Alisha menatap kedua temannya yang kini sedang duduk menopang dagu di depannya. Dua gadis itu tidak henti-henti bertanya tentang Darren dan Darrel. Dan setiap pagi, mereka akan datang lebih awal dan menunggu Alisha. Ketika mobil Alisha tiba, mereka akan mendatangi Alisha dengan semangat. Walaupun setelah hari itu, yang mengantar Alisha selalu bergantian, terkadang Darren dan terkadang juga Darrel, mereka tetap senang.
"Oh ya, Alisha. Kak Darrel udah punya pacar?" Tanya Nadia.
"Aku malas menjawabnya. Kamu terus menanyakan hal itu." Balas Alisha.
"Kalau begitu, kita ganti pertanyaan nya. Kedua Kakak kamu..."
"Teman-teman, silahkan ganti baju kalian dan segera menuju lapangan." Ujar ketua kelas, memotong ucapan Yana.
Alisha yang merasa terselamatkan, dengan cepat keluar kelas. Gadis itu menuju lokernya, meraih kostum olahraga, dan segera menggantinya di kamar mandi.
"Untung saja dia memotong pertanyaan Yana. Jika tidak, akan panjang ceritanya." Gumam Alisha.
Setelah semuanya berganti kostum olahraga, mereka berkumpul di lapangan indoor sesuai instruksi guru mata pelajaran olahraga. Mereka akan mempelajari permainan bola besar yaitu bola voli.
Ada beberapa tim yang dibentuk. Setiap tim terdiri dari 3 perempuan dan 3 laki-laki. Alisha mendapat tim yang sama dengan Axel. Alisha tidak begitu menyukai permainan itu. Tapi, dia harus tetap bermain.
Saat permainan berlangsung, salah satu anggota lawan melakukan smash dengan keras. Dan bolanya mengarah ke arah Alisha.
Melihat itu, Axel yang berada di dekatnya segera menariknya untuk menghindar.
Buk... Bola itu terjatuh tepat di tempat Alisha berdiri. Sementara Alisha, dia sudah gemetaran dalam dekapan Axel. Alisha yang gemetaran membuat emosi Axel naik. Tatapan tajamnya langsung menghunus ke arah lelaki yang melakukan smash keras itu. Lelaki itu membalas dengan smirknya, membuat Axel mengupat dalam hati. Dia adalah siswa pindahan dua hari lalu.
"Tenanglah! Jangan gemetar seperti ini." Ujar Axel, mengusap lembut rambut Alisha.
Gadis itu mendongak menatapnya, lalu mengangguk. "Terima kasih."
***
Setelah kata setuju keluar dari mulut Asya mengenai permintaan Papanya, gadis itu langsung diperkenalkan di perusahaan esok harinya. Begitupun Naomi. Gadis itu langsung dimasukkan ke departemen pemasaran. Disana, sudah Edo siapkan seorang untuk membantu Naomi.
Hari ini, Asya berangkat lebih pagi dibandingkan Naomi. Ada rapat penting pagi ini.
"Asya berangkat dulu, Ma, Pa." Ujarnya sambil mengecup pipi keduanya.
Gadis itu segera keluar dan mengendarai mobilnya menuju kantor.
Beberapa menit berselang, Naomi turun dan duduk bersama di meja makan. Pandangannya beredar mencari Asya.
"Asya dimana, tante?" Tanyanya.
"Asya sudah berangkat." Jawab Irene.
Naomi terdiam. Jika Asya sudah berangkat, dia akan berangkat dengan siapa? Biasanya dia barengan bersama Asya ke kantor.
Melihat Naomi yang terdiam, Edo membuka suara. "Ayo, sarapan. Mobil kamu sudah disiapkan sama penjaga." Ujarnya.
"Mobil?" Mata Naomi langsung berbinar. Tidak menyangka dia akan mendapatkan mobil.
"Kenapa? Kamu bisa menyetir kan?"
"Bisa, Tante."
"Ini kunci mobilnya." Edo menyerahkan kunci mobil tersebut pada Naomi.
"Terima kasih, om, tente."
Setelah sarapan, Naomi langsung berpamit pergi. Matanya melotot dengan mulut yang sedikit terbuka. Mobil yang diberikan untuknya sangat bagus. Dulu, dirinya hanya menggunkan mobil sang Ayah. Itupun mobil bekas.
Naomi segera mengemudikan mobil tersebut menuju tempat kerja.
***
Darrel baru saja selesai membersihkan tubuhnya. Hari ini, ia lagi-lagi kesiangan. Semalam ia tidak bisa tidur nyenyak. Bayangan-bayangan kejadian malam itu terus mengitarinya. Bahkan ikut terbawa dalam mimpinya.
Darrel keluar dari kamar dan menuruni tangga. Dia harus menceritakana masalahnya itu pada sang Ayah.
Darrel menuju ruang makan untuk sarapan. Tidak ada lagi orang disana selain pelayan.
"Selamat pagi, tuan muda." Sapa pelayan tersebut.
"Pagi." Balas Darrel.
Dia segera meraih sarapannya dan memakannya. Setelah selesai, ia menuju ruang keluarga. Berharap kedua orang tuanya terutama Ayahnya ada disana. Namun, dia tidak menemukan mereka saat tiba disana.
"Mungkin Ayah sama Ibu ada di kamar." Gumamnya, lalu melangkahkan kakinya menuju kamar Gara dan Alula.
Tok... Tok... Tok... Darrel mengetuk pintu kamar orang tuanya.
"Ayah, Ibu, apa kalian didalam? Boleh aku masuk?"
"Ya, masuk saja, nak. Pintunya tidak di kunci." Terdengar suara Alula yang menyahutnya.
Darrel segera membuka pintu. Saat ia melangkah masuk, tatapannya bertemu dengan tatapan tajam Gara. Ayahnya terlihat kesal karena dia sudah menggangu kebersamaan mereka.
"Ayah kenapa menatapku seperti itu?" Tanya Darrel tanpa rasa bersalah sedikitpun.
Alula yang sedang di peluk Gara dari belakang pun mendongak menatap wajah suaminya. Sebenarnya ia malu karena Darrel melihat Gara yang memeluknya seperti itu. Tapi, mau bagaimana lagi? Dia sudah meminta Gara melepasakan pelukannya saat Darrel meminta izin tadi. Tapi, lelaki itu menolak dan semakin mengeratkan pelukannya.
"Sayang, kenapa menatap putramu seperti itu?" Tanya Alula dengan suara lembutnya.
"Putramu menggangu kesenanganku, sayang." Balas Gara, lalu mengecup kening Alula.
"Hehehe... Maaf, Ayah. Aku tidak bermaksud. Jika tadi Ayah berteriak agar aku tidak mengganggu Ayah bersenang-senang, sudah pasti aku kembali ke kamar."
"Darrel, apa yang kamu katakan?" Tegur Alula.
"Maaf, Bu. Aku hanya bercanda."
"Ada apa mencari Ayah sama Ibu?" Tanya Gara. Dia masih memeluk Alula dengan posesif.
"Aku ingin membicarakan hal penting. Sebenarnya aku ingin membicarakannya dengan Ayah. Dan membiarkan Ayah yang menceritakan pada Ibu. Tapi, karena Ibu disini, aku akan menceritakan pada Ayah dan Ibu."
Mendengar itu, Gara segera melepaskan pelukannya. Dari ucapan Darrel, ia bisa merasakan hal yang akan putranya ceritakan benar-benar serius. Gara menarik tangan Alula menuju sofa yang ada di kamarnya.
"Kemarilah!" Panggilnya, menyuruh Darrel duduk.
Darrel menurut. Ia duduk tepat di samping Alula. Hal itu membuat Gara mengernyit. Tapi, ia tidak bertanya.
"Apa yang ingin kamu ceritakan?" Tanya Gara, begitu tenang.
"Darrel sudah menghancurkan hidup seorang gadis, Yah, Bu. Darrel merenggut kesucian seorang gadis." Ujarnya langsung. Ia menunduk dalam, menyembunyikan matanya yang memerah. Ia tidak bisa menahan air matanya saat mengakui kesalahan di depan kedua orang tuanya yang selalu mendidiknya menjadi anak yang baik.
Alula dan Gara yang mendengarnya begitu terkejut. Keduanya sama-sama bungkam mendengar pengakuan putra mereka. Darrel yang tak mendengar sepatah kata pun yang keluar dari mulut kedua orang tuanya semakin di penuhi rasa bersalah.
Ia bangun dan langsung bersimpuh di depan kedua orang tuanya. "Maafkan Darrel, Yah, Bu. Maaf karena Darrel sudah mengecewakan kalian. Menodai kepercayaan Ayah dan Ibu. Maafkan Darrel. Ayah boleh memarahiku, memukulku. Ibu juga boleh menamparku. Tapi, jangan benci aku." Ujarnya.
"Sejak kapan Ayah memukulmu? Memukul kalian bertiga?" Pertanyaan Gara terkesan sangat dingin.
Alula yang melihat putranya bersimpuh sambil menangis, begitu tidak tega. Matanya juga ikut berair. Tangannya terulur, membantu Darrel bangun dan duduk diantaranya dan Gara. Ia langsung membawa tubuh Darrel dalam pelukannya. Ia belum pernah melihat putranya manangis seperti ini.
"Dengar, nak. Semarah apapun orang tua, mereka tidak akan benci pada anak mereka sendiri. Jadi, jangan berpikir jika Ibu sama Ayah akan membencimu." Ujar Alula sambil mengusap kepala putranya.
Darrel mengangguk. Setelah merasa cukup tenang, Darrel melepaskan dirinya dari pelukan Alula.
Gara menepuk pelan pundak putranya. "Dimana gadis itu sekarang?"
Darrel menggeleng. "Darrel nggak tahu, Yah. Saat itu kamarnya gelap. Cctv hotel juga dalam perbaikan. Darrel sudah melakukan pencarian. Tapi, belum ada satupun informasi yang didapatkan."
"Kita harus tetap menemukannya bagaimana pun caranya. Jika saat itu hubungan kalian berhasil, dia akan mengandung anakmu. Dan Ayah tidak ingin hal yang terjadi padamu dan Darrel juga Ibu terulang lagi. Ayah tidak ingin cucu Ayah menderita." Ujar Gara.
"Ayah akan membantumu." Lanjut Gara.
"Terima kasih, Yah." Ujar Darrel yang ditanggapi anggukkan oleh Gara.
"Terima kasih juga, Bu."
"Iya, nak. Sekarang, tenangkan dirimu dan teruslah berusaha untuk menemukannya."
"Iya, Bu."
Hati Darrel merasakan perasaan lega. Sebagian bebannya hilang begitu saja setelah ia menceritakan hal tersebut pada orang tuanya. Sekarang, ia cukup fokus pada kegiatannya dan mencari gadis itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Evelyn
penasaran siapa gadis itu, semoga cepat ketemu
2022-07-23
1