tanyaku dengan bibir bergetar.
“Biar Dara tahu semua hal ini dari mulutku sendiri. Biarkan aku yang mengatakan dan menjelaskan semuanya. Aku takut Dara syock jika ia tahu semuanya,” jawabnya yang membuatku rasanya ingin sekali berteriak sekencang-kencangnya dan menangis sejadi-jadinya.
“Apa selama ini kamu memikirkan Dara?”
Niko menatap wajahku bingung. Aku sempat memalingkan wajahku, tapi aku kembali menatapnya dengan tatapan menyedihkan.
“Apa aku hanya dijadikan pelarian untukmu saja? Apa aku dijadikan umpan agar kamu bisa melupakan Dara?”
“Nad, apa yang kamu katakan? Kenapa kamu berbicara seperti itu? Aku tidak mengerti maksud perkataanmu itu apa. Aku tidak pernah memanfaatkan status hubungan kita. Tapi, kalau soal perasaanku terhadap Dara aku akui, kalau aku sepertinya masih menyukainya. Karena rasa suka itu sulit untuk dilupakan. Karena tidak mudah bagiku untuk melupakan orang yang pernah aku sukai.”
Bagaimana bisa Niko mengatakan hal seperti itu, sedangkan ia tidak bisa menjaga perasaanku saat ini yang telah menjadi istrinya. Apa kebahagiaan yang aku rasakan beberapa waktu lalu harus sirna begitu saja? Apa aku tidak boleh bahagia?
“Nad, are you ok?” tanya Niko ketika melihatku terdiam.
“Lalu, bagaimana dengan perasaanku?” tanyaku yang membuat Niko terdiam sejenak dan menatap wajahku begitu lekat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Lia Kiftia Usman
sedihnya.....selamat thor, hatiku hanyut akan karyamu
2020-09-16
1