Degg. . . jantungku rasanya hampir copot. Niko tiba-tiba saja datang menarik tanganku dan mencium keningku. Sejak kapan Niko jadi seperti ini? Sikapnya yang manis, membuatku menjadi salah tingkah. Tapi, ku akui, aku sangat bahagia dengan perubahan sikap Niko yang begitu manis padaku.
Aku terdiam terpaku sejenak di tempatku. Begitu Niko mengucapkan kalimat ingin belajar mencintaiku, aku kembali tercengang dan dibuat bingung oleh sikapnya hari ini. Setelah mengucapkan kalimat itu, Niko pun pergi.
Mobil Niko sudah berlalu, aku pun beberapa kali menyubit kedua pipiku dan mengacak\-ngacak rambutku sendiri sampai orang\-orang yang melihat ke arahku menatapku dengan sinis.
“Aishh, sadarlah Nadia, Niko itu bersikap manis sama lo karena dia punya beban tanggung jawab terhadap lo. Jangan salah artikan sikap manisnya selama ini sama lo. Aishh, menyebalkan!” teriakku yang kemudian langsung masuk ke dalam mobil dan segera bergegas pergi untuk pulang.
Namun, dari jarak yang cukup lumayan jauh, ada sepasang mata yang sedang memperhatikan ke arah mobilku. Aku sendiri sebenarnya sudah merasakan hal itu sejak berada di cafe. Sepertinya ada seseorang yang terus memperhatikan ke arah meja kami. Tapi, aku sendiri tidak tahu itu siapa dan tidak begitu memperdulikannya.
Sesampainya di rumah, ternyata Niko juga baru sampai di rumah dan keluar dari mobilnya. Aku hanya tersenyum lembut ke arah Niko dan segera membuka pintu rumah. Namun, sialnya tanganku dan Niko kembali bersentuhan saat kami membuka pintu. Hal ini membuat kami kembali salah tingkah dan sepertinya Niko pun mempersilahkanku untuk masuk terlebih dahulu.
“Ladies first?”
“Iya,” jawabku gugup, “aku mandi dulu,” kataku yang kemudian pergi mengambil handuk.
Niko mengangguk dan sepertinya ia juga bersiap\-siap untuk mandi dan segera mengambil handuknya. Sekeluarnya aku dari dalam kamar mandi, aku berpapasan dengan Niko kembali di depan pintu. Dan, itu membuat kami saling berpandangan satu sama lainnya. Aku mencoba untuk mengalihkan dan berjalan ke samping kiri Niko, tapi sepertinya Niko mengikuti arah jalanku dengan pergi ke arah samping kiri juga.
Saat aku mengambil arah jalan samping kanan, Niko kembali mengikuti jejakku. Kali ini, aku terdiam dan membiarkannya kembali melangkah terlebih dahulu karena hal itu membuat suasana menjadi canggung.
Selesai mandi dan berpakaian, aku mengambil air minum di dapur. Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam, tapi entah kenapa aku sudah mulai merasa mengantuk dan lagi\-lagi aku berpapasan dengan Niko. Sepertinya, ia juga hendak mengambil air minum.
“Rumah ini sempit atau kita memang tidak sengaja melakukan hal yang sama terus, ya?” kataku membuka suara.
“Entahlah, sepertinya rumah ini memang sempit,” jawabnya sambil menggaruk\-garuk kepala. “Hmm, kita nonton, yuk?”
“Boleh.”
Dengan suasana yang cukup canggung, kami berdua segera menuju ruang tv dengan perasaan gugup. Karena bingung mau menonton apa, akhirnya kami memutuskan untuk menonton film action.
Kami duduk dengan jarak yang berjauh\-jauhan. Aku mengepalkan kedua tanganku gugup. Suasana menonton malam ini cukup sunyi. Bingung mau memulai pembicaraan dari mana karena kami berdua tidak ada yang mau membuka suara terlebih dahulu.
“Nad?” panggil Niko yang membuatku terkejut mendengar panggilannya.
“Iya?” teriakku tanpa sadar.
Mendengar teriakanku, Niko langsung tertawa. Aku jadi malu sendiri dengan sikap canggungku ini.
“Ganti film horror gimana?”
Aku mengangguk dan segera mengganti filmnya. Semalaman menonton dan terlalu fokus pada film, membuatku tidak tersadar kalau Niko tertidur pulas di atas sofa. Melihat Niko tertidur, aku pun memutuskan untuk mematikan tv.
Untuk beberapa saat, aku memandangi Niko yang tengah tertidur begitu pulasnya. Wajahnya saat tidur seperti anak kecil. Benar\-benar menggemaskan. Karena tidak ingin mengganggu tidurnya, aku memutuskan mengambil selimut di dalam kamar. Tetapi, tiba\-tiba saja Niko menarik tubuhku, hingga membuatku terjatuh dan tertidur di sofa .
Niko mulai memelukku hingga aku kembali terkejut dengan sikapnya kali ini.
“Biarkan aku seperti ini selama 10 menit. Kamu nggak keberatan, kan?”
Aku mengangguk. Niko memejamkan matanya dan kembali tertidur. Melihat Niko dengan jarak seperti ini membuatku sangat gugup. Aku memberanikan diri untuk memegang wajahnya dengan perlahan. Aku juga mulai memberanikan diri untuk membelai\-belai rambutnya dengan penuh kasih sayang.
“Selamat tidur, Niko.”
Waktu bergulir begitu cepat, aku tidak sadar kalau semalaman tidur di atas sofa bersama dengan Niko. Bahkan, saat aku membuka mataku, aku begitu terkejut karena semalaman tidur di ruang keluarga hingga ada selimut yang membungkus tubuhku.
“Tidurmu nyenyak?” tanya Niko yang baru saja keluar dari kamar mandi.
“Aku tidur di sini?” tanyaku bingung.
“Aku mencoba membangunkanmu. Tapi, tidurmu sangat nyenyak hingga membuatku tak tega membangunkanmu. Ya sudah, mandi sana! Kamu ada kuliah pagi, kan?”
Aku mengangguk dan segera bergegas menuju kamar mandi. Setelah selesai mandi dan merias diri, kami sarapan pagi bersama dengan sarapan yang sudah di persiapkan oleh Niko sebelumnya.
Selesai sarapan, aku dan Niko bergegas untuk segera menuju kampus. Selama di dalam mobil, aku melihat Niko sejak tadi memijat\-mijat pundaknya dengan tangan kanannya. Sepertinya itu karena semalaman tidur di sofa, Niko jadi memijat\-mijat pundaknya yang terasa pegal.
“Kamu kenapa, Nik?” tanyaku saat Niko tengah memijat\-mijat pundaknya seraya memegang stir.
“Nggak apa\-apa, cuma pegel\-pegel aja.”
“Mau aku pijat?”
Niko menggeleng. Ia hanya tersenyum tipis sembari menaruh tangannya yang panjang juga kekar di atas kepalaku. Sesampainya di kampus, aku dan juga Niko langsung menuju kelas kami masing\-masing.
Namun, sebelum pergi, entah ada angin apa Niko membalikkan badannya dan tiba\-tiba saja mencium keningku kembali hingga membuatku tercengang untuk beberapa saat dan tidak mengedipkan mataku karena begitu terkejut dengan sikap Niko yang kembali seperti ini.
“Sampai jumpa pulang nanti,” tutur Niko lembut kemudian pergi hingga membuatku terdiam terpaku di tempat.
Aku menatap kepergian Niko. Untuk beberapa detik aku mencoba untuk mengatur nafasku. Aku masih tampak syock dengan sikap Niko yang tiba\-tiba mencium keningku seperti itu. Ini benar\-benar di luar dugaan dan aku masih tidak percaya Niko bisa bersikap seperti itu.
Entah kenapa, rasanya jantungku berdegup begitu kencang. Aku sangat bahagia sekali sampai membuatku tersenyum-senyum sendiri. Hatiku benar-benar seperti hendak keluar dari raganya. Saking bahagianya, aku tidak sengaja menabrak seseorang saat aku membalikkan badan hingga membuatku terjatuh ke lantai.
“Elo?” seruku saat melihat wajah seseorang yang telah menabrakku.
“Hay, perempuan tak suci!” ejeknya sambil tersenyum sinis hingga membuatku rasanya ingin sekali menghajar wajahnya saat ini juga.
“Maksud lo apa mengatakan hal\-hal yang tidak sepantasnya seperti itu?”
“Kenapa? Elo nggak suka dengan panggilan baru itu?”
“Elo?”
“Apa? Elo mau marah sama gue? Memangnya lo berani melawan gue setelah kejadian 3 tahun yang lalu? Masih berani lo?” katanya sambil mendorong\-dorong tubuhku dengan kasar.
“Jangan pernah ungkit\-ungkit masa lalu lagi. Elo fikir, kejadian 3 tahun lalu itu murni kesalahan gue? Itu kan hanya reyakasa lo saja. Yang harusnya dikatakan seorang pembunuh itu lo, bukan gue!”
Hampir saja Lisa menampar pipiku, tetapi sepertinya ada seseorang yang menahan tangan Lisa agar tidak mengenai pipiku.
“Niko?” seruku saat melihat Niko berada di sampingku dan menahan tangan Lisa.
“Jangan pernah lo sentuh Nadia dengan tangan kotor lo itu. Dengerin gue ya Lisa, mulai detik ini lo jaga jarak 10 meter dari Nadia. Kalau sampai aja gue tahu lo deket\-deket dengan Nadia, gue bisa menyewa pembunuh bayaran untuk ngebunuh lo, mutilasi lo dan organ\-organ tubuh lo gue jual ke luar negeri. Faham lo?!”
Niko pun pergi dengan kesal seraya menarik tanganku hingga membuat Lisa hanya menggerutu sendiri. Aku begitu terkejut karena Niko masih saja terus menarik tanganku sambil melangkahkan kakinya dengan begitu cepat.
“Kamu mau bawa aku sampai kapan, Nik? Ini kan fakultas Kedokteran bukan Psikolog!” kataku yang membuat langkah Niko terhenti.
Niko melepaskan tangannya dari tanganku saat ia sadar kalau dirinya tengah membawaku pergi begitu jauh sampai ke depan fakultas Kedokteran.
“Wah, tadi itu kamu, Nik?” tanyaku yang begitu takjub dengan perkataannya untuk mengancam Lisa hingga ia tidak bisa berkutik sedikit pun.
“Aku tidak akan membiarkan Lisa sedikit pun untuk menyentuh kamu, Nad. Jadi, kamu tenang saja, aku akan selalu hadir untuk menjadi guardian angelmu.”
Perkataan Niko barusan membuatku sangat tersentuh sekali. Untuk pertama kalinya, aku melihat Niko yang cuek dan selalu tidak peduli dengan apa yang dilakukan Lisa padaku, mengatakan hal yang sangat luar biasa. Aku tidak menyangka sama sekali, Niko akan membantuku untuk menghadapi Lisa seperti tadi.
Selama mata perkuliahan berlangsung, aku masih bisa mengingat dengan jelas semua yang diucapkan oleh Niko tadi pagi padaku. Bahkan, saat dosen yang sedang menjelaskan pun seperti wajah Niko yang sedang tersenyum padaku.
Mungkin, aku sudah benar\-benar gila, tapi entah kenapa bayang\-bayang wajah Niko terus menghantuiku. Bahkan, pulpen yang sedang ku pegang pun seperti wajah Niko yang sedang tersenyum padaku.
“Kau sudah gila, Nadia!” kataku sambil menutup wajahku dengan kedua tanganku.
Saat perkuliahan selesai dan keluar dari kelas, tiba\-tiba saja ada segerombolan pria\-pria yang menabrakku hingga membuat buku\-buku yang sedang aku pegang berhamburan ke lantai.
“Aishh, bukan minta maaf kek gitu udah nabrak orang, malah pergi dengan seenaknya. Anak zaman sekarang memang sudah tidak ada rasa sopan santun sama sekali!” gerutuku kesal.
Saat aku tengah membereskan buku\-buku yang berjatuhan, tiba\-tiba saja ada seorang pria yang membantuku merapihkan buku\-buku milikku.
“Thank’s,” kataku pelan.
Pria itu tidak menjawab. Ia pergi begitu saja tanpa memandang ke arahku lagi. Namun, aku bisa melihat dengan jelas pria itu memakai sebuah gelang berwarna putih yang rasanya sangat tidak asing untukku lihat.
Siapa pria itu?
❤❤❤
“Nad, ayo berangkat sekarang!” teriak Niko.
“Iya, sebentar. Aku ngambil kunci mobil dulu.”
Pagi ini benar\-benar membuatku repot sekali. Menjadi mahasiswi dan ibu rumah tangga di usia dini membuatku menjadi wanita yang super sibuk. Selain harus menyiapkan sarapan untuk Niko, aku harus meninggalkan rumah dalam keadaan bersih dan juga rapih.
Niko ini memang paling tidak suka kalau melihat rumah dalam keadaan berantakan. Maka dari itu, aku harus bangun lebih awal untuk menjalankan kewajibanku. Beberapa hari ini, aku dan Niko memang disibukkan dengan berbagai tugas akhir.
Menjadi mahasiwa yang hampir menyelesaikan masa baktinya di kampus membuat kami berdua harus rela begadang demi sebuah nilai. Seperti pagi ini, aku sibuk membawa buku\-buku tugasku. Belum lagi, aku harus menyetir karena Niko tampak sibuk dengan tugas\-tugasnya juga.
Setelah mengambil kunci mobil, aku langsung bergegas menghampiri Niko yang sudah berada di dekat mobil. Kali ini, aku mengambil tugas bagian menyeti dan membiarkan Niko untuk menyelesaikan tugasnya yang begitu banyak itu.
“Tugas kamu banyak banget, yah?” tanyaku saat sedang mengemudikan mobil dan melirik ke arah Niko yang sedang fokus dengan laptopnya.
“Iya, kemarin juga aku ada beberapa obrolan penting dengan wali dosenku,” katanya seraya mengetik sesuatu di dalam laptopnya.
“Obrolan penting? Obrolan penting apa?” tanyaku penasaran seraya mengernyitkan keningku bingung.
“Soal melanjutkan S2 ku di Jerman.”
Aku terdiam sejenak. Terdiam tanpa kata. Mendengar kata Jerman, rasanya ada sebilah pisau yang menghujam jantungku. Bukan bermaksud berlebihan, tapi rasanya aku seperti sebulir air mata yang berada di penghujung pipiku. Seperti tersendat oleh sebuah benda yang berat dan seperti terkunci di dalam ruangan yang sangat kecil.
“Jerman?” ulangku tampak terkejut.
“Iya, kalau IP ku 4 terus dan dipertahankan sampai wisuda nanti, aku mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan S2 ku di Jerman,” ceritanya.
“Beasiswa?” ulangku kembali.
“Iya, aku sudah banyak melakukan diskusi dengan wali dosenku. Dan, kalau aku mampu mempertahankan Ip ku, melanjutkan S2 di Jerman sudah di depan mata.”
Aku terdiam sejenak dan tak melanjutkan perkataanku. Niko memang pria hebat yang pernah aku kenal. Sejak kecil, Niko selalu menjadi juara umum di kelasnya. Setiap kali aku satu kelasnya, aku selalu bersaing ketat dengannya. Niko yang selalu menjadi juara umum, sedangkan aku harus puas menjadi juara 3.
Bahkan, dari awal semester sampai sekarang saja, IP Niko selalu 4 dan itu benar\-benar prestasi yang sangat luar biasa. Tapi, aku cukup syock saat mendengar Niko bisa mendapatkan beasiswa ke Jerman untuk melanjutkan S2nya. Kenapa Niko baru mengatakan hal sepenting itu padaku hari ini?
“Apa keluargamu dan juga teman\-temanmu tahu tentang hal ini?”
Niko mengangguk pelan. Aku sedikit kecewa mendengarnya. Kenapa, kenapa aku harus menjadi orang terakhir yang tahu tentang hal yang paling penting dalam karirnya? Sebenarnya Niko menganggapku seperti apa, sih?
“Jadi, kamu beneran bakalan melanjutkan S2 kamu di Jerman, Nik?” tanyaku kembali.
“Sepertinya iya, melanjutkan study di Jerman adalah impian besarku,” katanya menjawab.
“Berapa lama nanti kamu di Jerman?” tanyaku kembali.
“Aku tak begitu yakin kalau aku bisa menyelesaikan S2 ku dengan cepat. Aku ingin melanjutkan study ku untuk mengambil Specialis. Tapi, ini masih banyak pertimbangan dan aku belum bisa memutuskannya,” paparnya.
Aku kembali terdiam dan mencoba untuk berkonsentrasi dalam menyetir. Pandanganku lurus ke depan dan tak berani menatap wajah Niko saat ini.
“Apa ada rencana kamu melanjutkan S3 juga di sana?”
Niko terdiam beberapa saat dan menatap wajahku dengan begitu lekat. “Entahlah, mungkin bisa jadi aku melanjutkan S3 ku juga di sana.”
Benar dugaanku. Niko benar\-benar merencanakan semua ini dengan matang tanpa persetujuan dariku.
“Jadi, kamu akan tinggal lama di sana?”
“Sepertinya begitu,” jawabnya pendek dan kembali mengerjakan tugasnya.
“Ternyata, kamu sudah mempersiapkan semua ini dengan matang, yah?” kataku pelan hingga membuat Niko tiba\-tiba saja melirik ke arahku dan menatapku dengan pandangan yang sangat sulit diartikan.
“Kamu kenapa, Nad?” tanyanya sambil menatapku bingung.
“Aku nggak apa\-apa, ko. Kenapa memangnya?”
“Apa ada hal yang ingin kamu sampaikan padaku?”
“Tidak ada. Tapi, aku cuma mau mengatakan kamu harus semangat terus, yah? Semangat untuk menggapai semua impianmu dan jangan sampai kamu jatuh sakit. Aku di sini akan selalu mendukungmu.”
Niko menatapku dengan lembut. Ia tersenyum tipis dan memegang kepalaku dengan tangan kanannya.
“Kenapa?” tanyaku bingung saat melihat Niko sejak tadi menatapku terus.
“Nggak apa\-apa, aku ngerti ko apa yang kamu rasakan saat ini.”
“Maksud kamu?”
“Nggak apa\-apa. Lupakan saja apa yang aku katakan tadi.”
Sesampainya di kampus, Niko tampak sangat terburu\-buru sekali. Kami juga tak sempat untuk saling berbicara satu sama lainnya, bahkan Niko juga tak sempat berpamitan padaku. Niko memang sedang sibuk akhir\-akhir ini. Aku juga sering sekali melihat Niko hampir 2 minggu ini begadang terus dan sibuk mengerjakan tugasnya.
Lalu, bagaimana dengan nasibku jika Niko akan melanjutkan S2nya di Jerman nanti? Kenapa Niko tidak mendiskusikan hal ini dulu padaku? Walau bagaimana pun juga, aku itu sekarang adalah istrinya. Walau Niko tidak mencintaiku, seharusnya dia mendiskusikan soal hal ini dulu kepadaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Mimosa
kak author mau tanya knpa banyak garis miringnya ya. Garis miring ini punya arti kah? Jadi binggung 😄
2020-09-22
0