Darren baru saja kembali dari mengantar Alisha. Entahlah, serasa menjadi kewajiban baginya mengantar Alisha ke sekolah. Kecuali dia benar-benar memiliki hal penting di kantor.
Darren keluar dari mobilnya dan melangkah masuk. Aura mengintimidasinya seolah memaksa setiap karyawan menundukkan kepala mereka. Jiyo yang berdiri di ambang pintu menyambutnya pun ikut menundukkan kepala.
"Selamat pagi, tuan muda." Ujarnya, penuh hormat.
"Hmm..." Balas Darren, hanya dengan deheman.
Darren melewati para karyawannya diikuti Jiyo di belakangnya. Keduanya memasuki lift khusus. Tak berapa lama, keduanya tiba di lantai yang mana ruangan Darren berada.
"Jadwal anda hari ini tidak begitu padat, tuan. Hanya ada pertemuan bersama klien di hotel ER, jam 3 sore."
"Ya." Hanya itu balasan yang Jiyo terima.
Ia menarik nafasnya. Harus benar-benar sabar menghadapi Darren. Beruntung sekali Asya. Hanya mengatakan yang ia inginkan, si dingin Darren akan meberikannya. Tiba-tiba hati Jiyo merasa iri dengan Asya yang selalu dituruti Darren.
Jika Darren melakukan hal yang sama padanya, dia akan meminta mengurangi setengah pekerjaannya.
"Ah, memikirkan Asya, membuatku teringat jika dia sudah kembali." Gumamnya.
Jiyo menatap Darren yang sedang serius membaca dokumen dan menandatanginya. Ia maju sedikit lebih dekat.
"Darren. Kau sangat tampan hari ini. Disaat kau datang tadi... "
"Katakan saja apa mau mu! Jangan berbelit-belit!" Ucap Darren, sudah begitu paham dengan watak sahabatnya itu.
"Hehehe... Tahu saja kamu." Balasnya. "Aku mau tanya, bagaimana kabar Asya? Dia tidak membalas pesanku sejak hari kamu menjemputnya."
"Dia baik."
"Syukurlah. Bagaimana dengan gadis yang bersamanya?" Darren sedikit mendongakkan wajahnya. Tatapan tajamnya menusuk tepat di mata Jiyo. Membuat lelaki itu meneguk ludahnya dengan susah payah.
"Kau ingin ku tambahkan pekerjaanmu?"
"Hah? Ti-tidak. Aku akan kembali ke ruanganku sekarang." Ujarnya, lalu keluar dari ruangan Darren dengan tergesa-gesa.
Kerjaanku sudah cukup banyak. Aku tidak ingin menambahnya lagi. Batin Jiyo.
Darren kembali fokus pada berkasnya. Tiba-tiba bunyi notifikasi dari handphonenya terdengar.
Asya
Ayo, kita makan siang bersama.
Tanpa menunjukkan ekspresi apapun, Darren mengetikkan balasannya.
^^^Darren^^^
^^^Ok^^^
Asya
Aku tunggu di Jane Cafe.
Darren hanya membacanya tanpa membalas lagi. Ia terus fokus pada berkas-berkas yang ada di hadapannya. Beberapa berkas ia letakkan kembali tanpa menandatanganinya. Masih ada kesalahan. Ia lalu memanggil Jiyo melalui sambungan telpon kantornya.
Tanpa menunggu lama, Jiyo tiba di ruangannya.
"Ada yang perlu saya kerjakan, tuan muda?"
"Bawa berkas-berkas ini, revisi ulang!"
Jiyo menatap berkas yang ada di meja Darren. Ia meneguk ludahnya. Sebagian yang ada di mejanya belum selesai ia kerjakan. Ini, malah di tambah dengan berkas sebelumnya.
Dia dengan begitu cepat mengetahui letak kesalahan pada berkas itu. Ku akui, Darren benar-benar sangat jeli dan pandai.
"Baik, tuan muda." Balas Jiyo. "Ekhm... Darren!" Panggil Jiyo, setelah berkas-berkas tersebut berada di tangannya.
Darren tak menyahut. Jika Jiyo sudah merubah panggilannya, itu berarti ada sesuatu di luar urusan kantor yang ingin ia sampaikan.
"Asya mengirim pesan padaku. Dia ingin makan siang bersama."
"Pergilah!" Balas Darren, acuh.
Jiyo tersenyum lebar. Tidak menyangka Darren mengizinkannya begitu cepat. Biasanya Darren akan melemparinya dengan tatapan tajam yang menakutkan. Tapi, hari ini berbeda. Jiyo berpikir, Darren pasti juga mendapatkan pesan makan siang bersama dari Asya. Ingin bertanya, tapi dia mengurungkannya saat melihat Darren yang sedang fokus.
"Kalau begitu, terima kasih, tuan muda. Saya permisi." Ucap Jiyo, kembali formal.
"Hmm..." Balas Darren.
Jarum jam terus berputar. Tanpa mereka sadari, jam sudah menunjukkan waktu makan siang.
Darren bergegas memakai kembali jasnya, lalu meraih kunci mobil dan keluar dari ruangan.
Jiyo yang melihat Darren keluar bergegas cepat menyelesaikan pekerjaannya yang tersisa sedikit. Setelah usai, ia meninggalkan ruang kerjanya dan menyusul Darren.
"Ck! Orang itu begitu cepat. Mobilnya sudah menghilang dari parkiran." Gumam Jiyo, setelah tiba di parkiran.
***
Darren memasuki cafe yang sudah disepakati bersama Asya. Auranya yang begitu kuat menarik setiap orang yang berada dalam cafe itu menatapnya.
"Siapa dia? Dia sangat tampan."
"Wajahnya seperti mirip seseorang. Tapi, siapa?"
"Dia bukan orang biasa. Auranya begitu kuat."
Darren terus berjalan ke meja yang kosong. Mengabaikan setiap decak kagum orang-orang.
"Permisi, tuan. Apa tuan ingin memesan sesuatu?"
"Tidak. Nanti saja." Balas Darren, tanpa menatap pelayan cafe tersebut.
Darren begitu tenang di tempatnya. Masih terdengar bisik-bisik yang mengagumi dirinya. Hingga satu suara terdengar begitu dekat dengannya.
"Maaf, aku telat."
Suara itu tak membuat Darren menoleh. Dia tahu, itu bukan Asya, melainkan Naomi.
Perempuan itu menarik kursi yang ada di depan Darren. Saat ia menatap Darren, matanya bertubruk dengan mata Darren yang menatapnya tajam. Sorot meta tajam dan dingin itu membuat Naomi bergidik dalam hati.
Dia menakutkan. Tapi, aku menyukainya. Batin Naomi.
"Ekhm... Asya memintaku kemari. Dia menyuruhku menggantikannya menemanimu makan siang. Dia memiliki janji dengan seseorang. Kalau nggak salah, namanya Jiyo. Ku rasa, dia seorang laki-laki." Ujar Naomi.
Darren tetap tenang. Tidak sedikitpun niat dirinya untuk berbicara dengan Naomi. Dia tahu, Naomi mencoba membuat Asya terlihat buruk di matanya. Mendengar suara Naomi, ia langsung bisa menebak jika Asya mengatur pertemuan diantara mereka. Bukan memilih menggantikan dirinya dengan Naomi.
Melihat Darren tetap terdiam, Naomi kembali bersuara. "Apa kau datang sejak tadi? Kenapa belum memesan makanan?" Tanyanya. Namun, Darren masih tetap diam.
Pengunjung wanita yang ada di cafe tersebut terus menatap Naomi dan Darren. Ada yang mencibir Naomi dan menertawakannya karena tidak direspon Darren.
Naomi melirik kesal ke arah mereka. Dia dengan sembongnya hendak meraih tangan Darren. Tapi, Darren lebih cepat mengangkat tangannya dan melambaikannya pada pelayan cafe. Membuat pelayan tersebut mendekat. Pelayan tersebut menyodorkan buku menu pada Darren. Namun lelaki itu menolaknya.
"Tidak perlu. Bawakan saja beberapa makanan terbaik di cafe ini."
"Baik, tuan." Ujar pelayan tersebut lalu pergi tanpa bertanya lagi pada Naomi.
Hah? Dia tidak bertanya padaku? Sudahlah. Mungkin dia pikir pesanan Darren adalah pesananku juga. Batin Naomi.
Setelah menunggu beberapa menit, pesanan mereka datang. Pelayan menatanya diatas meja.
"Berapa semuanya?" Pelayan tersebut terkejut mendengar pertanyaan Darren. Biasanya orang-orang akan membayar setelah makan. Tapi, orang yang ada di depannya tidak.
"Se-semuanya Rp. 1.450.000, tuan."
Darren mengeluarkan salah satu kartu miliknya. Tidak banyak, hanya ada tiga kartu disana. Tapi, salah satu dari ketiga itu mampu membuat Naomi dan si pelayan meneguk ludah.
Kartu hitam? Waah... Dia bukan orang sembarangan. Batin si pelayan.
Black card? Siapa Darren sebanarnya? Batin Naomi.
Setelah selesai melakukan pembayaran, Darren bergegas berdiri. Naomi yang melihatnya tahu, jika Darren hendak meninggalkannya. Ia juga ikut berdiri dan hendak meraih lengan jas Darren. Tapi gerakannya terhenti ketika tiba-tiba suara dingin Darren terdengar.
"Jika menyentuhku, ku pastikan dua dari lima jarimu hilang." Ucapnya pelan, namun cukup membuat Naomi gemetaran.
Gadis itu kembali duduk dengan wajah sedikit memucat. Pandangannya tetap pada punggung Darren yang mulai menjauh.
"Huh, sudah ku katakan. Lelaki seperti itu tidak suka dengan perempuan sepertinya." Ucap seorang pengunjung wanita. Membuat Naomi mendelik tajam ke arah wanita itu.
Darren menutup pintu mobilnya dan melajukannya. Tangannya memasangkan handsfree dan menelpon Jiyo.
"Hallo, Ren." Sapa Jiyo.
"Kembali ke kantor sekarang." Ujar Darren tanpa basa-basi.
"Tapi, Ren. Aku sedang bersama Asya."
"Tinggalkan saja!"
"Hah? Kenapa? Aku nggak bisa. Sekarang masih jam istirahat."
"Tidak ada bantahan!" Ucap Darren, langsung memutuskan panggilannya.
Jiyo menarik nafasnya. Ia menatap Asya dengan tatapan lemah. Ia masih ingin mendengar Asya bercerita.
"Ada apa?" Tanya Asya.
"Darren menyuruhku ke kantor sekarang." Asya terdiam mendengrnya.
"Huufthh..." Jiyo menarik nafasnya. "Nggak biasanya Darren begini. Apa ada yang menyinggungnya?" Gumamnya pelan. Namun, Asya dapat mendengarnya.
Tubuhnya menegang mendengar perkataan Jiyo. Apa mungkin karena Naomi yang makan siang bersamanya, bukan dia.
"Jika Darren menyuruh begitu, pergilah! Dia pasti membutuhkan bantuanmu."
"Ya. Aku pergi dulu. Kau hati-hati pulang nanti."
Asya mengangguk. Jiyo segera bangkit dan berjalan ke parkiran. Mengendarai mobilnya menuju kantor.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
🤩😘wiexelsvan😘🤩
kapan asya bs menyadari perasaan bang darren untuknya,,,dari kecil kamu mengenal bang darren asya,,,dimana kepekaan hatimu asya 🤔🤔😁😁
2023-02-18
2
Wislan Thu Wislan
duh asya nggak da prsaan apa?udah tua orngnya gitu masak di cariin hdoh sih
2022-07-22
1
Andi Nurdiana
asya suka darren tapi bodoh nya sodorin naomi buat darren....caappee dech
2022-07-17
1