Darren dan Jiyo tiba dari perjalanan binis mereka tepat pukul satu siang. Keduanya menaiki mobil jemputan masing-masing menuju rumah.
Darren turun dari mobil dan berjalan memasuki rumah sembari menenteng pesanan Alisha.
Alula yang sedang mengambil minum di dapur, bergegas menuju pintu. Ia sudah menduganya, jika itu adalah Darren.
Pintu terbuka, membuat Alula tersenyum. "Nak," Sapanya, saat melihat Darren.
"Ibu," Anak itu menunduk dan mencium tangan Ibunya.
"Apa itu?" Pandangan Alula mengarah pada barang yang dibawa Darren.
"Pesanan Alisha." Alula mengangguk mendengar jawaban putranya.
"Ayo, Ibu sudah masakin makanan kesukaan kamu." Darren hanya mengangguk patuh mendengar ucapan Alula. Kebahagiaan Alula adalah hal terpenting.
Darren mengedarkan pandangannya, memerhatikan ruangan itu. Keningnya mengerut saat tak mendapati Ayahnya.
"Ayahmu sedang di kantor. Katanya, ia akan menghendel perusahaan saat kamu melakukan perjalanan bisnis." Ujar Alula, seolah tahu apa yang ada dalam pikiran Darren.
"Ibu baru saja pulang mengatar makan siang Ayahmu."
Darren terdiam, lalu menatap jam yang melingkar di tangannya. Ia lalu menatap Ibunya. "Ibu sudah makan?"
"Sedikit."
"Ayo, ku temani Ibu makan."
"Kamu belum makan?"
"Setelah menjemput Alisha, aku akan makan."
"Kalau begitu, jemput adikmu dulu. Ibu akan menunggu kalian."
"Lambung Ibu akan bermasalah."
"Tidak akan. Ibu akan menunggu kalian."
"Baiklah." Darren menyerahkan pesanan Alisha pada Alula, lalu bergegas menuju kamarnya. Ia keluar sambil membawa kunci mobilnya. "Aku pergu dulu." Ujarnya, keluar dan melajukan mobilnya menuju sekolah.
***
Alisha dan murid lainnya masih menyimak apa yang di ajarkan oleh guru. Hingga bel pulang berbunyi, membuat semua siswa mulai berkemas untuk pulang.
Alisha juga memasukkan alat tulisnya dalam tas. Namun, saat hendak berdiri, ia merasakan pergelangan kaki kirinya begitu sakit.
"Shh..." Alisha berusaha menahan sakitnya dan berdiri. Kedua temannya, Nadia dan Yana mendekat dengan raut khawatir.
"Biar kita bantu." Nadia berucap sambil memegang tangan Alisha. Sementara Yana, gadis itu memegang tas milik Alisha. Namun, belum sempat ketiga gadis tersebut melangkah, terdengar suara dingin dan datar di belakang mereka.
"Biar gue yang bantu dia." Nadia dan Yana terlihat menahan nafas mereka. Tidak ada diantara mereka bertiga yang bergerak.
Dia Axel, sorang siswa dengan paras tampan namun dingin. Tidak suka diusik dan di anggap tak berperasaan. Senior di sekolah pun tidak berani mengusiknya.
Axel berjalan mendekat dan berdiri di depan ketiga gadis tersebut. Dia yang membuat kaki Alisha terkilir. Dia yang harus bertanggung jawab.
"Lo berdua pergi!"
Nadia dan Yana saling menatap. Kemudian mereka menatap Alisha. Meskipun Alisha menggeleng, Yana dan Nadia tidak bisa berbuat apa-apa. Axel membuat mereka takut.
"I-ini, tas Alisha." Yana menyerahkan tas Alisha pada Axel. Kemudian keduanya berpamit pergi.
Alisha memerhatikan kedua temannya yang mulai menjauh. Saat Axel hendak membantunya berjalan, ia menepisnya dengan pelan.
"Aku masih bisa jalan sendiri." Ucapnya lembut, meraih tas dari tangan Axel dan berjalan sambil bertumpu pada kaki kanannya dan memegengi meja kursi. Axel tidak berkata apa-apa. Dia hanya mengikuti Alisha dari belakang.
Alisha memang keras kepala. Saat tiba di luar kelas, dia berjalan sambil tangannya bertumpu pada dinding. Axel yang mulai tidak sabar, kembali berucap.
"Biar gue bawain tas lo." Tangannya terulur meraih tas Alisha. Belum sempat tas itu terlepas dari tangan Alisha, tangan Axel ditahan seseorang.
Keduanya sama-sama menoleh. "Kak Darren?" Ucap Alisha, pelan. Sementara Axel, ia hanya menatap Darren. Kedua laki-laki yang sama-sama memiliki wajah dingin itu saling melempar tatapan tajam. Namun, tak berlangsung lama saat Alisha bersuara.
"Kak," Darren langsung memutuskan kontak matanya dengan Axel dan menatap adiknya. Tatapannya jatuh pada kaki kiri Alisha.
"Kenapa?" Ia bertanya sambil menatap kaki Alisha.
"Gue gak sengaja nabrak dia. Kakinya terkilir." Jelas Axel. Darren tak menanggapinya dan langsung menggendong Alisha. Meninggalkan Axel yang masih terus menatap mereka.
Beberapa siswa dan siswi yang masih berada di sekolah dibuat terpaku melihat Alisha digendong pria tampan. Mereka sudah dihebohkan dengan kedatangan lelaki itu tadi. Dan mereka kembali dibuat terkejut saat dia menggendong Alisha dan membawanya memasuki mobil.
Nadia dan Yana yang belum meninggalkan sekolah, terdiam mematung menatap Alisha yang di gendong Darren. Hari ini adalah hari keberuntungan mereka. Dimana mereka bisa berdiri dekat Darren dan berbicara dengannya.
"Kakak Alisha sangat tampan." Ucap Yana.
"Ya. Aku rela nggak lanjut sekolah, kalau dia mau menikahiku." Timpal Nadia.
"Ck. Halu mu berlebihan." Ucap Yana, membuat Nadia cemberut. "Oh ya, gimana sama Axel? Jangan-jangan dimarahi kakak Alisha."
"Ku rasa tidak. Kakak Alisha bukan tipe yang banyak bicara. Tapi, dia tipe orang yang menunjukkan tindakan."
"Sok tahu kamu." Cibir Yana. Nabila hanya acuh.
Setelah mobil Darren menjauh, Axel keluar gerbang dengan mengendarai motornya. Aura dinginnya masih melekat meski tertutup helm.
"Alisah berada diantara dua laki-laki dingin." Ungkap Nabila, setelah Axel melewati mereka.
"Ya, kamu benar. Axel dan Kakak Alisha nggak jauh beda. Sama-sama dingin."
Kedua gadis itu lalu berpisah saat jemputan masing-masing datang.
Didalam mobil, Darren maupun Alisha hanya terdiam. Alisha menoleh pada Kakaknya. Tempramen Darren seperti Ayahnya. Axel tidak bersalah atas terkilirnya kakinya. Ia tidak tahu, apa yang akan Darren lakukan pada Axel nanti. Memikirkan itu, membuatnya gelisah.
Darren menangkap kegelisahan di wajah adiknya. Ia mengulurkan tangannya dan mengusap rambutnya pelan. Matanya masih fokus pada jalanan.
"Ada apa?" Tanyanya, sedikit menoleh pada Alisha.
"Eemm... Axel nggak salah." Ujarnya, namun tak ada tanggapan dari Darren.
"Alisha tadi main kejar-kejaran sama teman-teman. Alisha yang gak sengaja nabrak Axel. Badan Axel keras, jadi Alisha sendiri yang jatoh. Dan kaki Alisha terkilir." Jelasnya, sedikit memelankan suaranya di kalimat terakhir.
Masih tidak ada respon dari Darren. "Teman-teman udah nawarin buat anterin Alisha ke UKS. Tapi, Alisha nggak mau. Alisha nggak suka ada di UKS." Ia meraih pelan lengan Darren. "Kakak jangan marah, ya? Jangan marah sama Alisha. Sama Axel juga." Matanya berkaca-kaca, hendak menangis.
Darren sudah bisa menebak. Alisha pasti akan menangis. Ia menghela nafas dan menepikan mobilnya. Ia memeluk gadis itu.
"Kakak nggak marah." Ucapnya. "Kamu takut sama Axel?"
Alisha mengangguk pelan. "Sedikit." Jawabnya. Ia lalu mendongak menatap Darren. "Kakak janjikan gak gangguin Axel?"
"Janji." Jawab Darren tanpa berpikir panjang.
Alisha melonggarkan pelukan mereka. Ia menatap Darren. "Sekarang, masalahnya Ibu sama Ayah. Mereka pasti khawatir lihat Alisha kayak gini."
"Kita obatin kaki kamu dulu. Setelah itu, pulang." Alisha mengiyakan. Darren kembali melajukan mobilnya.
Tiba-tiba, hp Alisha bergetar. Ia mengeluarkannya dari saku. Ternyata itu Darrel yang melakukan panggilan vidio.
"Hallo, bungsu." Sapanya dari seberang sana.
Matanya tiba-tiba kembali berkaca-kaca. Bukan karena dia cengeng. Tapi, dia benar-benar merasa sakit. Darrel yang melihatnya menjadi sedikit panik. Sementara Darren yang berada di samping Alisha, hanya memasang tampang datarnya.
"Eeh, kenapa mau nangis gitu?"
"Kakak, kaki Alisha sakit." Adunya.
"Kenapa?"
"Alisha jatoh terus terkilir kakinya."
"Astagaaa... Gimana sekarang?"
"Masih sakit."
"Kamu sama siapa sekarang?"
"Kak Darren." Alisha mengarahkan hp nya ke arah Darren yang sedang menyetir.
"Darren." Panggil Darrel.
"Hmm..."
"Buka sepatu Alisha. Jangan dipakai."
"Sudah." Balas Darren, karena ia sudah melepaskan sepatu Alisha saat mendudukkan Alisha di kursi mobil tadi.
"Bawa Alisha ke jalan XX. Tanya saja rumah Bu Arsi. Dia tukang urut. Aku jamin, kaki Alisha pasti sembuh. Aku pernah bawa Aurel kesana dulu. Kakinya juga terkilir dan langsung sebuh pas di urut."
"Oke." Balas Darren.
Alisha kembali mengarahkan hp wajahnya. Darrel tersenyum pada adiknya. "Jangan nangis, ya? Gak akan sakit lagi kalau udah di urut."
"Iya, kak."
"Ya udah. Kakak tutup dulu."
"Loh, kok tutup? Kakak ngapain telpon?"
"Enggak kenapa-kenapa. Cuman kangen sama kamu."
"Ish, Kak Darrel. Ya udah, tutup gih."
"Oke."
Panggilan vidio itu berhenti. Alisha kembali menyimpan handphonenya. Kali ini, ia menyimpannya dalam tas. Darren meliriknya sebentar.
"Kirim pesan pada Ibu. Bilang saja kita pulang sedikit telat. Minta Ibu untuk makan lebih dulu. Gak perlu menunggu kita."
Alisha mengangguk. Ia tahu, Darren tidak ingin Ibu mereka khawatir. Dia juga tidak ingin Ibunya khawatir dan terus menunggu mereka untuk makan siang. Itu tidak baik untuk lambung Alula.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Wislan Thu Wislan
wah jngan"jodohnya sma si Axel tu si alishanya
2022-07-22
1