Darrel menatap seseorang gadis yang sedang terlelap di sofa apartemen Asya. Tatapannya menunjukkan jika dia tidak menyukai orang itu. Darrel bergegas menuju dapur.
"Sejak kapan dia disini?" Suara Darrel memenuhi ruangan itu. Membuat Asya yang sedang memasak sesuatu berbalik dan meletakkan telunjuknya ke bibirnya.
"Sttt... Jangan keras-keras ngomongnya. Naomi lagi tidur." Ujar Asya.
"Aku gak peduli." Darrel menarik kursi di meja makan dan mendudukinya. "Kamu jangan terlalu baik padanya."
Asya tersenyum, mematikan api lalu ikut duduk bersama Darrel. Keduanya duduk saling berhadapan.
"Kamu selalu mengatakan itu setiap kali aku bersama Naomi."
"Aku gak suka dia dekat-dekat kamu. Dia orang asing. Bisa saja dia memiliki niat jahat sama kamu."
"Huh. Gak mungkin Naomi punya niat jahat sama aku. Dia gadis baik, imut dan polos. Dia gak akan mungkin punya niat jahat." Balas Asya.
Astaga Asya, susah banget sih dibilangin. Kamu bahkan lebih polos dari Naomi. Batin Darrel.
"Aku mau bawa Naomi pulang sama aku. Dia gak punya keluarga disini. Dia bakal tinggal sama aku nanti."
"Naomi tinggal sama kamu? Asya, dia memang gak punya keluarga disini. Tapi, dia juga dari negara yang sama sama kita. Pasti dia punya keluarga disana. Kenapa harus tinggal sama kamu? Paman Edo sama tente Irene udah setuju?"
"Dia yatim piatu. Gak punya keluarga. Papa sama Mama udah setuju aku bawa Naomi pulang." Jawab Asya. Suasana menjadi hening sejenak. Asya menatap Darrel.
"Rel!"
"Hmm..."
"Aku mau kenalin Naomi sama Darren. Sekalian ngedeketin mereka berdua. Siapa tau cocok."
Darrel sedikit terkejut mendengar ucapan Asya. Tidak tahu lagi, bagaimana bisa Asya berpikir seperti itu.
Asya ini, polos, bodoh apa gimana? Apa dia gak liat Darren gak pernah mau dekat sama gadis manapun selain dia? Batin Darrel, kesal.
Darrel menatap wajah gadis yang ada di depannya tersebut. "Terserah kamu. Kalau kamu mau Naomi ditendang jauh dari kehidupan kamu, kenalkan saja dia pada Darren." Jawabnya, sedikit bernada kesal.
"Kamu kesal ya, sama aku?"
"Iya, sedikit." Balas Darrel jujur.
"Kok malah jadi kesal?"
"Kamu sih, aneh."
"Aneh apanya? Ngajak Naomi pulang bukan hal yang aneh, Darrel."
"Iya-iya, gak aneh. Sekarang, kita ngomong yang lain aja. Atau enggak, kita makan aja? Kamu masak kan tadi?"
"Bilang aja kamu laper dari tadi. Jadi kesal gak jelas gitu." Cibir Asya, lalu bergegas mengambilkan makanan untuknya dan Darrel.
***
Darren duduk di kursi kebesarannya sembari menatap handphonenya. Baru saja dia mendapat pesan dari Darrel.
Seminggu lagi Asya pulang. Dia nggak akan kabari kamu soal kepulangannya. Dia takut kamu akan meninggalkan pekerjaan hanya karena menjemputnya. Asya juga bawa sesuatu buat kamu. Tapi, aku rasa kamu gak akan suka sama yang ia bawa pulang.
Darren meletakkan kembali handphonenya tanpa membalas pesan yang Darrel kirimkan. Dia tidak peduli dengan apa yang Asya bawa pulang nanti. Yang ia pedulikan adalah Asya bisa sampai dengan selamat.
Pintu kantor yang diketuk membuat Darren bergumam kecil, menyuruh orang itu masuk. Jiyo mendorong pintu dan berjalan ke hadapan Darren.
"Ini berkas yang harus ditanda tangani. Dan, penerbangan ke kota C, 2 jam lagi." Ujar Jiyo.
Darren meraih berkas yang Jiyo berikan. "Dua puluh menit lagi kita berangkat." Ujarnya.
Jiyo menunduk hormat seraya mengiyakan. Kemudian pergi meninggalkan Darren di ruangan tersebut.
20 puluh menit, Jiyo kembali ke ruangan Darren dan keluar bersamanya. Keduanya akan melakukan perjalanan bisnis ke kota C untuk dua hari. Jiyo sudah menyiapkan semuanya.
"Apa kita berpamitan dulu pada Paman Gara dan Tante?" Tanya Jiyo, sembari mengendarai mobilnya.
"Gak perlu." Balas Darren. Dia sudah memberitahu kedua orang tuanya sebelum dia ke kantor tadi pagi. Fokusnya kembali pada Tablet yang ada di genggamannya. Hingga tak terasa, mereka susah tiba di bandara.
***
Darren dan Jiyo langsung menuju hotel setelah setelah sejam lebih pernerbangan. Jiyo mengambil cardlock kamarnya dan Darren. Setelah menyerahkannya pada Darren, mereka memasuki lift.
"Bergerak cepatlah lift. Aku ingin segera merebahkan tubuhku di kasur." Gumam Jiyo sambil melihat angka yang berganti.
Darren hanya terdiam. Dia sudah tidak heran lagi dengan sekretaris sekaligus sahabatnya itu.
Lift berhenti dan keduanya keluar. Kamar milik Darren terletak bersebelahan dengan milik Jiyo. Sebelum dia benar-benar memasuki kamarnya, Jiyo menghentikannya.
"Aku rasa, aku akan ketiduran nanti. Aku mau mengingtkanmu, jam tujuh nanti, ada acara yang di adakan klien kita di restoran X. Karena dia tahu kita akan melakukan pertemuan dengannya besok, dia mengundang kita untuk menghadiri acaranya."
"Urusanku dengannya besok. Bukan malam ini." Jawab Darren dan langsung masuk kamar.
Jiyo hanya bisa tercengang menatap pintu kamar Darren yang sudah tertutup. Ia menghela nafas berat, lalu memasuki kamarnya sambil menggerutu.
"Bagaimana bisa aku punya atasan seperti Darren? Aku harus bisa sabar lahir batin." Gerutunya.
Darren meletakkan tablet-nya di sofa lalu duduk. Ia beristirahat sejenak, lalu kembali memegang tabletnya. Tanpa terasa, waktu hampir menunjukkan pukul tujuh.
Ia tidak peduli, Jiyo akan mewakilinya atau tidak dalam acara itu. Tujuannya kemari bukan hanya karena janji dengan klien itu. Ada hal yang lebih penting untuk perushaannya yang ada di kota itu.
Pintu kamarnya diketuk, membuatnya bangun dan membukanya. Jiyo berdiri di depan pintu dengan penampilan yang rapih.
"Kau benaran nggak akan pergi?" Jiyo terlihat lebih santai terhadap Darren saat diluar jam kerja.
"Sudah ku katakan."
"Baiklah. Aku akan berangkat sekarang. Aku tahu, kau sibuk. Tapi, jangan lupakan makan malammu."
"Hmm."
Jiyo segera berbalik dan pergi dari hadapan Darren. Lelaki itu menutup pintu dan kembali berkutat dengan pekerjaannya. Sebelum itu, dia menelpon layanan hotel untuk membawakan makan malam untuknya.
Ting... Bunyi notifikasi pesan masuk. Darren segera meraih hanphonenya dan memeriksanya.
Alisha
Kak, belikan aku makanan kering khas kota itu. Ayah selalu membelikanku saat perjalanan bisnisnya dulu. Saat Kakak sampai nanti, aku akan mengganti uangnya.
Sudut bibir Darren sedikit terangkat setelah membaca pesan Alisha. Uangnya tidak akan habis hanya karena membeli makanan itu. Hal yang terpenting adalah Alisha merasa senang.
Darren menggerakkan jarinya di layar handphonenya. Mengetikkan balasan singkat yang sudah bisa ia pastikan akan membuat Alisha tersenyum. Dan tebakannya benar. Tidak sampai satu menit, Alisha kembali mengirimkannya balasan.
Alisha
Kak Darren yang terbaik. Aku mencintaimu.
Darren lagi-lagi mengangkat sudut bibirnya. Diletakkannya kembali handphonenya tanpa membalas pesan Alisha lagi. Saat tangannya meraih sebuah dokumen, pintu kamarnya di ketuk.
Tanpa menunjukkan ekspresi apapun, Darren berjalan dan membuka pintu.
Deg... Seorang perempuan yang mendorong meja troli makanan terkejut melihat Darren. Ia terlihat tegang, hingga merasa sulit untuk mengatakan sesuatu.
Darren masih begitu tenang dan tanpa ekspresi melihatnya.
"Saya hanya membutuhkan sepiring makanan. Bukan semuanya." Ujar Darren dingin. Ia dengan sendiri meraih makanan di troli dan menutup pintu. Mengabaikan perempuan itu yang masih berdiri tanpa sepatah kata pun terucap.
"Dia... Tidak mengenalku." Gumamnya pelan, lalu dengan tatapan kosong, mendorong kembali troli menjauh dari kamar Darren.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
🤩😘wiexelsvan😘🤩
siapa perempuan yg membawa trolli makanan utk bang darren ya 🤔🤔🤔
2023-02-17
2
Wislan Thu Wislan
ya nmanya wanita butuh kjelasan kan?
2022-07-22
1
Evelyn
kapan up kak?
2022-07-07
1