Hari-hari terus berlalu. Asya masih saja berusaha untuk mendekatkan Darren dan Naomi. Meskipun akhirnya semua usahanya gagal.
Asya berjalan keluar dari kantornya. Dia akan ke Grisam Group untuk membicarakan kerja sama mereka. Asya langsung menuju parkiran dan menjalankan mobilnya.
"Apakah Darren sudah tahu jika aku menggantikan Ayah memimpin perusahaan?" Gumam Asya.
Asya memarkirkan mobilnya di parkiran perusahaan Grisam Group. Ia berjalan masuk dan langsung menuju meja resepsionis.
"Ada yang bisa saya bantu, nona?" Tanya seorang karyawan resepsionis saat Asya menghampirinya.
"Saya dari perusahaan Yunanda Group. Saya ingin bertemu tuan Darren."
"Apakah nona sudah membuat janji?"
"Ya," Jawab Asya, lembut.
"Mari, nona. Saya akan mengantar anda." Ujar pegawai tersebut, menitipkan tempat kerjanya pada salah satu rekan sesama resepsionis, lalu mengantar Asya ke lift khusus untuk klien Grisam Group.
Lift berhenti tepat di lantai teratas. Dimana hanya ada ruangan Darren dan juga ruangan sekretaris Jiyo.
"Saya hanya mengantar sampai disini, nona. Sekretaris tuan sudah menunggu. Silakan, nona." Asya mengangguk dan berjalan keluar dari lift.
Benar saja. Baru beberapa langkah, dia sudah bertemu dengan Jiyo. Lelaki itu terlihat cukup terkejut. Pasalnya, salah satu karyawan resepsionis tadi mengatakan jika klien mereka adalah orang dari Yunanda Group. Pikiriannya hanya tertuju pada Edo. Tidak di sangka, ternyata Asya lah yang datang.
"Selamat pagi, Sekretaris Jiyo." Sapa Asya. Dia sedikit menahan senyumnya melihat keterkejutan Jiyo.
"Selmat pagi, Asy eh nona." Ucapnya, sedikit bingung.
Asya tidak bisa menahan senyumnya lagi. Ia tersenyum lebar dan terkekeh pelan.
"Ada apa denganmu? Kenapa seperti orang bingung?"
"Ah, ya. Aku bingung melihatmu disini. Seharusnya Paman Edo yang ada disini."
"Aku menggantikan Ayah mengurus perusahaan."
"Sejak kapan?"
"Seminggu yang lalu."
"Kenapa tidak memberitahuku atau si kembar?"
"Aku lupa. Sudahlah, sekarang antarkan aku ke ruangan Bosmu."
"Oh iya. Maafkan aku, nona." Ujar Jiyo sambil membungkukkan badannya.
"Jangan terlalu formal seperti ini."
"Hehehe... Kau adalah klien kami. Mari," Ujar Jiyo lalu menuntun Asya ke ruangan Darren.
Tok... Tok... Tok... Jiyo mengetuk pintu dan tak lama terdengar suara Darren dari dalam.
"Masuk!" Suaranya terdengar begitu dingin.
Jiyo mendorong pelan pintu ruangan Darren, dan mempersilakan Asya masuk.
"Silakan, nona."
Asya masuk bersama Jiyo. Lelaki itu berdiri tepat di depan meja Darren. "Maaf, tuan. Ada klien dari Yunanda Group."
Mendengar Yunanda Group, Darren langsung mendongak. Ia pikir yang datang adalah Edo. Namun, ia sedikit dikejutkan dengan kehadiran Asya disana.
"Asya?" Gumamnya pelan.
Gadis itu tersenyum padanya. "Selamat pagi, tuan." Asya sedikit menundukkan kepalanya.
Darren berdiri dan mendekati Asya. "Pagi. Ayo, duduk." Darren berkata lembut, membuat Jiyo memutar bola matanya. Kelembutan Darren saat bersama Asya sudah menjadi hal yang biasa baginya.
"Jika tidak ada yang di perlukan, saya permisi tuan."
Jiyo bergegas keluar dari ruangan Darren. Di dalam hatinya terus mengomeli sahabatnya itu.
Ck. Dasar si Darren! Jika bersama Asya, selalu selembut dan sebaik itu. Dan anehnya, terus menyangkal saat dibilang dia menyukai Asya. Batin Jiyo.
Darren menatap Asya dengan tatapan meminta penjelasan. Ia tahu, jadwalnya hari ini akan bertemu dengan Edo, pemilik Yunanda Group. Tapi, ia masih belum mengerti saat yang datang adalah Asya.
"Kamu menggantikan paman mengurus perusahaan?" Pertanyaan Darren membuat Asya yang fokus menyiapkan berkas menoleh ke arahnya.
Gadis itu mengangguk pelan. "Ya. Papa memintaku menggantikannya. Meskipun aku masih belajar, aku akan berusaha melakukan yang terbaik."
Darren tersenyum kecil, sambil mengelus rambut Asya. "Kamu pasti bisa."
Asya mengangguk dengan mata yang terkunci pada wajah Darren. Sangat jarang ia melihat lelaki itu tersenyum.
Keduanya lalu mulai membahas tentang kerja sama perusahaan mereka. Hingga tiba-tiba, pintu kembali diketuk, membuat mereka menghentikan pembahasan sejenak.
Jiyo mendorong pintu setelah mendapatkan perintah Darren untuk masuk. Lelaki itu membawa nampan minuman dan meletakkannya di atas meja.
"Silakan dinikmati. Saya permisi." Pamit Jiyo, tak ingin mengganggu.
Namun, belum sempat dia melangkah, Asya menghentikannya.
"Tunggu, Jiy eh maksudku sekretaris Jiyo."
Lelaki itu berbalik menatap Asya. Tapi, dalam hatinya dia terus bergumam agar Asya melepaskannya.
Ayolah Asya, jangan membuat Darren menyiksaku dengan banyaknya pekerjaan yang harus ku lakukan. Batin Jiyo.
"Kamu akan kemana? Ayo, duduk bersama." Ucap Asya.
Mendengar ucapan Asya, mata Jiyo langsung mengarah pada Darren. Hanya sekilas. Namun ia merasakan detak jantungnya berpacu dengan cepat. Tuannya itu sedang menatapnya dengan tatapan membunuh. Seolah sedang mengatakan, jika kamu menerima tawarannya, maka habislah kamu.
Jiyo dengan susah payah meneguk ludahnya. Ia memaksakan senyumnya pada Asya. "Tidak perlu. Kalian bicarakan saja kerja samanya. Aku masih banyak pekerjaan yang harus ku selesaikan secepatnya. Permisi." Jiyo membungkuk dan segera berlalu dari hadapan Asya dan Darren.
Asya mengalihkan tatapannya pada berkas yang ada di meja. Wajahnya terlihat sedih mendapatkan penolakan Jiyo.
"Dia sedang banyak pekerjaan. Kita akan berkumpul makan siang nanti." Darren berusaha menghibur.
Asya mendongak menatap Darren. "Benarkah?" Wajah Asya berbinar.
"Ya."
"Terima kasih. Ayo, lanjutkan!"
Keduanya kembali membahas tentang kerja sama mereka. Hingga berakhir dengan keputusan mereka akan mengunjungi lokasi akan berlangsungnya proyek mereka.
"Ayo!" Darren mengajak Asya keluar. Tapi, jam makan siang masih beberapa jam lagi.
Asya terdiam dengan pandangan tak terlepas dari Darren. "Masih 2 jam lagi waktu makan siang." Balas Asya.
"Masih ada pekerjaan lagi di perusahaanmu?" Asya menggeleng.
"Ayo, ikut!"
"Kemana?"
"Ikut saja." Balas Darren. Ia meraih tangan Asya dan berjalan keluar, melewati ruangan Jiyo begitu saja. Lalu mereka ke arah kiri dari ruangan Jiyo. Tepatnya di samping ruangannya dan ruangan Jiyo.
Terdapat sebuah ruangan yang dinding depan dan pintunya terbuat dari kaca. Tidak begitu besar, tapi dalam ruangan tersebut ada sebuah meja dan beberapa kursi, dan sederet sofa yang diatur berhadapan dengan meja yang berada di tengahnya. Tidak banyak yang tahu tentang ruangan itu, karena keberadaanya yang terhalang ruangan Darren dan Jiyo. Hanya Darren, Jiyo dan office boy yang khusus bekerja di lantai tersebut.
Sejak dia mulai memimpin perusahaan, dia mengubah tatanan ruangan di lantai itu.
Darren mendorong pelan pintu ruangan tersebut dan mengajak Asya masuk.
"Ruangan apa ini?" Tanya Asya.
"Ruang santai."
Asya mengangguk. "Pantas saja nggak terlihat saat turun dari lift tadi. Dia begitu tersembunyi." Gumam Asya.
Darren tak menanggapinya meski dia mendengar. Dia menarik kursi dan meminta Asya duduk.
"Kita akan makan siang disini?"
"Kalau kamu ingin disini, kita akan makan siang disini."
"Tidak. Kita keluar saja." Balas Asya. Matanya menatap ke arah jendela kaca besar yang menampakkan pemandangan kota yang indah.
"Akan lebih indah saat malam hari." Gumam Asya tanpa sadar.
Darren hanya terdiam tanpa membalas. Pandangannya ikut tertuju pada apa yang Asya lihat.
"Kenapa ada ruangan ini?" Tanya Asya, mengalihkan pandangannya menatap Darren.
"Suka." Balasnya, singkat.
"Kamu suka menikmati pemandangan ini?"
"Hmm..."
"Di ruang kerjamu juga ada jendela besar seperti ini. Kenapa tidak menikmatinya disana?"
"Ruang kerja tidak seperti ruang bersantai." Balas Darren.
Asya mengangguk. Tapi detik berikutnya, kening Asya mengerut. Ada sebuah pintu yang terdapat di ruangan tersebut, yang ia yakini terhubung dengan ruangan sebelahnya.
"Apa itu pintu penghubung dengan ruang kerjamu?"
"Hmm... Tepatnya kamar istirahat."
Asya kembali mengangguk. Di ruangan Ayahnya yang saat ini menjadi ruangannya pun juga ada kamar istirahat. Dari itu semua, dia tahu, mereka bekerja begitu keras dan tanpa keluhan yang keluar dari mulut mereka.
Asya dan Darren menghabiskan waktu sebelum makan siang bersama. Seperti Alisha yang menceritkan kehidupan di sekolahnya dengan semangat, seperti itu juga Asya menceritakan kehidupannya di luar negeri. Tentunya hanya kisah hidup yang menyenangkan. Dia masih nyaman dengan tatapan lembut Darren yang mendengar ceritanya, dan tidak ingin merusak moment itu dengan cerita kurang menyenangkan yang menimpa dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Evelyn
Darren sadar dong dengan perasaanmu. jangan sampai tar ada yg mendahului mu
2022-07-23
2