Semuanya telah bersiap-siap. Gara menggandeng tangan Alula. Keduanya berjalan memasuki mobil yang sudah disiapkan oleh salah satu pengawal Gara. Alisha yang baru keluar kamar langsung berlari menuju halaman rumah. Ia membuka pintu belakang mobil dan memasukinya.
"Kenapa harus lari? Ayah tidak akan meninggalkanmu."
"Hehehe... Maaf, Yah. Alisha terlalu semangat."
"Lain kali jangan lari-lari gitu, ya? Bagaimana kalau kamu jatuh?"
"Iya, Bu. Lagian, kalau Alisha jatuh, kan ada Ayah sama Ibu yang bakal bantuin Alisha." Jawabnya membuat Gara dan Alula tersenyum.
"Kita berangkat sekarang?"
"Oke."
Gara mulai melajukan mobilnya meninggalkan kediaman mereka. Hari ini, mereka akan menjemput Darrel.
Di kantor, Darren dan Jiyo juga sidah bersiap untuk menuju bandara. Mereka sudah berjanji untuk bertemu disana. Asya juga mengirimkan pesan pada Darren, jika dia sudah dalam perjalanan menjemput Darrel.
"Pakai mobilku atau mobilmu?" Tanya Jiyo.
"Mobilku." Balas Darren.
Setelah memutuskan menggunakan mobil siapa, Darren dan Jiyo segera meluncur ke bandara.
Keduanya tiba 10 menit setelah Gara. Tak lama, Asya juga tiba dengan seorang supir yang mengantarnya.
"Kau pulanglah!" Perintah Darren pada supir Asya. Lelaki paruh baya itu mengangguk patuh. Dia tidak khawatir sama sekali tentang nona mudanya. Berada di sisi Darren, Asya akan lebih aman.
"Kau sendiri? Dimana teman yang kau ceritakan padaku saat di cafe? Aku sangat penasaran dengannya." Tanya Jiyo, sambil berjalan ke arah lobi bersama Darren dan Asya. Ia tak peduli akan lirikan tajam Darren yang sejak tadi dilemparkan untuknya.
"Dia sedang diajak pergi sama Mama."
"Kemana? Sayang sekali. Aku sangat ingin bertemu dengannya." Ucap Jiyo, bercanda. Namun, berbeda dengan Darren. Laki-laki itu semakin kesal padanya.
"Aku..."
"Diamlah, Jiyo!" Ujar Darren dingin.
Mulut Jiyo langsung tertutup rapat mendengar ucapan Darren. Asya mengulum senyum melihat Jiyo yang bungkam hingga mereka bertemu orang tua Darren dan Alisha.
"Paman, tante." Asya menyapa kedua orang tua itu. Matanya lalu beralih pada Alisha saat gadis itu bertanya padanya.
"Kakak bersama Kak Darren dan Kak Jiyo, kemari?"
"Enggak. Kakak sama supir Kakak." Alisha mengangguk mendengar ucapan Asya.
Lima menit kemudian, pesawat yang Darrel naiki mendarat dengan sempurna. Semua penumpang turun dan menghampiri jemputan masing. Langkah lebar Darrel menghampiri keluarganya.
"Ayah," Darrel merentangkan tangannya memeluk Gara. Kemudian ia beralih memeluk Alula.
"Ibu," Pelukannya begitu erat dan cukup lama. Ia benar-benar merindukan Ibunya. "Aku sangat merindukan Ibu."
"Ibu juga, nak." Jawab Alula.
Setelah melepaskan pelukannya dari Alula, ia beralih memeluk saudara kembarnya. Ia memeluknya cukup erat, membuat Darren merasa risih. Tapi, dia tidak berniat untuk melepaskan pelukan saudaranya itu.
"Aku juga merindukanmu."
"Berhentilah berkata tidak jelas! Kita baru ketemu beberapa minggu lalu." Darren berkata dengan ekspresi datar. Tapi, tangannya tak urung membalas pelukan Darrel.
"Kamu merusak suasananya." Darrel melepaskan pelukannya. Ia lalu beralih memeluk Jiyo. Dan Jiyo juga membalas pelukannya lebih erat dari Darrel.
"Aku sangat merindukanmu, sayang. Kau sangat lama kembali ke tempat kelahiranmu." Ujar Jiyo, bertingkah seolah Darrel adalah kekasihnya.
"Iya, sayang. Aku sudah cukup lama meninggalkan mu. Maafkan aku." Darrel meladeni tingkah Jiyo.
"Aku akan memaafkanmu. Tapi, hari ini kamu harus terus bersamaku. Kita jalan-jalan dan menghabiskan waktu bersama. Bila perlu, kita menginap di hotel malam ini."
Plakk... Darrel memukul kepala bagian belakang Jiyo.
"Aku masih normal!"
"Shhh... Sakit sialan!" Jiyo memegang bagian belakang kepalanya.
Perbuatan kedua lelaki itu membuat yang lain terkekeh. Sementara Darren, ia hanya menatap dengan wajah datarnya. Seperti itulah yang akan terjadi jika Darrel dan Jiyo dipertemukan.
Darrel mengabaikan Jiyo dan beralih pada Asya. Ia menganggakat tangannya hendak memeluk Asya. Tapi segera ia urungkan saat mendapat lirikan tajam dari Darren, dan mengganti menepuk pelan puncak kepala Asya.
"Baru beberapa hari kamu disini, kamu sudah tumbuh semakin tinggi."
"Kamu sedang mengejekku?" Balas Asya sambil cemberut. Tingkah manja Asya membuat Darrel ingin mencubit pipinya. Tapi, lagi-lagi ia urungkan niatnya itu. Darren terus memperhatikan nya dengan tatapan tajam sejak tadi.
"Aku tidak sedang mengejekmu. Lihatlah sekarang. Tinggimu mungkin sudah se-daguku. Sementara waktu itu, kamu masih sedadaku."
"Berhentilah membual, Darrel. Dari awal, tinggiku memang se-dagumu."
"Hehehe... Ku kira kamu tidak menyadarinya." Balasnya sambil terkekeh kecil.
"Kak, sejak tadi kamu terus bercanda. Apa kamu sedang mengabaikanku?"
"Siapa bilang aku mengabaikanmu." Darrel berjalan ke arah Alisha, lalu memeluknya. "Adikku tersayang, Kakak sangat merindukanmu." Darrel mengecup puncak kepala Alisha berkali-kali. Membuat Alisha terkekeh.
"Hehehe... Kakak... Aku tahu Kakak merindukanku. Tapi, jangan terus menciumku seperti ini. Banyak orang yang melihatnya."
"Apa urusannya dengan mereka. Mereka melihat begitu karena iri. Biarkan saja."
"Ck. Sangat susah berbicara dengan Kakak." Ucap Alisha sedikit kesal.
Alula dan Gara yang melihatnya hanya bisa mengulas senyum. Tangan Gara terulur menepuk pundak Darrel.
"Lepaskan adikmu. Ayo, kita pulang."
"Baik, Yah."
Semuanya bergegas menuju parkiran. Gara dan Alula berjalan paling belakang dibandingkan anak-anak mereka. Pasangan suami istri itu berjalan sambil bergandengan dan terus memperhatikan anak-anak mereka. Hal itu membuat mereka teringat akan kebersamaan mereka dulu. Dimana Darren dan Darrel berjalan di depan mereka sembali menggandeng Alisha yang berada di tengah-tengah keduanya. Dan mereka memperhatikan ketiga anak itu dengan senyuman hangat.
"Aku senang kita berkumpul lagi." Ucap Alula, tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.
"Aku juga senang. Dan lebih senang lagi saat gadis itu tidak ada disini." Ucapan Gara sontak membuat Alula menoleh. Keningnya mengerut menatap wajah sang suami.
"Gadis? Maksudmu, Naomi?"
"Ya. Ku rasa, dia bukan gadis baik."
"Jangan menilai orang dari luarnya saja." Peringat Alula, tidak ingin suaminya berpandangan buruk pada orang yang baru dikenalnya.
"Aku bertemu banyak orang. Karyawan dan rekan bisnis. Aku mengenal banyak sifat dari mereka. Termasuk orang seperti gadis itu. Aku yakin, pandanganku terhadapnya tidak salah." Ucap Gara.
Alula hanya bisa menghela nafasnya. Jika Gara berkata begitu, dia tidak bisa mendebatnya.
***
Mobil yang dikendarai Gara dan Darren tiba di kediaman Gara. Semuanya turun dan langsung menuju rumah. Beberapa pelayan sudah berdiri siap dan menyambut mereka. Darrel begitu bahagia. Hal pertama yang ia lakukan adalah menuju dapur.
"Waaahh... Kalian memasak bayak hari ini. Harumnya membuatku lapar."
"Ini semua kami masak untuk menyambut tuan muda." Ucap salah satu pelayan yang bekerja sudah cukup lama dengan Gara.
"Kalian terbaik." Puji Darrel. "Ibu... Ayah... Kita makan dulu baru mengobrol bersama." Lanjutnya, sambil berteriak.
Semuanya hanya bisa menggeleng kepala melihat tingkah Darrel. Tapi, mereka semua setuju untuk makan bersama lebih dulu sebelum berbincang-bincang.
***
Edo melihat jam yang melingkar di tangannya. Sudah hampir dua jam Irene dan Naomi berada di mall. Tapi, keduanya belum juga kembali. Dia sedang menunggu istri dan teman putrinya itu di cafe yang berada di seberang mall. Dari cafe itu, dia bisa melihat Irene dan Naomi keluar mall.
"Nggak nyangka istriku benar-benar menyita banyak waktu Naomi." Gumam Edo.
Sejak Gara menelponnya waktu itu, dia menceritakan semuanya pada istrinya. Irene juga menerima dengan baik peringatan yang Gara berikan pada suaminya. Hingga keduanya mulai berusaha untuk tidak membiarkan Naomi sering-sering bersama Asya.
Saat mendengar Asya akan menjemput Darrel semalam, mereka langsung berencana mengajak Naomi pergi. Membuat gadis itu sibuk dengan membeli semua kebutuhannya yang belum terpenuhi. Dan tentunya, mereka berusaha sebisa mungkin agar tidak dicurigai Asya. Gadis itu terlihat sangat menyayangi Naomi.
Edo segera keluar saat melihat istrinya keluar bersama Naomi. Ia menjalankan mobilnya menuju mall.
"Sudah selesai?"
"Sudah, sayang." Balas Irene.
"Sudah, Om." Jawab Naomi.
Edo segera membuka bagasi mobilnya dan membantu meletakkan barang-barang yang dibeli Naomi dan Irene. Setelah itu mereka memasuki mobil dan kembali ke rumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Wislan Thu Wislan
wah bgus bnget si Edo sma irene
2022-07-22
1
Dian Susantie
baguslah kalo semua sepakat bhw Naomi bkn gadis baik.. 👍🏼👍🏼 cuma Asya aja yg dibutakan rasa kasihan.. 😏😏
2022-07-19
1
Evelyn
bagus Irene, Edo. lindungi asya dari Naomi
2022-07-19
1