Papa Han yang sudah mandi dan terlihat rapi, segera menuruni anak tangga setelah mencium bau masakan yang menusuk penciumannya.
“Wangi sekali, siapa yang masak?” tanya Papa Han pada dirinya sendiri sembari berjalan menuju dapur.
“Wah! Pagi banget kamu bangun, Ras?” tanya Papa Han saat sudah tiba di area dapur itu.
“Iya, om ehh pa. Laras bangun subuh tadi,” kata Laras.
“Mbok, siapa yang belanja, mbok?” tanya Papa Han pada Mbok Nunung yang sedang membantu Laras menata makanan di atas meja.
“Tadi, Mang Udin yang di suruh Non Laras ngejar tukang sayur di komplek depan, Tuan!” jawab Mbok Nunung.
“Oh, pagi banget ya!” ujar Papa Han sembari mendudukan bokongnya di kursi makan yang memang biasa menjadi tempatnya duduk.
Saat Papa Han sedang sibuk mengajak Laras bercerita dan mengobrol. Tiba-tiba Arkan turun dari lantai atas masih dengan rambut yang kusut dan piyama yang ia kenakan semalam.
“Pagi, pa. Pagi sayang!” Arkan mendekati Papa nya dan Laras.
Ia ikut duduk di kursi yang ada di depan papanya. Setelah Laras dan Mbok Nunung selesai menyajikan makanan, Papa Han dan Arkan mulai mengisi piring mereka.
“Ini apa?” Arkan mencomot sambal terong yang ada di dalam mangkuk.
Plak! Papa Han memukul pergelangan tangan Arkan. “Tuman! Dari kecil gak pernah berubah, sembarangan dan sembrono!”
“Hahaha! Arkan kan cuman tanya, ini apaan?” tanya Arkan lagi.
“Itu sambal terong, enak,” kata Papa Han. “Lebih enak lagi, kalau terong nya dipanggang terus di penyet sambal.” Tambah Papa Han.
“Terong!” Arkan seperti memikirkan sesuatu. “Pa, terong apa? Kok mama gak pernah bikin?”
Saat mereka sedang sibuk membahas terong, Mama Rita dan Maya turun dari lantai atas dan ikut bergabung di meja makan.
“Loh! Loh! Kenapa dia masih ada disini!” tunjuk Arkan pada Maya yang begitu lengket pada Mamanya.
“Kenap kalau dia disini? Ada masalah?” tanya Mama Rita pada Arkan. “Orang perempuan kampung itu aja tidur di rumah ini, kenapa Maya gak boleh?”
Arkan menatap Mamanya itu dengan tatapan malas. Ia begitu tidak suka mendengar perkataan yang keluar dari mulutnya mamanya.
“Lagian juga, mama lebih suka liat Maya dari pada liat dia!” tunjuk Mama Rita pada Laras yang ada di sebelah Arkan.
“Mama!” tegur Papa Han pada istrinya itu. Mama Rita hanya mencebikan bibirnya.
“Udah lah, pa. Jangan di ladenin, anggap aja si Mama lampir dan mbak lampir ini adalah angin ribut yang bertiup di tepi pantai!” sindir Arkan pada Mamanya dan juga Maya.
Papa Han dan Arkan pun tidak meladeni Mama Rita yang selalu membuat ulah. Kedua pria berbeda generasi itu segera menyantap sarapan mereka.
Karena lapar, Mama Rita dan Maya pun ikut sarapan.
“Enak banget.” Batin Mama Rita setelah mencicipi masakan Laras.
Tak terasa, makanan yang ada di dalam piring Mama Rita sudah habis. Ia pun berniat untuk mengisi piring nya lagi.
“Ehemm.. Katanya gak suka sama calon mantu, tapi sama masakannya suka!” sindir Papa Han. Membuat Mama Rita merasa malu.
.
.
.
Dua minggu kemudian, tibalah di mana acara pernikahan Arkan dan Laras di langsungkan. Kini, mereka berdua telah duduk di hadapan penghulu.
“Sudah siap, Mas Arkan?” tanya bapak penghulu.
“Sudah, pak!” sahut Arkan.
“Mbak Laras, sudah siap?” tanya bapak penghulu pada Laras yang duduk di samping Arkan. Laras pun menganggukkan kepalanya, tanda bahwa ia pun telah siap.
“Kalau begitu, jabat tangan saya!”
Arkan pun menjabat tangan bapak penghulu.
“Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau, Arkana Sudradjat bin Handoko Sudradjat dengan Kirana Larasati binti Almarhum Antoni dengan emas kawin yang tersebut di bayar tunai!”
“Saya terima nikah dan kawinnya, Kirana Larasati binti Almarhum Antoni dengan emas kawin yang tersebut di bayar tunai!” Arkan mengucapkan ikrar janji pernikahan itu dengan tegas dan lantang di hadapan orangtuanya dan juga saksi yang hadir.
“Bagaimana para saksi? Sah?!”
“Sah!”
“Alhamdulillah!”
Setelah nya, Laras mencium tangan pria yang kini telah menjadi suaminya. Arkan pun mencium kening istrinya di depan semua orang sebagai ungkapan rasa syukurnya.
Arkan dan Laras bergantian menyalami Papa Han dan Mama Rita.
“Semoga tuhan selalu melimpahkan kebahagian untuk kalian berdua, nak.” Papa Han menyentuh kepala Arkan dan Laras. Senyum bahagia terukir di bibir Papa Han. Ia senang, akhirnya putra semata wayangnya itu mendapatkan jodoh, seorang gadis sederhana yang baik dan penuh dengan masih sayang.
Arkan dan Laras beralih pada Mama Rita, tapi seperti biasa. Mama Rita mencebikan bibirnya, terlihat sekali bahwa ia benar-benar tidak senang.
“Nikmati hari ini! Tapi, setelah ini aku akan membuat kamu merasakan penderitaan yang menyakitkan,” bisik Mama Rita di telinga Laras.
“Laras bakal tunggu saat itu tiba, ma!” balas Laras.
Setelah acara ijab qobul itu selesai. Arkan dan Laras di boyong Papa Han ke hotel bintang lima, tempat di mana pesta pernikahan putra dan menantunya itu di laksanakan.
“Aku jadi malu, Ar,” ucap Laras dengan pelan.
“Malu kenapa?” tanya Arkan sembari menyentuh dagu gadis yang sudah sah menjadi istrinya itu.
“Aku berasa kayak upik abu yang bersanding sama pangeran,” kata Laras membuat mata Arkan mendelik lebar.
“Kok ngomongnya kayak gitu?”
“Aku, aku bener-bener malu,” ucap Laras.
“Hust! Gak boleh ngomong kayak gitu, aku beruntung banget bisa mendapatkan gadis seperti kamu. Gadis yang luar biasa, yang bisa dengan tulus dan ikhlas menerima pria yang gak sempurna kayak aku ini! Jadi tolong maafkan aku, yang tanpa sengaja menarik kamu ke dalam lubang penderitaan ini.” Arkan menatap kedua mata Laras dalam-dalam. Laras membalas tatapan itu.
“Berhenti dulu romantis nya!” tiba-tiba, Erland datang dan memisahkan sepasang pengantin itu. Ia duduk di antara Laras dan Arkan.
“Mundur dikit, bang! Sana-sana! Biar gambarnya keliatan bagus!” Erland datang ke kursi pelaminan itu membawa seorang fotografer handal. Ia ingin mengabadikan moment spesial sahabat serta bosnya itu.
“Er, jauh-jauh dari istriku!” usir Arkan dengan begitu tidak suka.
“Pinjam sebentar!” ujar Erland. Ia merangkul sepasang pengantin itu.
“Senyum ya,” kata Erland memberi aba-aba pada Laras dan Arkan.
“Ar, geser dikit dong. Aku mau foto berdua sama istrimu!” pinta Erland sembari mendorong tubuh Arkan dari sampingnya.
“Jangan macam-macam! Ku potong gajimu!” ancam Arkan pada Erland.
“Maaf, Tuan Muda Arkana! Hari ini saya sedang libur, jadi anda tidak bisa memecat saya,” kata Erland. Ia cuek pada Arkan yang kelihatan sangat dongkol.
Erland dan Laras berfoto ria, membiarkan Arkan yang duduk lemas di kursi pelaminan itu.
Saat Laras dan Erland sedang sibuk. Tiba-tiba seseorang datang dan menyapa ketiga orang yang ada di pelaminan itu.
“Hay!” sapa orang itu.
Erland yang tadinya tersenyum cerah, seketika berubah expresi. Ia menatap tajam pada orang yang baru datang dan menyapa mereka.
.
.
.
BERSAMBUNG!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Yanti dian Nurhasyanti
selamat buat pengantin...🤗.
cuma siapa yg datang y🤔
2022-10-17
0
Ida Lailamajenun
akhirnya sah juga Laras ma arkan.emg Arkan bnr" niat ma Laras buat jadi istri.tinggal nunggu acara belah duren nya nih bisa gk si rajawali nya Arkan beraksi😂😂
2022-09-29
0
@C͜͡R7🍾⃝ᴀͩnᷞnͧiᷠsͣa✰͜͡w⃠࿈⃟ࣧ
hayo siapa itu
2022-07-25
0