...🌿🌿🌿...
...•...
...•...
...•...
Deo
Ia tahu benda apa yang saat ini terlihat menggelikan namun terlihat menggairahkan sewaktu dikenakan itu. Namun pura-pura tidak tahu jelas menjadi pilihan aman saat ini.
Ya, jelas benda itu merupakan harta karun milik Roro yang tertinggal. Masalahnya, kenapa dan bagiamana bisa ditemukan oleh Mama saat ini, ia juga tidak tahu.
Demas hanya melirik, pria itu juga pria dewasa, mustahil ia tak mengerti apa itu. Namun adik dari Deo itu lebih memilih tak ikut campur, ia tahu kalau kakaknya memang pemain.
" Deo!" Hardik Mama dengan mata melotot demi melihat kebisuan Deo yang makin menjadi.
" Anu...emmm anu Ma, Mama nemu dimana sih, itu Deo enggak tahu Ma. Apa punya pemilik yang lama dulu?"
Benar-benar licin, pria itu bahkan kini memutarbalikkan fakta.
Mama menyipitkan matanya dan seolah mencari kebenaran dari sorot mata Deo. Really?
" Beneran Ma, mama curiga aku bawa Roro kesini? Roro ada di Kalimandaru sejak kapan hari kan?"
Jessika seketika merubah raut wajahnya, demi mengingat jika Roro pernah mengatakan jika akan tampil di kota besar dalam waktu dekat. Ya, itu benar adanya. Ia tahu jika pacar anaknya itu memang pernah berkata jika akan ke kota lain.
" Yes, kayaknya Mama percaya!" Batin Deo bersorak hore.
" Awas kalau kamu sampai berbuat enggak bener De! Ingat kamu ini seorang direktur loh, jaga nama baik Opa, jaga nama baik Papa, terlebih jaga nama baik kamu sendiri!"
" Kalau sampai mama tahu kamu aneh-aneh, mama enggak akan maafin kamu!"
GLEK!
Deo merasa tenggorokannya mendadak terasa seret.
" Tidak di maafkan?"
.
.
Arimbi
Seminggu berlalu, di Minggu ketiga awal bulan ini ia merasa mulai jenuh. Informasi dari GH juga belum nampak. Ia seketika hopeless.
" Apa jangan-jangan karena aku kemaren berani sama ceweknya orang mesum itu ya?" Gumamnya saat mengaduk mie instan rasa hot jelotot dalam cup diam, yang baru ia beli dari minimarket.
Entahlah, perasaan yang simpang siur. Kadang ogah-ogahan, kadang berharap. Arimbi larut dalam kegamangan hatinya.
" Ah bodo amat lah! Kalau enggak keterima, mending aku jadi TKW aja keluar negeri!" Ucapnya kini meraup mie yang sudah ia tarik dengan garpu plastik yang ia pegang. Sama sekali wegah mumet.
SLUUURP
Ah mantap!
Arimbi seorang diri dirumah, seperti biasa.
Minggu ini cuaca hujan, membuatnya malas untuk datang ke lesehan mbak Wiwit sebab ia mudah masuk angin. Lagipula, Pakde dan Budenya pasti sudah ada disana.
Pucuk dicinta ulam tiba, sebuah panggilan yang berasal dari nomor telepon kantor kini membuat ponselnya bergetar. Menginterupsi kegiatan santap menyantapnya.
Arimbi menyambar tissue di depannya, sebelum ingus karena rasa pedas itu menjadi tsunami yang masuk ke mulutnya.
" Halo?" Jawab Arimbi dengan rasa kepedasan yang kian menggila. "Mie sialan, beraninya bikin aku nangis!"
" Selamat pagi saudari Arimbi, perkenalkan saya Kristin dari Darmawan Angkasa Ground Handling, menginformasikan bahwa selamat anda telah diterima menjadi karyawan baru di perusahaan kami. Mohon datang besok pagi ya, berpakaian rapih dan bersepatu hak minimal tujuan sentimeter, di harapkan mengenakan rok dan atasan putih ya mbak!"
" Saya di terima ini?" Tanya Arimbi penuh kegembiraan yang meletup-letup. Rasa pedas yang membakar mulutnya kini bahkan sirna dalam sekejap, demi perasaan bahagia yang menerpanya saat ini.
Ye Ye Ye Ye!
" Benar, sekali lagi selamat. Kalau begitu terimakasih sebelumnya. Kami tunggu kehadirannya, dan selamat pagi!"
Arimbi melompat - lompat diatas kasurnya usai panggilan itu berakhir. Ia senang bukan main. Pikiran akan mendapatkan gaji serta bisa membantu ibu melunasi hutang sudah ada di otaknya, terlebih ia tidak akan diminta oleh ibu lagi untuk menikah dengan Yusa.
Yes!!
Ia lantas cepat-cepat membereskan cup mie instansi favoritnya itu, sebelum kena damprat ibunya sebab makan di dalam kamar. Ibu sering mengatakan kepada Arimbi untuk jangan makan makanan yang pedas, sebab Arimbi memilih riwayat sakit tipes. Tapi begitulah kaum betina, jika tidak makan makanan yang rasanya seperti racun, tidak afdol.
" Lah, kan sepatuku jebol. Duh, gimana nih?" Ia menatap sepatu pantofel yang rusak karena aksi geret menggeret dalam mempertahankan dirinya, sewaktu Wira datang mengacaukannya kemarin.
Arimbi tertegun menatap sepatu yang ada di rak. Tak mungkin lagi bisa dibetulkan.
Ia masih memiliki sedikit sisa tabungan di rekeningnya, tidak apalah. Toh kemarin dapat sangu dua lembar rupiah bergambar proklamator dari Mbak Wiwit, sebab dapat untung banyak sewaktu Erik dan rombongan makan di sana.
Ok fix.
Ia juga ingin membeli beberapa make up yang sudah habis, bagiamanapun juga sebisa mungkin ia besok harus tampil all-out agar meyakinkan perusahaan, jika ia memang layak menjadi front liner di GH itu.
Ia mengunci rumahnya dan kini bersiap mengenakan helm, untuk menuju mall yang ada di kota. Ia mengenakan jeans dan blouse tosca, ia tak suka ribet. Sehari-hari ia lebih senang dengan pakaian casual. Lagipula, Arimbi merupakan jenis mahluk tahu diri yang mengedepankan asas bergaya sesuai isi dompet.
Arimbi selalu mandiri, kemanapun ia pergi selalu sendiri, bahkan saat ia pulang dari kota D, ia juga mengendarai motor seorang diri, walau jarak yang di tempuh ratusan bahkan hampir ribuan kilometer jaraknya.
Dan beberapa saat kemudian.
Seperti biasa, dimanapun tempat jika itu terjadi di hari Minggu, pasti akan rame melebihi hari biasanya.
" Gila, orang udah kayak semut begini!" Arimbi manyun saat melihat antrian yang mengular untuk masuk kedalam. Banyak manusia lintas usia yang tumpah ruah memenuhi mall besar pertama di kota itu.
Ia pun akhirnya ikut membariskan dirinya diantara orang-orang yang berjalan masuk. Tak berselang lama, ia akhirnya lolos dari siksaan bau campur aduk milik orang-orang dari bau keringat yang berbeda-beda.
Namun, saat ia hendak berbelok dan mencari arah keberadaan eskalator , sebab ia baru pertama kali datang kesana, ia tak sengaja menabrak seseorang yang sepertinya berjalan menunduk karena sibuk dengan ponselnya.
BRUK!
Ponsel mahal pria itu bahkan sampai terpelanting.
" Maaf, saya tadi..tidak melihat. Tolong maafkan saya!"
Arimbi mematung, ia seperti merasa Dejavu karena menabrak seseorang namun reaksinya sangat berbeda. Jika tempo hari ia tak sengaja menabrak Deo namun yang di dapat malah makian dan kesombongan, namun pria ini justru berbeda.
Ia sebenernya juga salah, sebab terburu-buru. Tali lihatlah, pria itu bahkan terlihat sangat tidak enak hati.
Rupanya masih ada orang waras di muka bumi ini. Ia memperhatikan pria berbau harum yang kini mengambil ponsel yang terlihat mahal itu.
" Maaf ya sekali lagi!" Pria itu agak ragu-ragu tersenyum, lebih tepatnya tak enak hati.
Arimbi mengangguk, sejurus kemudian ia pergi karena merasa tak ada yang perlu di debatkan lagi.
.
.
Demas
Ia datang ke mall pagi itu karena baru saja berkunjung untuk mengecek usahanya itu. Ya, Demas merupakan pembisnis di sektor perdagangan. Ia yang dulu melihat jika kabupaten B belum memiliki mall besar, akhirnya atas bantuan papa dan Om Leo bisa membuat dan mengembangkan mallnya itu dengan sangat baik.
Lain ladang lain belalang, lain orang lain kebisaan. Demas yang memang memiliki otak encer sejak kecil mampu melihat peluang pasar. Selain itu, ia juga bisa mewujudkan keinginan Opa Edy untuk menyerap tenaga kerja lokal. Selaras dengan keinginan Mama Jessika yang sedari dulu menggaungkan untuk memajukan tanah kelahirannya itu, lewat membuka lapangan pekerjaan bagi putra putri daerah.
Demas yang Minggu itu ingin berkeliling demi melihat secara langsung, dan berkamuflase menjadi orang biasa dengan berjalan santai mengitari mall miliknya, tak sengaja menabrak seseorang saat ia tengah berbalas pesan dengan relasinya dari perusahaan manufaktur yang selama ini bekerjasama dengan dirinya.
BRUK!
Ia terkejut dan merasa bersalah dalam waktu bersamaan
"Maaf, saya tadi..tidak melihat. Tolong maafkan saya!" Ucapnya tak enak hati kepada orang itu.
Bagiamanapun juga, orang yang ia tabrakan itu pasti adalah pengunjung mall miliknya pagi ini. Meski Demas irit bicara, namun ia meminta kepada anak buahnya terlebih para managernya untuk membriefring para karyawannya, untuk mengutamakan keramahan dalam sisi pelayanan.
Sebab jika kita ramah, orang pasti akan mau kembali.
Demas menatap wajah ayu wanita yang nampak kikuk itu. Wanita yang di jaman sekarang masih memperlihatkan kenaturalan, serta penampilan bersahaja .
" Maaf ya sekali lagi!" Ucapnya kembali demi ingin mendengar jawaban dari bibir ranum itu.
Namun, perempuan itu hanya mengangguk lalu sejurus kemudian pergi meninggalkan Demas.
Demas menatap punggung wanita yang tak sengaja bertubrukan dengannya itu. " Wanita manis!" Gumamnya menatap Arimbi yang kini mulai naik diatas eskalator yang berjalan ke atas.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 175 Episodes
Comments
Hartaty
wahhh gimana klu Demas jatuh hati ,hmm Deo 🤭🤭🤭🤣
2024-01-07
0
◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞𝐀⃝🥀иσνιєℛᵉˣ𝓐𝔂⃝❥࿐
Nah loo.. Demas yang manusia es bisa melihat ada cewek manis 😀
2023-12-18
0
Erni Fitriana
seneng nihhh roman romanyahhhhh
2023-04-30
0