Beberapa tahun berlalu. Darren sudah menggantikan posisi Ayahnya dan memimpin perushaan. Tak sedikit karyawan perusahaan yang terkejut saat mengetahui identitas Darren yang sebenarnya. Dan sebagian tidak terkejut karena sudah menebaknya dari awal. Kemiripan mereka membuat sebagian karyawan mampu menebaknya. Meskipun tidak ada klarifikasi dari Gara.
Darren memarkirkan mobilnya di parkiran perusahaan, lalu memasukinya. Auranya yang begitu kuat menarik setiap karyawan untuk menatapnya. Tapi, hanya beberapa detik. Setelah itu semuanya kembali menunduk hormat menyapanya.
"Selamat pagi, tuan muda." Sapa setiap karyawan. Dan seperti biasa, dia hanya mendengarnya tanpa menjawab. Tidak masalah untuk karyawan lama. Tapi, karyawan baru akan mengatainya sombong.
Pintu lift tertutup lalu bergerak menuju lantai teratas gedung perusahaan itu. Darren keluar setelah lift berhenti.
"Selamat pagi, tuan muda." Sapa Jiyo, sahabat sekaligus sekretaris Darren.
"Hmm..." Ia membalas dengan deheman. Sesuatu yang sangat jarang Jiyo dengar.
"Hari ini ada rapat jam 8 pagi. Setelah itu, ada pertemuan dengan klien di restoran B jam 3 sore."
Darren mengangguk. Ia menatap jam yang melingkar di pergelangannya. Masih 40 menit lagi rapatnya di mulai. Jiyo berpamit kembali ke ruangannya.
Darren memutuskan untuk memeriksa beberapa dokumen yang belum sempat ia periksa kemarin. Tiba-tiba hpnya mendapat notifikasi pesan dari Darrel.
Darrel
Aku sudah menemukan pelaku penggelapan uang perusahaan Ayah yang ada disini. Bagaimana menurutmu? Ku bawa ke kantor polisi, atau ku adili sendiri saja?
Darren menyunggingkan sedikit senyumnya. Senyum yang membuat setiap orang yang melihatnya akan merasa cemas.
^^^Darren ^^^
^^^Lakukan yang kamu mau. ^^^
Setelah mengirimkan pesannya, Darren kembali memeriksa dokumennya. Saat hampir jam 8, dia bersama Jiyo menuju ruang rapat.
Kehadirannya dan Jiyo di ruang rapat, membuat suasana ruangan tersebut terasa begitu mencekam. Setiap orang yang ada di tempat itu merasa seolah sulit bernafas.
"Kita mulai rapatnya." Ujarnya dingin, membuat orang-orang itu meneguk ludah.
Darren terlihat lebih kejam dari Paman Gara. Batin Jiyo.
Satu persatu peserta rapat memberikan pendapat dan ide mereka. Beban di wajah mereka langsung hilang saat rapat berakhir.
Darren berjalan keluar diikuti Jiyo dibelakangnya. Seketika, hawa dingin dalam ruagan rapat menghilang, dan digantikan hembusan nafas lega.
Jiyo mengikuti Darren hingga ke ruangannya. "Hampir waktunya makan siang. Apa tuan muda mau ku pesankan makanan?"
"Ya." Satu kata yang keluar dari mulut Darren bersamaan dengan getaran hpnya. Lagi-lagi getaran yang bersumber dari notifikasi pesan.
Aku kangen
Darren langsung memasukkan kembali hpnya dan menyambar kunci mobilnya. Ia kemudian berjalan menuju pintu.
"Batalkan pertemuan sore ini." Ujarnya pada Jiyo yang masih berdiri.
"T-tap..."
"Lakukan saja!" Darren menarik gagang pintu ruangannya.
"Bagaimana dengan makanannya?"
Tidak ada lagi jawaban. Yang terdengar oleh Jiyo hanya dentuman pelan pintu yang tertutup.
"Bodoh! Pertemuan dengan klien saja, Darren gak peduli. Apa lagi urusan makanan?" Gumam Jiyo.
***
Ketukan pintu apartemennya membuat kening seorang gadis mengerut. Ia tidak meminta siapapun datang atau memesan apapun. Lagipula, ini sudah cukup larut.
Dia dengan sedikit keberaniannya bergegas menuju pintu apartemennya. Ia lalu membukanya dan menemukan seseorang yang beberapa jam lalu dikirim pesan olehnya.
"Darren," Ujarnya pelan dan langsung memeluknya. Lelaki itu juga balas memeluknya.
"Gimana? Udah gak kangen kan?" Tanyanya, lembut.
Gadis itu melonggarkan pelukannya, lalu mendongak menatap Darren. Ia kemudian tersenyum. "Masih." Ujarnya, lalu kembali memeluk erat Darren.
Darren tidak memprotesnya. Ia hanya berdiri dan membiarkan gadis itu memeluknya. Tidak peduli jika mereka masih berada di depan pintu unit apartemen milik gadis itu.
"Sekarang sudah cukup. Ayo, masuk!"
Darren hanya mengangguk dan mengikuti gadis itu memasuki apartemennya. Sudah tidak asing baginya apartemen ini. Dia sudah beberapa kali melakukan penerbangan mendadak hanya untuk mengunjungi apartemen tersebut. Dan itu semua hanya karena sebuah pesan yang sama dengan pesan yang di dapatkannya tadi.
Keduanya duduk di sofa ruang tamu. Tak lama, gadis itu bergegas bangun, namun dihentikan oleh Darren.
"Mau kemana?"
"Asya mau ke dapur. Darren pasti lapar kan? Asya mau maskin Darren makanan dulu."
Ya, gadis yang di datangi Darren hanya karena sebuah pesan itu adalah Asya. Satu-satunya gadis yang bisa mengusik Darren selain Alisha.
Darren menarik Asya hingga gadis itu kembali terduduk. Dia kemudian memeluknya erat. "Aku nggak lapar." Ujarnya.
"Tetap disini. Aku disini untuk menghilangkan rasa rindumu. Bukan memintamu memasakkan aku makanan." Lanjutnya, masih dengan suara yang datar. Namun, mampu membuat Asya tersenyum.
"Makasih." Ucapnya.
Suasana menjadi hening sejenak. Hingga tiba-tiba, Asya mulai membuka suara.
"Darren,"
"Hmm?"
"Darren bolos kerja lagi, ya?"
"Hmm." Dehemnya dengan tangan yang masih setia mengusap rambut Asya.
"Asya tau, perusahaan itu milik Paman yang nantinya akan jadi milik Darren sama Darrel. Tapi, gak baik ninggalin pekerjaan hanya karena hal kecil. Asya cuman mau vidio call-an aja sama Darren. Asya udah kirim pesannya setelah pesan pertama."
"Tidurlah!" Hanya itu yang dibalas Darren. Ia tidak menanggapi apa yang Asya ucapkan.
"Tapi kan, kasian Jiyo urusin semuanya sendiri."
Mendengar nama Jiyo disebut, Darren semakin mengeratkan pelukannya pada Asya. "Jangan menyebut laki-laki lain saat bersamaku." Ujarnya dingin. "Tidurlah." Ucapnya lagi.
Namun, Asya sedikit keras kepala. Gadis itu tidak menurut untuk segera tidur.
"Kalau nggak suka membicarakan laki-laki lain, bagaimana kita membicarakan seorang perempuan saja? Asya mau kenalin Darren sama teman kuliah Asya."
"Aku tidak tertarik."
Asya menarik nafasnya. Ia kemudian mendongak menatap Darren. "Kalau nanti Darren punya pacar, Darren gak bakal putusin hubungan persahabatan kita kan?"
"Apa yang kamu pikirkan?" Darren menatap lekat wajah Asya.
"Enggak. Hanya saja..."
"Kamu akan tetap jadi sahabatku." Ujarnya, tegas.
Asya tersenyum mendengarnya. Dia tidak berharap lebih tentang hubungannya dengan Darren. Darren mau menerimanya menjadi sahabat saja sudah cukup baginya. Walaupun ada rasa untuk Darren, ia berusaha untuk tetap menyembunyikan nya.
"Tidurlah! Sudah selarut ini. Tidak baik begadang." Ujar Darren, yang mendapat anggukkan dari Asya.
Gadis itu perlahan-lahan terlelap dalam pelukan Darren. Hingga pada akhirnya, ia terlelap sepenuhnya. Darren tersenyum kecil lalu menggendongnya menuju kamar Asya.
Setelah membaringkan dan menyelimutinya, Darren bergegas menuju salah satu kamar apartemen Asya dan beristirahat disana.
Darren menyalakan handphonenya yang sengaja di matikannya sebelum menaiki jet pribadi.
1 panggilan tak terjawab dari Darrel
10 panggilan tak terjawab dari Ibunya.
5 panggilan tak terjawab dari Alisha.
8 panggilan tak terjawab dari Jiyo.
2 chat dari Alula.
2 chat dari Alisha.
1 chat dari Asya.
"Mengenai hal ini, Ayah yang paling paham apa yang ku lakukan." Gumamnya sambil melihat layar handphonenya.
Dia kemudian membaca pesan dari Ibunya dan Alisha.
Ibu
Darren, nak. Kamu menemui Asya?
Apa dia sakit?
Alisha
Kak, kenapa tiba-tiba pergi? Apa Kak Asya sakit?
Kabari kami terus keadaannya.
Darren sedikit tersenyum membaca isi chat Ibu dan adiknya. Sepertinya, Ibu dan adiknya sudah mulai mengerti akan kepergian tiba-tibanya.
"Pasti Jiyo yang membuat semuanya heboh." Gumamnya.
Ia kemudian teringat dengan ucapan Asya. Segera dia membuka isi pesan dari Asya. Ternyata benar. Gadis itu melarangnya mengunjunginya dan hanya memintanya melakukan panggilan vidio.
Lagi-lagi Darren menyunggingkan senyum tipis. Ia berpikir, apakah ini benar-benar karena Asya rindu padanya, atau dia yang merindukan Asya?
Dia kemudian menepis pikiran itu. Lalu ia mendial nomor Darrel, menelponnya.
"Hallo," Sapa Darrel dari seberang sana.
"Hallo. Bagaimana?"
"Sudah ku bereskan." Ujar Darrel. "Aku tahu, kamu di negara ini. Berkunjunglah kemari untuk melihatnya nanti."
"Hmm..."
"Ya sudah. Aku akan matikan telponnya. Ingat! Kamu hanya berdua dengan Asya. Jangan macam-macam. Jika ter..."
Panggilan langsung dimatikan sepihak oleh Darren. Membuat Darrel menahan kesal atas perlakuan Kakak kembarnya itu.
Untung saja aku merasa memarahi diri sendiri saat aku memarahinya. Jika tidak, aku akan memarahinya hingga gendang telinganya pecah. Kesal Darrel.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Wislan Thu Wislan
🤣🤣🤣🤣bgtulah sifat tdk jauh dri ayahnya?🤣🤣🤣
2022-07-22
2
nafisahh❤️❤️❤️
lanjut thor
2022-07-05
2
Vhy Silpiani
lanjut
2022-07-05
1