Nama gue Maxime, gue biasa di panggil Max. Usia gue saat ini 23 tahun, gue mahasiswa baru pindahan dari Jerman. Gue melanjutkan S2 gue di Indonesia sebagai seorang ahli hukum seperti bokap gue, yang bekerja di salah satu kantor hukum tepatnya berada di negara Jerman.
2 tahun yang lalu, nyokap gue meninggal di Jerman karena sakit keras. Setelah nyokap gue meninggal, gue memutuskan untuk kembali ke Indonesia setelah sekian lama gue meninggalkan tanah kelahiran gue.
Gue meninggalkan dua kakak laki-laki gue di Jerman sana, gue juga memutuskan untuk mencari jati diri gue di Indonesia. Karena sebenarnya, tempat gue itu bukan di Jerman melainkan di sini, di Indonesia.
Ada sebuah rahasia besar yang selama ini gue pendam bertahun-tahun lamanya. Dan, kini gue harus menguak rahasia itu dan mencari tahu kebenarannya. Bertahun-tahun menyimpan rahasia ini, gue cukup menderita, tertekan dan sangat tersiksa sekali. Bahkan, kali ini gue kembali ke Indonesia dengan maksud tertentu. Gue harus mencari belahan jiwa gue yang hilang bertahun-tahun lamanya.
Gue tengah duduk di bangku taman kampus sembari menatap sebuah kalung berbentuk hati yang selama ini gue pakai setiap harinya. Di dalam kalung itu, terdapat foto seorang wanita yang paling gue sayangi di dunia ini. Namun, di saat gue tengah melihat foto seorang perempuan di dalam kalung tersebut, ada seseorang yang datang menghampiri gue dan duduk di samping gue.
“Ayo lagi apa?” seru Nadia yang tiba-tiba saja datang.
“Nad? Bikin gue kaget aja.”
“Elo lagi ngapain sih sendirian di taman? Elo lagi lihat apa?” tanyanya saat melihat gue sedang memegang sebuah kalung berbentuk hati.
“Oh, ini kalung hati milik gue. Di dalam kalung ini ada foto perempuan yang special banget di hati gue.”
Gue menatap kalung hati milik gue cukup lama. Sepertinya, Nadia begitu penasaran, sampai ia juga memandangi kalung milik gue.
“Foto? Itu foto siapa, sih? Cewenya, ya?” tebaknya yang membuat gue tersenyum lebar.
“Cewe gue lebih cantik dari pada lo, Nad. Mau lihat?”
“Wihh, cantik! Bolehlah, gue jadi penasaran.”
Gue tersenyum tipis dan mengeluarkan selembar foto dari dompet berwarna coklat milik gue.
“Wah, cewe lo cantik banget, Max!” serunya saat melihat sebuah foto yang baru saja gue berikan padanya.
“Iya, dia memang cantik dan sangat sempurna di mata gue.”
“Cewe lo sekarang di mana? Jangan-jangan, lo ke sini mau nyari cewe lo, ya? Tapi, kalau lo udah punya cewe, kenapa elo malah ngejar-ngejar gue dan bilang suka sama gue segala? Elo selingkuh?” tuduhnya yang membuat gue langsung tertawa lebar begitu mendengarnya.
“Sembarangan, gue nggak selingkuh, yah!”
“Lantas? Kalau udah punya cewe, kenapa elo malah bilang sayang sama gue?” selidiknya.
Kedua mata Nadia yang berwarna coklat menatap gue dengan tatapan menyelidik. Matanya yang bulat, pipinya yang memiliki lesung pipi membuat gue jadi gemas ingin menyubitnya.
“Tunggu, elo cemburu ya, Nad? Jangan-jangan elo mulai suka lagi sama gue?” tuduh gue.
“Iya, gue sudah mulai menyukai lo. Tapi sayang, gue malah di duain. Nasib gue emang buruk soal cinta!” katanya manyun dan membuat gue langsung mengacak-ngacak rambutnya pelan.
“Sayang gue buat lo melebihi rasa sayang gue untuk cewe gue, Nad. Elo lebih special, jadi tenang aja,” jawab gue hingga membuat Nadia menatap gue dengan tajam.
“Hey, kasian cewe lo kalau lo malah jatuh cinta sama gue. Emang susah sih buat menolak pesona gue,” katanya narsis.
“Ckkk. . . elo tenang aja, Nad. Gue di sini mau nyari orang yang lebih penting dari pada cewe gue, dia separuh nyawa gue yang hilang,” jawab gue sembari menatap ke atas langit.
Nadia mengikuti arah mata gue dan ikut memandangi langit siang hari yang terlihat begitu cerah.
“Separuh nyawa lo? Siapa?” tanyanya penasaran.
“Seseorang yang lebih penting dari pada cewe gue. Cewe gue itu separuh hati gue sedangkan dia yang gue cari itu separuh nyawa gue. Makanya, dia lebih penting,” ucap gue sambil menatap sebuah foto dari balik kalung berbentuk hati milik gue.
“Apakah kalung yang elo pegang itu ada foto orang yang lo cari, Max?”
Gue mengangguk pelan sambil memandangi fotonya dengan mata berkaca-kaca.
“Terus, cewe lo ke mana?”
“Cewe gue ada di atas sana,” jawab gue sambil menunjuk ke atas langit.
Nadia mengikuti arah kepala gue dan menatap ke atas langit dengan begitu terkejut.
“Eh, sorry Max gue nggak tahu.”
“Gak apa-apa, dia itu cewe yang special banget buat gue, Nad. Dia pergi sudah 1 tahun lamanya dan gue nggak bisa melupakan sosok dia dari hati gue.”
Nadia memandangi gue dengan tatapan lirih. Ia juga menggenggam kedua tangan gue dengan lembut.
“Kalau boleh tahu, cewe lo meninggal karena apa, Max?” tanyanya penasaran.
“Kecelakaan, kecelakaanlah yang merenggut nyawanya. Saat sedang membantu gue mencari separuh nyawa gue yang hilang, cewe gue pergi untuk selama-lamanya,” cerita gue dengan kedua bola mata gue yang terlihat rapuh dan juga sendu.
Nadia terhanyut dalam suasana begitu mendengar kisah cinta gue yang sangat amat pilu itu. Cinta gue begitu besar untuk cewe yang paling gue cintai di dunia ini. Cinta gue juga begitu tulus dan kuat. Dan siapa pun yang mendengar cerita cinta ini, pasti akan ikut menangis juga. Seperti Nadia dan tentunya gue sendiri.
“Max, gue yakin, suatu saat nanti elo pasti akan mendapatkan pengganti cewe lo yang lebih baik. Elo itu kan baik, pasti elo akan mendapatkan cewe yang lebih baik dari baiknya elo. Karena orang baik pasti akan mendapatkan orang yang baik juga,” ujar Nadia sambil tersenyum sambil memegang kedua tangan gue.
Gue menatap Nadia lekat-lekat, Nadia pun membalas tatapan mata gue. Lambat laun kami berdua saling melempar senyum. Senyuman yang sangat manis, senyuman Nadia itulah yang membuat gue tersentuh dan terpesona saat melihatnya.
“Makasih ya, Nad.”
“Sama-sama, Max.”
“Kalau begitu, elo aja yang jadi pengganti cewe gue,” tawa gue yang membuat kedua bola mata Nadia membelalak.
“Apa?”
“Elo nggak mau jadi pacar gue?” tanya gue menggodanya.
“Maxime!”
“Jujur Nad, hati gue masih belum rela melepas perginya Anggi. Saat gue memutuskan untuk kembali ke Indonesia, Anggi juga ikut terbang ke Indonesia dan kembali ke rumahnya. Anggi yang sedang melanjutkan kuliah Hukumnya di Jerman, membuat gue bertemu dengannya di kampus dan jatuh cinta pada pandangan pertama padanya.
“Tadinya, gue ingin menikah dengannya. Tapi, ada satu misi yang harus gue lakukan di Indonesia. Maka dari itu, Anggi memutuskan unuk kembali ke tanah kelahirannya bersama gue. Tapi, naasnya kecelakaan itu malah terjadi dan merenggut nyawanya. Dan, kini gue menyesal telah membawanya ikut bersama gue.”
Tiba-tiba saja Nadia memeluk gue begitu erat. Dia menangis, ikut menangis seperti apa yang gue rasakan saat ini. Sial, kenapa gue harus menangis di saat seperti ini? Kenapa gue harus menjadi seorang pria cengeng seperti ini?
“Menangislah, Max. Gue tahu apa yang lo rasakan saat ini, gue tahu dan gue bisa merasakannya.”
Gue menangis dalam pelukan hangat Nadia. Entah kenapa, hati gue selalu rapuh jika mengungkit soal Anggi yang sudah 1 tahun lamanya meninggal. Gue benar-benar merindukan Anggi, gue ingin sekali bertemu dengannya.
Anggi, aku merindukanmu.
“Gue laki-laki bodoh yang tidak bisa bertanggung jawab, Nad.”
“Elo nggak bodoh, Max. Elo lelaki hebat yang pernah gue kenal. Andai saja gue lebih mengenal lo dari pada Niko, mungkin gue sepenuhnya memberikan hati gue untuk lo. Dan, mungkin gue tidak akan menjalani pernikahan muda ini. Gue pasti akan hidup bahagia bersama lo. Karena lo jauh lebih menghargai gue dari pada dia.”
`“Jadi, maksud lo?”
“Gue mulai merasa nyaman di dekat lo, Max. Gue jadi ingin mengenal lo lebih dekat. Karena rasa nyaman bisa berubah jadi rasa suka, kan? Dan, gue rasa, gue mulai menyukai lo, Max.”
"Nadia, elo serius?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments