...🌿🌿🌿...
...•...
...•...
...•...
Deo
Meski sedari tadi ia berbicara, namun pandangnya tak lepas dan terus mengincar Arimbi yang senyam-senyum ke arah Daniel. Ia merasa sangat tidak di hargai oleh perempuan itu
" Beraninya dia!"
Dan saat ia berbicara di akhir kalimat, ia yang memang belum mengalihkan pandangannya dari arah Arimbi, terkejut demi mendengar ucapan ' Mesum ' yang terlontar lirih dari mulut Arimbi.
Deo merasa tersinggung. Perempuan itu pasti menyindir dirinya. Sebab tidaklah seseorang itu dikatakan tersinggung, kecuali dia benar melakukannya.
Kesemua yang ada di sana tentu saja terkejut, manakala Deo tiba-tiba diam dan menatap tajam Arimbi yang baru saja mencibirnya secara terang-terangan.
" Kenapa bos?" Tanya Erik yang melihat kebisuan bosnya dengan rahang yang mulai mengetat.
.
.
Arimbi
Usai saling melempar senyum sapa yang penuh kenormalan kepada Daniel, ia lalu menundukkan pandangannya dan tak mau menatap pria sombong itu.
Ia membiarkan Deo nyerocos tanpa tahu poin penting yang di utarakan. Hatinya mendadak kehilangan respek manakala ia disindir terlambat tadi. Padahal, kenyataannya ia tidak terlambat.
Ingatannya kembali pada kejadian beberapa waktu lalu, saat ia dengan mata kepalanya sendiri melihat pria sombong itu, memangku seorang wanita bersusu montok yang kapasitas beha-nya tidak mampu menahan ukuran benda jumbo itu.
" Banyak cing - cong banget padahal mesum!" Ia terus menyangkal ucapan Deo dengan kalimat sanggahan dalam hatinya. Sama sekali tak meresapi kalimat-kalimat informatif dari bibir Deo.
Arimbi terus dan terus mencibir, ia juga kesal karena sejak awal ia dikatai hanya lulusan SMK, ia juga kesal saat ponselnya di tahan secara sepihak, dan ia lebih kesal manakala ia yang menunggu lama diluar, namun yang di dalam ruangan rupanya tengah asik berbuat mesum.
" Mesum!"
Sial, apa yang ada di pikirannya justru terlontar begitu saja bahkan saat Deo tengah menatapnya. Ia terkejut manakala suasana mendadak senyap, sesaat setelah ia keceplosan.
" Aduh, Kenapa aku malah ngomong. Dia denger deh kayaknya!" Arimbi kini harap-harap cemas. Benar-benar tak menyangka jika lidahnya akan tergelincir.
Kini, Arimbi dan Deo saling melempar tatapan. Daniel juga tak tahu ada apa sebenarnya terjadi, bahkan Erik sampai menanyai bosnya karena suasana yang mendadak hening dan mencekam.
" Kenapa bos?" Tanya Mas Erik dengan wajah serius dan kedua alisnya kini bertaut. Membuat tubuh kesemua peserta kini menjadi kaku.
" Minta yang terlambat tadi untuk menemui ku ke ruanganku!" Ucap Deo masih menatap tajam Arimbi, dan sejurus kemudian pria itu melesat pergi ke atas.
Membuat suasana seketika tegang.
Mereka tak tahu mengapa Deo bisa semarah itu. Daniel yang juga penasaran kini memilih untuk diam. Ia tahu bosnya itu merupakan orang yang sangat berpengaruh dan tak suka di sela di bekerja.
Melihat situasi yang tidak kondusif, Erik memilih ambil bahagian disana.
" Oke, seperti yang dikatakan Pak Deo tadi, silahkan merapat kepada Pak Aswin untuk foto pengambil Pas di kantor Nawangsa Pura setelah ini, dan Arimbi silahkan menuju ke ruangan Pak Deo ya?"
...----------------...
Arimbi tahu jika pria sombong itu saat ini pasti marah terhadap dirinya. Ia tak menampik, jika mulutnya memang keceplosan. Tapi mau bagaimana lagi, ia juga insan biasa yang memiliki rasa jengkel kepada sesama makhluk.
Ia bahkan tak sempat melihat apalagi menatap ke arah Daniel , yang sebenarnya turut memasang raut penuh kecemasan kala ia mulai menapaki anak tangga itu.
Arimbi berusaha menguasai dirinya dengan menarik napasnya dalam-dalam, guna memenuhi kebutuhan oksigen yang jelas sangat ia butuhkan untuk membunuh rasa groginya kali ini.
Otaknya benar-benar tegang, serta laju darahnya mendadak melambat.
TOK TOK TOK
Ia mengetuk pintu itu sebanyak tiga kali dengan perasaan yang tidak bisa di definisikan. Antara takut dan juga merasa bersalah.
" Masuk!"
Sahutan dari dalam benar-benar membuatnya merinding. Intonasi suara pria itu kini bahkan terdengar mengerikan.
CEKLEK
Ia membuka pintu dan sebisa mungkin menyuguhkan raut biasa. Ia bukanlah wanita yang mudah ditindas sebenarnya. Ia adalah representasi dewi Agni, yang nyala kobarannya mampu menerangkan jika dirinya tak mudah di remehkan.
Namun, kenyataan lain musti ia hadapi. Pagi ini, ia mengetahui langsung bagiamana seorang Deo yang marah.
Deo duduk dan berkutat di depan laptopnya seraya bergeming. Arimbi berdiri dan tak mengeluarkan sepatah katapun saat ia berdiri seraya menatap tajam pria sombong di depannya itu.
Satu menit, dua menit, tiga menit, kebisuan masih melanda. Hanya suara jari kekar Deo yang beradu genit dengan tombol-tombol pada benda elektronik berlogo apel cuil itu.
Membuat kesabaran Arimbi semakin di uji.
Kesabaran Arimbi semakin lama semakin terkikis, ia rupanya tidak memiliki stok sabar yang banyak seperti orang lain . Ia tak tahan lagi. Hak sepatu tinggi yang kini ia kenakan juga makin membuat situasi makin runyam Kakinya kebas dan pegal.
" Pak?" Ucap Arimbi yang benar - benar ingin menangis. Laki-laki di depannya itu telah mengacuhkannya lama sekali.
" Sebentar!" Sahut Deo ketus tanpa mengalihkan pandangannya. Membuat Arimbi benar-benar menahan emosi.
" Asu ni orang, dipikir kakiku enggak pegel apa?" Arimbi kesal sebab Deo tak menyuruhnya untuk duduk sekalipun di depannya ada dua kursi kantor dengan spon tebal yang terlihat nyaman untuk di duduki.
Damned!
" Duduk!" Ucap Deo sesaat setelah ia menutup laptopnya beberapa menit kemudian. Deo rupanya ingin memberikan efek jera pada Arimbi.
" Beneran ni orang ya?!" Arimbi sudah tak bisa lagi menyembunyikan kekesalannya. Ia kini menarik kursi itu kasar lalu menggigit giginya sendiri, demi mengurangi rasa emosi yang membuncah. Apa mau pria di depannya itu sebenarnya.
Deo yang melihat jika Arimbi terpancing emosinya, kini terlihat memasang wajah yang lebih serius
" Kamu tahu kenapa kamu saya minta datang kesini?" Deo melipat kedua tangannya ke atas meja, sejurus kemudian menatap lekat ke arah Arimbi yang wajahnya kini sudah geram.
" Tidak!" Jawab Arimbi, ia ingin menangis rasanya. Kakinya pegal, dan pria di depannya itu bagai monster yang kerap menyakiti hatinya belakangan ini.
Deo menarik sudut bibirnya. " Selain sombong, kamu ini juga bermulut kurang ajar!"
Arimbi menelan ludahnya, mata dan hidungnya mulai memanas kala Deo menatapnya penuh kehinaan.
BRAK!
" Apa kamu pikir kamu ini sudah hebat hah?"
Arimbi tersentak saat tangan kekar Deo menggebrak meja dengan begitu kerasnya. Mata pria itu bahkan terlihat memerah dan rahangnya mengetat di waktu bersamaan.
" Kamu ngatain saya apa tadi, hah?" Tanya Deo dengan napas memburu. Pria itu seolah-olah akan menelan Arimbi hidup-hidup. Suara Deo yang keras bahkan menggema di ruangan itu. Membuat wajah Arimbi seketika pucat.
Arimbi menitikkan air matanya sejurus kemudian. Ia menangis bukan karena takut kepada deoy, tapi karena nelangsa. Harus seperti inikah menjadi orang kecil? Lagipula, sekalipun ia keceplosan, bukankah apa yang diucapkannya itu merupakan sebuah kebenaran?
Deo mesum kan?
Arimbi benar-benar merasa nelangsa. Sungguh, kadang meskipun kita benar, namun jika kita ini bukan siapa-siapa, kita tetap tidak akan mendapatkan tempat.
" Jangan main-main kamu sama saya. Keluar kamu!"
Ucap Deo dengan emosi yang masih kentara. Sejurus kemudian Arimbi bangkit lalu melesat tanpa basa-basi. Ia tahu, Deo menghardiknya agar ia tak membicarakan hal riskan itu lagi.
Detik itu juga, Arimbi benar-benar benci kepada Deo. Ia berjalan seraya menghapus air matanya menggunakan punggung tangannya. Dadanya sesak. Sungguh, jika bukan karena Ibu, mungkin ia tidak akan bertahan disana.
You are my enemy, bos!
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 175 Episodes
Comments
𝐕⃝⃟🏴☠️𝐀⃝🥀иσνιєℛᵉˣ𝓐𝔂⃝❥࿐
Hhhmm..bungkam saja mulut Deo dengan kinerjamu disitu Arimbi 🙄
2023-12-18
0
Erni Fitriana
tunjukkan kegigihanmu mbiiii💪💪💪💪
2023-04-30
0
Erni Fitriana
sikat mbiiiii🏒🏒🏒🏒🏒🏒🏒🏒🏒🏒🏒aku sedia'in stik golf mbii
2023-04-30
0