Asya menatap jam yang melingkar di tangannya. Sudah hampir pukul sembilan malam, tapi dirinya masih berada di rumah Darren. Alisha benar-benar begitu lengket padanya. Selain mengajak Asya bercerita, dia juga meminta Asya menemaninya belajar. Asya pun dengan senang hati menurutinya.
Setelah mengakhiri perbincangan mereka, Asya berpamit pulang. Darren yang akan mengantarnya.
"Tante, Paman, Asya pulang dulu, ya."
"Iya, sayang. Titip salam buat Mamamu." Asya menganggukkan kepalanya, mengiyakan perkataan Alula.
"Kalian hati-hati." Ucap Gara.
"Kak Asya, makasih ya udah temanin Alisha hari ini."
"Iya. Kamu belajar yang rajin, ya."
"Siap, Kak."
Huh, sesuka itu dia sama Asya. Batin Darren menatap adiknya.
"Ekhm... Makasih ya, Sya, udah jemput. Maaf ya, udah nahan kamu disini sampai malam begini."
"Siapa juga yang disini sampai malam karena kamu? Orang aku disini mau temanin Alisha."
"Ck. Iyain aja kenapa sih, Sya. Kalau ginikan jadi malu aku." Ucap Darrel sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Hal itu membuat Alula, Gara, Asya dan Alisha terkekeh. Sementara Darren, ia hanya menatap tanpa ekspresi pada Darrel.
Setelah berpamitan, Darren dan Asya langsung berangkat. Suasana dalam mobil begitu hening. Tidak satupun diantara keduanya membuka suara.
Hingga hampir lima menit mereka terdiam, Asya pun tidak tahan lagi. Ia memberanikan dirinya untuk bicara.
"Darren," Panggilnya, namun Darren tetap diam dan fokus menyetir.
"Apa kamu masih marah padaku soal makan siang itu?" Tanyanya. "Aku memang mengatur semua itu. Aku hanya mau kamu dan Na..."
"Jangan dibahas lagi, Asya. Aku nggak marah."
Asya terdiam. Terdengar helaan nafas dari gadis itu. "Bagaimana dengan perusahaanmu?" Asya mencoba mengganti topik pembicaraan mereka.
"Semuanya baik." Balas Darren.
Percakapan tersebut berhenti begitu saja. Asya memilih menatap jalanan melalui kaca jendela. Sementara Darren, ia masih begitu fokus menyetir.
Merasakan tidak adanya pergerakan dari Asya, Darren menoleh. Ternyata Asya sudah tertidur dengan kepala yang bersandar pada jendela mobil. Darren memelankan laju mobilnya. Salah satu tangannya bergerak menyingkirkan anak rabut yang menutup wajah Asya.
"Kamu pasti sangat lelah menemani Alisha hari ini. Anak itu, dia benar-benar sangat menyukaimu." Gumam Darren, yang kemudian kembali fokus menyetir.
Aku tak mengerti dengan diriku sebenarnya. Aku menganggap Asya sebagai sahabatku. Tapi, aku tidak suka saat Asya berdekatan dengan orang lain. Terutama laki-laki. Bahkan jika itu Darrel dan Jiyo sekalipun. Seharusnya aku tidak seperti itu. Batin Darren.
Beberapa menit kemudian, mobil Darren tiba di rumah Asya. Sebelum turun dari mobil, Darren membenarkan tidur Asya agar tidak bersandar pada pintu mobil. Setelah itu, ia turun dan membukakan pintu mobil untuk Asya. Dengan begitu hati-hati, ia menggendong Asya.
Seorang pengawal yang melihatnya segera membukakan pintu untuk Darren. Lelaki itu menggendong Asya menaiki tangga hingga ke kamarnya dan dibantu oleh seorang pelayan untuk membukakan pintu.
Darren membaringkan Asya dengan begitu pelan. Berusaha agar tidur gadis itu tidak terganggu. Ia mengusap pelan kepala gadis itu. Baru saja dia akan mengangkat tangannya menjauh dari kepala Asya, Naomi menerobos masuk sembari memanggil Asya dengan suara yang agak keras.
"Asya, kamu..." Panggilan Naomi langsung terhenti saat matanya bertemu tatapan tajam dan mengerikan yang Darren lemparkan untuknya.
"Da-Darren."
Tidak peduli dengan Naomi, Darren mengalihkan tatapannya pada Asya yang terlelap. Ia menarik selimut hingga menutupi tubuh Asya sebatas dadanya. Dan entah apa yang mendorongnya, ia menunduk dan mengecup kening Asya.
"Selamat tidur," Gumamnya pelan, lalu beranjak keluar.
Naomi mengepalkan tangannya melihat perlakuan lembut Darren pada Asya. Saat Darren berdiri sejajar dengannya, ia merasa gemetar dan meneguk ludahnya.
"Keluar!" Perintah Darren dingin.
Naomi tidak bergerak sedikitpun. "Aku ingin berbicara..."
"Keluar dari sini atau keluar dari rumah ini!"
Naomi tidak bisa berkata lagi. Keluar dari rumah Asya adalah hal yang buruk. Ia belum begitu menikmati keidupan layak seperti Asya. Dan yang paling penting, dia masih belum bisa meluluhkan hati Darren. Sehingga, ia memilih untuk pergi dari kamar Asya.
"Pengganggu!" Ucap Darren, kemudian keluar. Ia menutup pintu kamar Asya dengan begitu pelan, agar tidak menimbulkan suara yang bisa membangunkan Asya.
Darren turun dan bertemu Edo dan Irene di lantai bawah. Senyum tulus Irene menyabut Darren.
"Selamat malam Paman, tante." Sapanya.
"Selamat malam juga, Darren." Balas Irene dan Edo serentak.
Edo menatap putra Gara tersebut dengan sebelah alis terangkat. Dia hendak menggoda Darren.
"Asya tengah tertidur saat kau membawanya. Tapi, kenapa kau lama sekali berada di kamarnya?" Tanya Edo dengan tampang menggoda Darren.
"Tidur bersamanya sebentar." Jawab Darren, acuh.
Mata Edo langsung terbelalak mendengar jawaban Darren. Mulutnya seolah sangat kaku untuk mengeluarkan beberapa kata. Ia yang ingin menggoda Darren malah dibuat terkejut oleh anak itu. Sementara Irene, ia bersikap tenang. Dia percaya pada Darren. Anak itu tidak akan melakukan sesuatu di luar batas pada putrinya.
"Kalau begitu, saya pamit Tante, Paman." Ucap Darren yang diangguki Irene.
Setelah kepergian Darren, Irene menepuk pundak suaminya, agar lelaki itu sadar.
"Darren bilang, dia tidur bersama Asya." Ujarnya dengan tatapan tak percaya.
"Ck. Sadar, sayang. Darren hanya bercanda."
"Bagaimana jika benar? Aku tidak mau putriku dipermainkan oleh laki-laki."
"Kamu takut karena dulu kamu mempermainkan banyak wanita?"
Edo langsung meneguk ludahnya. Perkataan sang istri memang benar. Ia takut, perbuatannya dulu berimbas pada sang putri.
"Sudahlah! Jangan berpikir macam-macam. Aku percaya, Darren yang akan menjaga Asya. Tapi, jika itu terjadi pada putri kita, kamu yang aku salahkan. Karena ini balasan perbuatnmu." Ucap Irene lalu berjalan ke kamarnya.
"Hei! Sayang! Kenapa jadi salahku? Akhhh... Aneh-aneh saja kamu, sayang." Ucap Edo, lalu mengejar istrinya ke dalam kamar.
***
Darren membaringkan tubuhnya di ranjang miliknya. Sudah hampir pukul sebelas. Tapi, Darren belum merasa mengantuk. Ia bangun dan meraih laptop miliknya. Duduk di sofa yang ada di kamarnya, dan membaca file yang dikirim Jiyo.
Tok... Tok... Tok... Pintu kamarnya diketuk, membuat Darren menoleh.
"Ini aku, Darrel."
Darren segera bangkit dan membukakan pintu untuk Darrel. Laki-laki itu menerobos masuk dan duduk di sofa.
"Ada apa?" Tanya Darren, ikut duduk bersama Darrel.
"Nggak ada. Hanya belum ngantuk. Jadi, aku kesini." Ujar Darrel yang ditanggapi anggukkan oleh Darren. "Apa yang kamu lihat?"
"File yang dikirim Jiyo."
Darrel terdiam sejenak. Sebenarnya ia ke kamar Darren ingin menceritakan sesuatu yang terus mengusiknya. Tapi, melihat Darren yang sedang sibuk memeriksa file, membuatnya membatalkan niatnya.
"Karena pekerjaanmu banyak, aku tidak akan mengganggu." Darrel bangun dan hendak pergi. Namun, perkataan Darren membuatnya berhenti.
"Apa yang kau sembunyikan?"
Darrel menarik nafasnya. Ia berusaha setenang mungkin sebelum berbalik ke arah Darren.
"Nggak ada. Aku hanya sedikit lelah."
"Aku mengenalmu dengan baik. Jangan berbohong padaku." Ucapnya. Pandangannya fokus pada laptopnya.
Darrel lagi-lagi menarik nafasnya. Ia kembali mendudukkan dirinya di samping Darren. Lelaki itu mengalihkan fokusnya dari laptop ke Darrel. Ia akan mendengarkan apa yang akan kembarannya itu ucapkan.
"Ada sesuatu yang terus menggangguku." Ucap Darrel. Darren hanya mendengar. Membiarkan Darrel menceritakan semua bebannya.
"Aku seorang laki-laki brengsek. Aku melakukan hal kotor pada seorang gadis. Tapi, aku tidak tahu siapa gadis itu. Aku sudah berusaha mencarinya, tapi masih belum mendapatkannya." Jelas Darrel.
"Aku begitu merasa bersalah. Tapi aku tidak sengaja. Ada yang sengaja memasukkan obat sialan itu di minumanku. Gadis itu pasti sangat terluka saat ini. Aku juga takut memberitahu Ayah." Lanjut Darrel, sembari menundukkan kepalanya.
Darren menepuk pelan punggung saudara kembarnya. "Aku akan membantumu menemukannya. Apa ada sedikit petunjuk tentang gadis itu?"
"Tidak ada. Aku hanya tahu, dia adalah orang sana. Aku mendengar dia memintaku melepaskannya menggunkan bahasa negara itu."
"Tenanglah. Kita pasti akan menemukannya." Ujar Darren. "Kamu harus menceritakan ini pada Ayah. Apapun konsekuensinya, Ayah harus tahu. Mungkin, Ayah memiliki solusi."
Darrel mengangguk mengiyakan perkataan Darren. Setelah beberapa saat, ia kembali ke kamarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
🤩😘wiexelsvan😘🤩
bang darren idaman bangwt,,,menyingkapi masalah dengan bijak tanpa menyudutkan atw menyalahkan bang darrel,,,,ayooo bang darell kamu harus bertanggung jawab 😁😁😁
2023-02-18
2
Wislan Thu Wislan
lanjut
2022-07-22
1
T
semangat thor 😍😍
2022-07-20
1