Erland yang tadinya tersenyum cerah, seketika berubah expresi. Ia menatap tajam pada orang yang baru datang dan menyapa mereka.
“Hay!” sapa Arkan dengan canggung.
“Nikah gak kabar-kabar, bro. Kayak gak anggap aku teman,” kata orang itu.
Melihat orang itu, membuat Erland begitu tidak suka. Ia mendengus kesal saat mendengar orang yang baru datang itu ngobrol dengan Arkan.
Laras menyadari kekesalan dan perubahan yang terjadi pada Erland. “Kak Er. Kenapa?” tanya Laras dengan pelan pada Erland.
“Gak apa-apa. Tolong kamu jangan dekat-dekat sama dia, dia itu berbahaya,” kata Erland. Laras pun mengangguk.
“Gimana mau kabarin, kamu kan di luar negeri.” Kata Arkan. “Kapan kamu balik dari Singapura?” tanya Arkan kemudian.
“Semalam, setelah tau kamu menikah aku langsung datang kesini,” kata orang itu. “Aku mau kenalan dulu sama istrimu.”
Orang itu pun mendekati Laras dan Erland yang tampak sangat akrab sekali.
“Hay, selamat ya. Kenalin, aku Ramon temen Arkan dan Erland!” Pria itu mengulurkan tangannya pada Laras, tepat di hadapan Erland.
“Aku gak pernah menganggap kamu sebagai teman!” cetus Erland.
“Laras, makasih,” kata Laras. Laras merasa risih saat pria yang bernama Ramon itu memegang dan menahan telapak tangannya.
“Cantik banget istrinya, Arkan.” Batin Ramon.
“Kenapa tatapannya kayak gitu?” Laras bertanya dalam hati.
“Lepasin bisa gak?” Erland melepaskan paksa tangan Ramon yang menahan tangan Laras.
“Kamu kenapa sih? Sensi banget sama aku,” kata Ramon sembari tersenyum mengejek pada Erland.
“Aku muak liat muka kamu!” cetus Erland dengan geram. “Mending kamu cepat pergi dari sini!” usir Erland pada Ramon. Entah kenapa, ia begitu tidak suka melihat kedatangan Ramon.
“Heh! Situ siapa berani ngusir? Sadar diri posisi lu di keluarga ini apa?” Ramon membenarkan jasnya sembari tersenyum mengejek pada Erland.
Erland tersulut emosi. “Jaga mulutmu! Atau aku akan memukul mu di tempat ini!” geram Erland.
“Er, udah lah! Malu banyak orang,” kata Arkan pada Erland. Laras yang berada di belakang Erland merasa takut dengan kehadiran Ramon, jadi ia bersembunyi di balik punggung Erland.
Wajah Erland memerah, ia mencoba untuk meredam emosinya. “Kak, dia siapa?” bisik Laras pada Erland, tepat di hadapan Ramon dan suaminya.
“Setan!” balas Erland.
“Ppffft! Setan nyata ya, kak?” Laras menutup mulutnya dengan kedua tangan. Ia merasa geli pada Erland yang menyebut Ramon setan.
Entah kenapa? Erland dan Laras cepat sekali akrab. Kedekatan mereka berdua sudah seperti kakak dan adik. Bahkan tidak segan-segan Erland mengusap kepala Laras di hadapan Arkan dan juga keluarganya.
“Ar, cantik! Aku permisi dulu, ya. Ada kerjaan yang harus aku selesaikan!” pamit Ramon pada Arkan dan Laras. Tampak, ia mengedipkan sebelah matanya pada Laras.
“Macam-macam, ku congkel bola matamu!” geram Erland yang melihat gelagat buruk dari Ramon.
Arkan tersenyum kecil, ia tidak menyangka bahwa sahabatnya itu begitu memperhatikan teman lama mereka yang memang berperilaku kurang baik dan kurang sopan itu.
“Hati-hati, Ar! Jaga istrimu, aku yakin dia akan sering-sering mendatangi kalian berdua,” kata Erland kepada Arkan sembari melirik Laras.
“Iya,” kata Arkan. “Udah, sana pergi. Ganggu orang aja.” Arkan mengusir Erland dari kursi pelaminan itu.
Erland pun segera meninggalkan sepasang pengantin itu. “Kalau dia masih hidup, pasti sudah sebesar Laras.” Batin Erland. Pria itu terlihat memikirkan sesuatu.
Sepeninggalan Erland, Laras bertanya pada Arkan. Kenapa Erland sepertinya sangat tidak menyukai Ramon.
“Ar, kenapa sih? Kok kayaknya Kak Er gak suka banget sama orang yang tadi. Ada apa?” tanya Laras, perempuan itu sepertinya penasaran sekali.
“Udah ah, jangan di bahas sekarang. Kalo di bahas sekarang, sampe subuh juga gak akan kelar,” kata Arkan. Laras pun terdiam setelah mendengar perkataan pria yang sudah menjadi suaminya itu.
Tak terasa, hari sudah beranjak malam. Tamu-tamu masih terus berdatangan. Wajah Laras terlihat sangat lesu, ia sudah benar-benar lelah.
“Sayang, aku antar ke kamar, ya,” kata Arkan. Ia begitu kasihan melihat Laras yang mulai risih dengan gauj yang ia pakai.
“Nanti aja, aku masih tahan kok. Lagian gak enak juga sama tamu-tamu, terutama mama, papa dan orangtua Kak Er,” kata Laras.
“Seriusan, masih tahan?” Arkan menatap lekat wajah istrinya. Laras pun tersenyum dan mengangguk.
Jam menunjukan pukul 22:13 menit. Tamu undangan sudah mulai sepi, Arkan pun pamit kepada Papa Han untuk membawa istrinya istirahat.
“Pa, Arkan sama Laras istirahat duluan, ya! Kasian Laras keliatan capek banget,” kata Arkan pada Papa Han.
“Iya, lagian udah malam juga. Nanti istrimu malah sakit,” balas Papa Han.
Arkan pun segera membawa Laras ke kamar pengantin mereka. Sesampainya di kamar itu, Laras segera membaringkan tubuhnya di atas ranjang yang di taburi kelopak bunga mawar.
“Uhh! Punggungku rasanya enak banget,” kata Laras.
“Mandi dulu, baru istirahat, yank,” ucap Arkan pada Laras.
“Nanti, ya. Aku tidur bentar aja!” tawar Laras. Arkan mendekati istrinya itu, ia memijat kaki Laras dengan pelan. Ia begitu kasihan kepada istrinya yang terus berdiri dan duduk seharian di kursi pelaminan.
“Gaunnya di buka dulu, biar gak risih,” ucap Arkan sembari membuka resleting gaun pengantin yang di kenakan istrinya.
Laras hanya menurut, matanya sudah terlalu mengantuk. Jadi ia hanya membiarkan Arkan yang membuka pakaiannya.
“Duduk dulu, dong! Gimana bukanya coba?” Arkan meminta istrinya itu untuk duduk. Ia begitu kesulitan membuka gaun pengantin yang di kenakan istrinya itu.
Dengan mata terpejam, Laras segera turun dari ranjang pengantin itu. Arkan pun ikut turun, ia membuka gaun yang di kenakan oleh Laras.
Tanpa rasa dan tanpa hasrat, ia melihat tubuh istrinya yang hanya berbalut pakaian dalam saja.
“Beneran gak mau mandi?” tanya Arkan.
“Nanti aja deh, sekarang tidur aja dulu!” tanpa malu Laras kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Tubuh yang hanya berbalut pakaian dalam saja.
Tak butuh waktu lama, Laras yang sudah meringkuk di atas ranjang, terlelap begitu saja. Arkan yang merasa kasihan, akhirnya memilih untuk memakaikan istrinya itu pakaian. Arkan pun mengambil sebuah gaun tidur dan memakaikan pada istrinya yang terlelap itu dengan perlahan.
Setelah berhasil memakaikan pakaian Laras, Arkan pun pergi menuju kamar mandi. Ia memilih membersihkan diri terlebih dulu sebelum tidur.
Sekitar lima belas menit kemudian, ia keluar dari kamar mandi. Ia segera berganti pakaian dan ikut merebahkan diri di samping istrinya.
Arkan mengamati wajah Laras yang terlihat sangat damai itu. “Aku gak tau, sayang. Menikahi kamu adalah anugerah atau sebuah kesalahan yang akan menjerumuskan kamu dalam kesedihan dan kesengsaraan,” ucap Arkan dengan lirih. Pria itu mengusap pelan pipi istrinya. “Aku minta maaf, karena tiba-tiba menarik kamu kedalam hidupku yang gak berguna ini!” ia memberanikan diri untuk mengecup lembut kening Laras.
Setelah puas memandangi wajah damai istrinya. Arkan pun ikut merebahkan tubuhnya dan tidur dengan memeluk erat tubuh Laras.
Tak lama kemudian, ia pun ikut terlelap dan menyelami alam mimpi.
.
.
.
BERSAMBUNG!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Joey Joey
Opo adik e
2022-12-18
0
Yanti dian Nurhasyanti
mudah2an dengan seiringnya waktu arkan sembuh dari penyakitnya
2022-10-17
0
Ida Lailamajenun
jangan" Laras adik nya Erland lagi wkt kecilnya terpisah..
2022-09-29
0