Mulut Laras menganga lebar di buat nya, ia begitu terkejut. “Ar, aku gak jadi! Ayo kita pulang aja!” Laras hendak kabur dari toko perhiasan itu.
“Eitzzz! Mau kemana?” Arkan menahan lengan Laras, sebelum Laras kabur dari toko itu.
“Aku gak jadi pilih kalung, mahal banget. Kita pulang aja, ya!” ajak Laras pada Arkan. Ia tidak ingin, Arkan mengeluarkan uang begitu banyak hanya untuk sebuah kalung.
Arkan mengarahkan sebelah tangannya kepada karyawan toko perhiasan itu. Karyawan itu segera meletakan kalung itu di telapak tangan Arkan.
“Kita gak bisa pulang, sebelum kamu pakai kalung ini!” Arkan meminta Laras berbalik. Ia pun memasang kan kalung itu ke leher Laras.
“Tuh kan! Makin cantik,” kata Arkan dengan senyuman yang tersungging di bibirnya.
Karyawan toko itu menatap dengan rasa tak percaya. Pasalnya, sudah lama ia bekerja di mall itu. Tapi, ia tidak pernah melihat Arkan selembut dan seramah itu.
“Ar, ini mahal banget!” Laras memegangi liontin kalung yang sudah tergantung di lehernya.
“Ini gak ada apa-apa nya di bandingkan kamu yang hadir dan menempati hati ini!” Arkan menarik dan meletakan telapak tangan Laras di dadanya.
“Ya tuhan! Ternyata, Tuan Muda bisa selembut dan seromantis ini.” Batin Karyawan toko perhiasan itu.
“Ar, aku malu,” ucap Laras dengan lirih. Pipinya sudah berubah bersemu merah.
Setelah itu, Arkan mengajak Laras berkeliling mall itu untuk berbelanja. Tapi, sebelum itu Arkan memberi isyarat kepada karyawan toko perhiasan itu untuk menyiapkan barang yang ia ingin dan butuhkan.
“Coba yang ini!” tunjuk Arkan pada dress selutut berwarna merah muda.
Gaun itu adalah pakaian ke sekian kalinya yang sudah di coba oleh Laras. “Masih ada yang harus ku coba lagi?” tanya Laras setelah ia melepaskan dress merah muda itu.
“Kalau masih ada yang ke pingin kamu coba. Coba aja! Yang tadi kan aku yang ke pingin, bukan kamu,” kata Arkan pada Laras. Diam-diam, ia juga sudah memberi kode kepada pemilik toko pakaian itu.
“Udah ah, aku capek,” kata Laras pada Arkan. Laras lah satu-satunya gadis yang berani membalas perkataan Arkan.
“Udah capek! Sekarang mau kemana?” tanya Arkan dengan lembut pada Laras.
“Mau pulang, katanya nanti malam mau kerumah papamu. Aku belum masak dan siap-siap loh!” ujar Laras pada Arkan.
Akhirnya, Arkan membawa Laras pulang ke kontrakan. Sesampainya di kontrakan, Laras terkejut dengan semua barang yang ia coba di mall tadi. Sudah berpindah ke kontrakannya.
“Ar, inikan pakaian yang aku coba tadi?”
“Emang iya! Kamu gak suka?” tanya Arkan sembari memandang wajah Laras yang kebingungan.
“Bukannya gak suka. Tapi kan sayang uangnya di belikan pakaian sebanyak ini!”
“Aku gak beli kok,” kata Arkan dengan enteng.
“Kalo gak beli terus apa? Nyuri!”
“Orang mall itu punya aku, kenapa mesti beli. Semua nya juga punya aku!” terang Arkan. Membuat Laras semakin terperangah.
“Serius? Kamu gak bercanda kan, Ar?” tanya Laras. “Sebenernya kerjaan kamu apa sih? Kamu diapa?”
“Aku Arkan lah! Anaknya Pak Handoko!” timbal Arkan. “Udah, jangan banyak mikir. Siapapun aku, itu gak penting. Yang pasti, aku pacar kamu!”
“Dih, pacar. Kapan kita pacaran?” Laras menatap wajah Arkan yang sangat dekat dengan wajahnya itu.
“Kapan kamu bilang? Kan kita emang gak pernah pacaran!” Arkan malah memajukan wajahnya hingga semakin dekat dengan wajah Laras. Membuat Laras semakin salah tingkah di buatnya. “Kita bakal pacaran setelah nikah! Gak lama lagi, papa akan menikahkan kita, aku harap setelah nanti papa bicara kamu gak akan terkejut.”
.
.
.
Malam harinya, Arkan dan Laras sudah bersiap untuk pergi ke kediaman utama Sudrajat. Arkan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, setelah menempuh perjalanan sekitar setengah jam. Akhirnya, mobil Arkan memasuki gerbang besi yang menjulang tinggi. Di dalam gerbang itu lah kediaman Sudrajat, rumah megah yang berdiri kokoh.
“Ayo turun!” ajak Arkan pada Laras yang masih setia berdiam diri di dalam mobilnya.
“Aku takut, rumah kamu gede banget,” kata Laras.
“Ini bukan punyaku, tapi punya papa,” kata Arkan. Ia pun memaksa Laras untuk turun.
Akhirnya, Laras turun dari dalam mobil itu. Dan mengikuti langkah Arkan memasuki rumah itu.
“Asalamualaikum,” ucap Laras saat mengikuti langkah Arkan masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu itu, sudah menunggu Papa Han dan Mama Rita.
“Waalaikum salam!” balas Papa Han. Tampak, pria paruh baya itu tersenyum manis kepada Laras yang berpenampilan kalem dan manis dengan dress brukat di bawah lutut dengan make up titip di wajahnya.
“Kayak gini penampilannya, norak,” guman Mama Rita.
“Sana, salaman dulu sama papa,” bisik Arkan kepada Laras.
Dengan takut, Laras pun mendekati Papa Han yang duduk di atas sofa ruang tamu itu. Ia meletakan bungkusan yang ia bawa, dan menyambut tangan Papa Han.
“Selamat malam, om,” ucap Laras. Papa Han tersenyum saat telapak tangannya di sentuh oleh telapak tangan Laras yang lembab oleh keringat.
“Selamat malam, jangan panggil om dong. Kamu kan calonnya Arkan, jadi panggil papa aja. Kayak Arkan,” kata Papa Han. “Kamu cantik dan juga sangat sopan, pantas saja Arkan betah berlama-lama sama kamu.”
Setelah bersalaman dengan Papa Han, Laras beralih pada Mama Rita yang berada di sebelah Papa Han. Tampak, wanita setengah paruh baya itu tidak menyukai gadis yang ada di hadapannya.
“Selamat malam tante,” ucap Laras sembari menarik tangan Mama Rita, ia ingin menyujudi tangan wanita setengah paruh baya itu.
Tiba-tiba saja, Mama Rita menarik tangannya dengan kasar dari tangan Laras. Membuat Laras terkejut dan hampir manangis, terlihat gadis itu ketakutan. Wajahnya berubah merah, perlakuan Mama Rita barusan, membuat ia teringat dengan bibi nya yang bernama Yanti. Yang selalu memperlakukan dirinya dengan buruk.
“Sini, sama papa saja,” kata Papa Han. Laras tidak berani mengangkat kepalanya. Ia menjadi begitu takut.
“Sayang, jangan perduli kan mama lampir itu! Ayo, kita ajak papa ke dapur aja. Kamu tadi bawa masakan kamu kan?” Arkan mendekati dan merangkul pundak Laras. “Ayo, pa. Laras tadi masak yang enak loh! Khusus buat papa.”
“Ayo! Kita tinggalkan aja mama di sini sendirian. Jadi orang kok gak ada manis-manis nya!” sindir Papa Han pada istrinya itu.
“Emang lemineral? Hahaha!” Tawa Arkan setengah di paksakan.
Akhirnya, Laras pun mengikuti Papa Han dan Arkan menuju dapur. Ia membawa makanan yang ia masak di kontrakan bersama Arkan sore tadi.
“Mana sih! Kok Maya belum juga datang?” gerutu Mama Rita. Ia dan Maya sudah bersekongkol untuk membuat Laras sakit hati dan tidak betah di rumah itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Ida Lailamajenun
Maya nya lagi dangdutan nyari duit tuh
2022-09-29
0
@C͜͡R7🍾⃝ᴀͩnᷞnͧiᷠsͣa✰͜͡w⃠࿈⃟ࣧ
ayo Laras semangat yg dukung kamu banyak yg duku Maya cuma mama Arkan
2022-07-25
0
Apriyanti
lanjut thor
2022-07-12
0