...🌿🌿🌿...
...•...
...•...
...•...
Arimbi
Sepeninggal Yusa, Arimbi terlihat manyun. Ibu pasti akan mencecarnya dengan obrolan yang tak jauh soal pernikahan tak jelas ini. Ia kini sibuk membereskan sisa cangkir kosong, dan juga bolu pisang yang hanya dimakan sepotong oleh Yusa.
" Kurang opo Ar Ar, Yusa itu anak baik, punya kerjaan jelas. Kamu dulu belain Wira sableng itu ee.... gak taunya malah di selingkuhi!" Ucap Ibu yang kini membuka bingkisan dari keluarga Yusa, berisikan beres, minyak, gula, mie instan, teh, kopi, juga telur.
Ibu dan dirinya memang memiliki sifat yang hampir sama. Definisi dari buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.
" Nih lihat!" Ucap Ibu terus membanggakan Yusa. Menunjukkan bingkisan yang baru beliau buka.
" Lihat apanya, itu kan emang tiap triwulan keluarga mereka ngasih bingkisan buat janda-janda Buk, bukan murni karena sesuatu!" Sanggah Arimbi yang tak setuju.
Ibu hanya menyebikkan bibirnya. " Kamu itu harusnya bersyukur Ar, wong Lanang sekelas Yusa doyan sama kamu!"
Ia semakin kesal. " Sekelas aku? Memangnya aku seburuk itu apa?"
" Pokonya kalau kamu enggak lolos interview, kamu harus mau nikah kalau Yusa nanyain lagi. Ibuk cuman pingin kamu bahagia terus bisa hidup lebih baik, itu aja!"
Arimbi tertegun.
" Kamu tahu Ar, kita ini masih ada tanggungan tinggalannya bapak kamu dulu sama Bu Lastri!" Wajah ibu berubah murung demi mengingat nama rentenir yang kini kerap menjadi momok untuk mereka, semua ini di perparah manakala Farel yang kerap minta uang saat uang itu hendak di setor. Membuat hutang itu gak kunjung lunas.
Ibu memang selalu tak bisa menolak jika Farel yang meminta. Entahlah, ia sendiri kadang juga bingung dengan ibunya itu.
" Udah lah buk, Arimbi pasti keterima tenang kok aja!" Ucapnya cepat walau dalam hati menjerit resah. Tak mau mendengar soal nikah ,nikah dan nikah.
" Percaya diri sekali kamu, kamu di tolong Pak Setyo aja enggak mau gimana mau pede!" Ucap Ibu yang terlihat kesal.
" Buk, ibuk ingat enggak kalau pak Setyo itu minta uang ke kita berapa biar biasa masuk kesana? Lima belas juta buk! Itu namanya bukan nolong. Nepotisme dia itu namanya!" Geram Arimbi demi mengingat kebusukan pria berkulit legam dengan tinggi kotor satu meter itu.
Pria yang kerap mencari mangsa untuk di masukkan ke bandara lewat jalur salam tempel. Ibu diam, tak bisa menjawab sebab itulah kenyataannya.
" Udah lah buk, jangan mikir nikah nikah terus. Mumet aku jadinya. Nanti kalau Arimbi keterima terus dapat gaji, kita lunasi hutang bapak dulu. Aku tuh ya buk, bukan enggak mau nikah, tapi mbok ya nanti dulu, aku ini baru sakit hati lo buk!"
Arimbi kesal dan kecewa dengan ibunya. perempuan itu sejurus kemudian melesat menuju kamarnya.
Bu Ning menghela napas panjang. Bukan maksudnya untuk memaksa sebenarnya. Namun, merasa ada pemuda baik yang mau mendekati putrinya, membuat hati seorang ibu goyah.
.
.
Pagi menjelang, nampak geliat penghuni rumah dengan ukuran 9x 8 itu. Rumah janda dengan dua orang anak yang tiap hari adu mulut.
" Ar! Ar!"
Gedoran membabi buta Bu Ning rupanya tak berpengaruh bagi perawan satu itu.
" Ar!"
" Arimbi!"
" Ada sih buk?" Farel yang baru keluar kamar dan bersiap hendak pergi ke sekolah itu, terlihat terganggu dengan suara ribut yang sedari tadi mengusiknya.
" Itu kamu enggak denger ada telepon bunyi keras begitu dari tadi? Lama loh, tuh denger!"
Farel terdiam seraya memasang telinganya betul-betul. Dan benar, suara deringan ponsel milik kakaknya masih terdengar meraung-raung.
" Lah mbak Ar kemana sih emangnya?" Farel keheranan, apa tidak ada manusia di dalam kamar itu?
" Nah itu dia, mana di kunci lagi ini pintu!" Dengus Bu Ning sambil mengoklak - oklek pintu kamar anak-nya.
" Sebentar buk, Farel ada nyimpen kunci cadangan!!" Pria itu melesat menuju kamarnya.
Dua manusia lintas usia itu kini bekerjasama membobol pintu itu, dan akhirnya...
CEKLEK!
Ibu dan anak itu mendelik demi melihat Arimbi yang tidur dengan bibir mangap dan sebuah headset besar yabg tersambung dengan walkman menyumpal telinganya.
" Ya Allah Gusti!!!!"
.
.
Arimbi kesal kepada ibunya, bajunya sebagian basah kuyup karena ibunya menyiram air ke wajahnya.
Benar-benar lebih jahat dari seorang ibu tiri.
" Aku itu barusan aja bisa tidur loh buk, semalaman gak bisa tidur!" Ucap Arimbi yang kini kepalanya pusing sebab di bangunkan deng cara tak wajar. Asem tenan.
" Habis kamu ini, telepon meraung-raung kayak gitu enggak ada kamu dengar apa? Ibuk aja yang di dapur sampek pening dengernya!"
Arimbi mendelik, sejurus kemudian ia menyambar ponselnya. " Astaga, ini dari Darmawan Angkasa Buk!" Ucap Arimbi dengan wajah pias.
" CK!" Ia mendecak demi menyadari jika dirinya teledor.
" Makanya kamu itu, tidur kuping jangan di sumpal! Untung adikmu punya kunci serep kalau enggak?" Ini terlihat berang.
Arimbi terdiam dan tak menyahuti ocehan ibunya, ia lebih memilih untuk membuka pesan yang masuk.
Selamat pagi saudari Arimbi, selamat anda telah lolos seleksi tahap wawancara,mohon untuk datang ke kantor Darmawan Angkasa besok pada :
Hari : Sabtu
Tanggal : 09 / 07 / 20xx
Jam : 08.00 - selesai
Acara : Ujian tes tulis dan kemampuan
Lain-lain : Mohon untuk datang tepat waktu dan mengenakan seragam putih bawahan hitam.
" Yee!!! Aku lolos!!!" Arimbi langsung memeluk Farel yang kini mendorong- dorong tubuh kakaknya yang bau. Hi!
" Mandi sana, bau Iler!" Ucap Farel dengan wajah jijik.
" Sialan lu ya!"
...----------------...
Hari yang dinantikan akhirnya tiba, Arimbi kini mencoba menuruti ucapan wanita bernama Fransisca kemarin dan kini sedikit bersolek. Ia menambahkan mascara dan juga eyeliner, serta lipstik warna nude, hasil dari semalaman mengulik metode berdandan natural.
" Lumayan!" Ucapnya puas saat mematut dirinya di cermin. Arimbi memang cantik dan manis sebab memiliki lesung pipi.
Ia kali ini mengenakan celana panjang, sebab agak riweh kalau memakai rok. Toh kemarin ia juga mendapati ada banyak pelamar yang mengenakan celana bahan.
Sesampainya di bandara ia bingung, ia membaca ulang pesan dari manajemen Darmawan Angkasa, yang menerangkan jika mereka harus ke kantor mereka, bukan di ruang BOEING.
Ia lantas memacu motor maticnya menuju kantor Darmawan Angkasa ,yang berada di barisan perkantoran karyawan Nawangsa Pura. Ia mengernyit manakala mendapati kantor itu sepi sekali.
" Bener kok jam delapan ini!" Ucapnya melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.
Tak mau ambil pusing, ia kini melangkah menuju dalam. Dan saat ia hendak membuka pintu. Ia terkejut karena nyaris saja bertabrakan dengan Deo.
Astaga!
" Ma- maaf!"
Deo terlihat kesal namun tak menjawab Arimbi yang terlihat sungkan. Ia belum tahu jika pria itu merupakan direktur utama PT Darmawan Angkasa, yang ia tahu orang itu jelas memiliki posisi krusial dalam tubuh Ground Handling yang ia minati saat ini.
" Sombong banget tuh orang!"
" Peserta ujian?" Tanya pria muda yang terlihat lebih ramah. Membuatnya tersentak. Pria berpakaian rapih itu sangat wangi sekali. Bulu hidung Arimbi bahkan menari-nari saat ini.
" Wangi banget!"
" Langsung naik ke atas aja ya, udah ada yang datang kok!"
" Hah, udah datang? Kok di parkiran cuma ada motorku aja?"
Arimbi mengangguk. " Terimakasih banyak Pak!"
Erik mendelik, " Hah, Pak? Apa tampangku boros? Bisa-bisanya dia manggil aku Pak!" Erik mendengus kesal.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 175 Episodes
Comments
◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞𝐀⃝🥀иσνιєℛᵉˣ𝓐𝔂⃝❥࿐
Hahaha.. udah basah sama iler masih diguyur lagi 🤣
2023-12-15
0
◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞𝐀⃝🥀иσνιєℛᵉˣ𝓐𝔂⃝❥࿐
Icip aja belum bilang doyan buk buk.. memangnya Arimbi makanan
2023-12-15
0
dementor
aduh pagi2 sudah kena guyur saja.. tidurnya arimbi kayak kebo.. 😅😅😅
2023-05-21
0