...🌿🌿🌿...
^^^•^^^
...•...
...•...
Deo
Usai merampungkan tugasnya, ia kini kembali ke kantornya dan memperlihatkan Erik yang tengah berkutat dengan setumpuk laporan. Benar-benar definisi dari penganut sistem workaholic.
" Saya kira tadi istirahat dulu bos, gak taunya bablas sampai siang!"
Ucap Erik tanpa menoleh dan masih sibuk meng- create sesuatu ke dalam laptopnya. Itu adalah laporan data manifest pax yang musti ia sisipkan, sebagai pengajuan claim untuk pendapatan mereka bulan lalu.
" Taruh itu dulu Rik, laper banget aku. Ikut aku kamu! Makan yang deket-deket sini aja!" Ucap Deo menunjuk setumpuk laporan yang menggunakan dagunya.
Erik menghela napas. Jika yang mulia Deo sudah bertititah, maka wajib baginya untuk menjalankan. " Baik bos, sebentar saya ambil kacamata dulu!"
Mereka lantas pergi. Suasana hati Deo sedang tak baik, dan tak baik juga bagi Erik untuk menambah kerunyaman hatinya.
Bandara itu merupakan bandara yang dekat dengan kawasan laut, sebuah kawasan asri yang membentang sejauh beribu-ribu kilometer, di garis pantai yang menjadi bagian dari samudra Hindia.
Terkenal akan lesehan ikan bakar dan masakan khas, dengan cita rasa bumbu pedas yang otentik.
" Kemana ini bos? Makan di tempat yang biasa atau yang bagiamana?" Erik yang berada di depan kemudi mencoba menawari Deo, yang kini menatap ponselnya dengan alis berkerut.
" Terserah kamu Rik, atur aja!" Jawab Deo yang sepertinya adu argumentasi dengan kekasihnya kembali. Mengingat raut wajah pria itu sangat keruh.
" Astaga, alamat uring-uringan lagu deh si bos ini!"
...----------------...
Arimbi
Ia menyangga piring sambil mengangkat kakinya tatkala menyantap nasi dengan lauk mie dan gimbal jagung. Definisi dari karbo lauk karbo.
" Kadang apa yang dikatakan orang tidak sehat, justru menjadi alasan orang lain untuk bersyukur!"
Ia pernah membaca quotes itu di layar facebooknya. Sebuah quotes dari seorang pengarang kisah bernama mommy Eng. Ia adalah perempuan realistis, dan menurutnya apa yang di katakan pengarang itu benar adanya. Jangan bicara soal sehat gak sehat jika pada kenyataannya, adanya itu saja untuk dimakan.
" Dari aja mana kamu?" Ucap Arimbi yang kegiatan makannya sambil menonton berita, di tv berbetuk tabung itu kini terinterupsi oleh adiknya yang baru datang.
" Main!" Sahut Farel, adiknya yang duduk di kelas tiga SMA dan akan lulus tahun ini. Laki-laki yang posturnya lebih tinggi dari kakaknya itu terlihat agak terkejut, tak menyangka jika Arimbi sudah pulang dulu.
" Gak usah banyak tingkah kamu Rel, kita ini wong kere. Mbak perhatiin selama mbak balik kesini, kamu sering kelayapan malam sama nongkrang - nongkrong. Dapat uang dari mana kamu? Kalau belum kerja enggak usah aneh-aneh. Mendingan kamu bantu mbak Wiwit di warung dapat sangu kamu!"
Cecar Arimbi yang kesal karena ia tahu adiknya itu sering nongkrong di cafe dekat bandara bersama teman-temannya yang bergaya Hedon.
Arimbi kesal kepada adiknya karena kerap meminta uang secara paksa kepada Ibu, jika ia akan pergi.
" Ibuk itu janda Rel, enggak ada yang nyariin!" Ucap Arimbi lagi saat ia memasukkan suapan terakhirnya. Farel agak takut dengan kakaknya yang menurutnya galak itu.
" Ya mbak Ar aja yang nyariin!" Oceh Farel seraya melepas jaketnya dengan wajah kusut. Selalu salah di mata kakaknya itu.
" Matamu picek iku! Jangan banyak cing cong lambemu! Kalau mbak udah ada kerjaan, enggak usah kamu suruh ya bakal aku lakuin Rel. Kamu itu anak laki-laki, harusnya bisa lebih berguna!" Ucapnya lagi setelah menandaskan segelas air putih.
Farel duduk dengan wajah murung di atas kasur spon yang ada di depan televisi kunonya. Kesal karena baru datang sudah kena omel mbak yu nya.
" Awas aja kalau kamu begini lagi, belajar yang bener. Udah mau ujian kamu. Nyari-nyari calon kerjaan baru kek, malah ngeluyur enggak faedah. Jangan ngimpi buat kuliah kayak teman-teman mu yang anak orang kaya, sadar diri aja kita ini. Orang sukses enggak musti kuliah Rel. Kalau bapak masih hidup, mungkin bisa aja kamu kuliah, tapi mbak minta tolong sama kamu, tolong jangan bebani Ibuk lagi. Kasihan!"
Arimbi menatap wajah adiknya sebelum ia kembali ke dapur, untuk mencuci piring bekas pakai itu. Farel sebenarnya sedih tiap kakaknya mengingatkan soal kenyataan kelas sosial yang membersamai hidup mereka, ia juga kerap ingin menangis manakala ingat jika bapaknya sudah pergi meninggalkan mereka semua untuk selamanya.
...----------------...
Kediaman Keluarga Darmawan
Embun yang memudar sebab pergi menyongsong fajar, selaras dengan geliat penghuni rumah besar di kawasan padat penduduk. Rumah yang menjadi icon pemilik perkebunan cabai terbesar seantero Kota B itu.
" Gimana perekrutan kamu De?" Tanya Mama Jessika yang kini menghidangkan roti berselai Nutella dan segelas susu kehadapan Deo. Emmmmm yummy!
" Nemu lima orang yang lumayan masuk kategori!" Ucap Deo kusut. Sama sekali tak bergairah.
David yang melihat gelagat anaknya tak bersemangat menjadi penasaran. " Kenapa cuma lima, katanya banyak banget yang musti di isi?" Tanya David yang duduk segaris dengan anaknya.
" Semua ini karena regulasi dari Opa Edy yang udah mendarah daging. Bahwa kita wajib menyerap putra putri daerah untuk turut bergabung di perusahaan kita!" Jawab Deo dengan kesal.
Mama Jessika menggelengkan kepalanya. " De, kamu itu jadi pimpinan mbok ya yang sumrambah, jangan kamu campur adukan masalah pribadi sama masalah kantor!"
Deo melirik mamanya. " Pasti si brengseknya Erik nih yang laporan ke mamah! Awas aja !"
" Kamu kenapa lagi sih dengan Roro?" Tanya Mama sejurus kemudian.
Deo menghela nafasnya pasrah. " Enggak tau deh Ma, makin kesini kok Deo ngerasa Roro enggak ada mau ngerti sama aku ya?"
David dan Jessika saling bertukar pandang, benar dugaan mereka, anaknya itu tengah di rundung nestapa. Usia Deo sebenarnya sudah mumpuni untuk menikah, namun persolaan di lingkup Ground Handling milik keluarga mereka, membuat anaknya itu terfokus menyelesaikan masalah , yang besar kaitannya dengan kelangsungan hidup para pegawai di dalamnya.
" Dia marah tiap aku bilang masih sibuk!" Deo akhirnya mengutarakan semua hal yang membebani dirinya. " Banyak banget yang musti Deo urus, belum lagi musti riwa riwi buat rapat bareng stakeholder terkait!"
Deo menatap lesu piring putih berisikan roti yang sebenarnya tinggi gizi itu.
" Mama sama papa enggak buru-buruin kamu kok De!" Ucap Jessika menguap lembut pergelangan tangan anaknya. " Masalah Roro tolong kamu kalau udah enggak sibuk, kamu temuin dia. Wanita itu hakikatnya cuma ingin perhatian dan kejelasan!"
" Persis mama kamu dulu!" Sahut David tiba-tiba, namun sejurus kemudian pria itu menutup mulutnya demi menyadari kesalahan yang ia buat.
" Pah!" Jessika menatap tajam pria yang sepanjang dagunya kini di tumbuhi bulu-bulu. Membuat David meringis.
" Ngomong-ngomong, mama sama papa udah belikan kamu rumah di dekat Airport. Kemaren om Tomy yang carikan!" Ucap Jessika tersenyum.
" Hah, rumah?" Deo terperanjat, sama sekali tak menyangka jika mamanya telah menyiapkan semuanya sejauh ini.
" Awas kalau kamu pakai buat aneh-aneh De, mama kamu yang ngeyel beliin rumah. Kasihan lihat kamu bolak-balik kesini. Tapi awas kalau sampai mama kamu kangen kamu enggak ada pulang!" Ancam David manakala tahu isi otak anaknya.
Deo tersenyum dalam hatinya. " Bisa ngajak Roro nginap sepuasnya dong!" Batin Deo kegirangan. Ahay!
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 175 Episodes
Comments
𝐕⃝⃟🏴☠️𝐀⃝🥀иσνιєℛᵉˣ𝓐𝔂⃝❥࿐
Laaahh lha ternyata.. dibelikan rumah malah langsung mikir yang iya iya
2023-12-15
0
N Wage
yah mo gimana lg...adanya itu saja sdh sangat bersyukur.😁
2023-10-02
0
dementor
benar itu deo.. jangan campurkan masalah pribadi dengan perkerjaan.. be profesional donk!! 😅😅😅
2023-05-21
0