Hari beranjak siang, matahari kian terik menyinari jagat raya. Udara panas berbaur dengan polusi, adalah hal yang senantiasa ada menyertai setiap kehidupan di kota besar.
Cuaca memang cukup gerah hari itu. Akan tetapi, suasana berbeda terasa di rumah kediaman Keluarga Waradana. Rumah itu terlihat sejuk dan asri karena banyak tanaman perindang yang tumbuh terawat di halaman rumah yang sangat luas dan mewah itu.
Dari dapur rumah itu, tercium aroma masakan yang mengguar memenuhi semua ruangan.
"Mama Mutiara, lagi masak apa, Ma?" Seorang gadis langsung masuk ke dapur karena tergoda dengan wangi makanan lezat yang tengah dimasak oleh seseorang di sana.
"Eh, tumben kamu sudah pulang jam segini, Dila?" sambut wanita itu, tetapi fokusnya tetap pada adonan tepung dan telur yang tengah diuleninya saat itu.
"Iya, Ma. Tadi hanya ada satu mata kuliah, jadi aku bisa pulang lebih cepat," sahut Ardila sambil mendekati Mutiara yang tengah sibuk membuat adonan kue.
"Wow, kelihatannya Mama masak banyak banget hari ini, apa ada sesuatu yang istimewa?" tanya Ardila sambil memperhatikan beberapa jenis masakan yang sudah selesai dimasak oleh Mutiara.
"Mama masak makanan kesukaan Baruna, kan sore ini dia pulang dari Sydney," sahut Mutiara tersenyum sumringah.
"Sudah setahun dia nggak pulang, pasti dia kangen masakan rumah," lanjut Mutiara. Dia sudah sangat merindukan kepulangan putra sulungnya sehingga senyum bahagia selalu terpasang di bibirnya saat dia membayangkan putranya itu akan segera kembali ke rumahnya.
Ardila hanya mengangguk dan tersenyum kecut mendengar penjelasan Mutiara. Walau sebenarnya dia tahu kalau Baruna, adik tirinya itu sudah ada di kota itu dari seminggu yang lalu, tetapi dia tidak melanggar janjinya untuk tetap tidak menceritakan semua hal tentang Baruna kepada kedua orang tua mereka.
"Oh ya ... sore ini ya, Ma? Ah, aku kenapa bisa lupa!" sungut Ardila, berpura-pura tidak ingat akan tanggal kepulangan Baruna.
"Iya, Sayang," sahut Mutiara.
"Apa ada yang bisa aku bantu, Ma?" tanya Ardila, lalu ikut mengambil adonan tepung dari tangan Mutiara dan berniat membantunya agar lebih cepat bisa menyelesaikan pekerjaannya di dapur.
"Ini, tolong kamu masukkan adonan cookies ini ke dalam oven, Sayang!" Mutiara menyerahkan sebuah loyang yang berisi adonan cookies kepada Ardila dan Ardila pun segera memasukkannya ke dalam oven sesuai perintah mamanya.
Keduanya lalu sama-sama sibuk melanjutkan menyelesaikan semua masakannya sambil sesekali bersenda gurau.
Meski bukan anak dan ibu kandung, Ardila dan Mutiara memang sangat dekat dan saling menyayangi. Mutiara selalu memberikan kasih sayang yang sama kepada ketiga anaknya, tanpa membeda-bedakan satu sama lain.
"Akhirnya beres juga!" seru Ardila sambil menyeka keringat yang membasahi keningnya setelah selesai menata semua makanan dan menyajikannya di meja makan.
"Makasih banyak ya, Dila. Untung kamu bantu Mama, kalau tidak Mama pasti kewalahan masak sebanyak ini sendiri," ujar Mutiara merasa senang karena Ardila sudah membantunya.
.
"Wah, ada banyak makanan hari ini. Sepertinya ada yang sangat spesial hari ini?" Seorang pria yang baru saja masuk ke ruang makan, juga terlihat terpukau melihat banyaknya makanan yang tersaji di atas meja makan hari itu.
"Eh, Papa! Hari ini Papa juga pulang lebih awal, Pa?" Ardila tersenyum saat melihat Arkha sudah pulang dari kantor dan langsung menghampiri dia dan Mutiara yang sudah hampir menyelesaikan semua pekerjaannya di ruang makan kala itu.
"Pastinya papamu juga pengen cepat balik dari kantor dan menunggu Baruna yang akan pulang hari ini, Dila," sahut Mutiara tanpa memberi kesempatan kepada suaminya untuk menjawab pertanyaan Ardila.
"Betul begitu kan, Bang?" sambungnya bertanya sambil tersenyum menatap Arkha yang juga mengangguk, tidak menampik apa yang dikatakan oleh istrinya.
"Iya! Dan kali ini, Baruna akan pulang untuk bersama kita selamanya di rumah ini. Dia sudah lulus dan tidak akan kembali lagi ke Australia." Senyum bahagia itu juga mengembang di bibir Arkha. Menyadari putranya akan kembali, rasa senang juga melingkupi hatinya saat itu.
.
Menjelang petang, Baruna pulang ke rumah itu sesuai jadwal dan disambut hangat oleh kedua orang tuanya, termasuk juga Ardila.
"Apa kabar kamu, Una? Mama kangen banget sama kamu, Sayang." Mutiara memeluk erat putranya itu dengan penuh kerinduan.
"Aku juga kangen sama Mama," sambut Baruna, ikut memeluk erat mamanya.
"Bagaimana perjalananmu, Nak? Papa sangat senang kamu pulang dan mulai saat ini kamu akan terus bersama kami disini," ujar Arkha juga ikut memeluk erat dan menepuk-nepuk punggung putranya.
Arkha juga sangat bahagia menyambut kedatangan putra pertamanya pulang kembali ke rumahnya.
"Kak Dila! Kakak apa kabar? Aku kangen banget sama Kakak. Entah sudah berapa tahun kita tidak ketemu, Kak!"
Setelah disambut dengan pelukan penuh kerinduan oleh Arkha dan Mutiara, Baruna juga berhambur untuk memeluk erat kakaknya, Ardila.
"Sandiwara!" bisik Ardila mencibir, tepat di telinga Baruna saat mereka berpelukan.
"Kakak makin hari makin cantik saja," balas Baruna mengalihkan dan sengaja tidak menanggapi cibiran Ardila. Sambil menatap lekat wajah kakaknya itu, Baruna mengedipkan sebelah matanya lalu tersenyum cengengesan. Dia sangat yakin, walau Ardila tahu dia hanya berpura-pura, tetapi Ardila pastilah tidak mengatakan kepada Arkha dan Mutiara semua kebenaran tentangnya.
Ardila hanya mencebikkan bibirnya melihat tingkah konyol adiknya.
Mereka semua lalu duduk di ruang tengah dan bercengkrama disana untuk beberapa saat. Suasana penuh kerinduan sangat terasa di antara empat orang itu. Arkha dan Mutiara terlihat sangat bahagia karena putra sulungnya itu kini sudah pulang dan tidak akan lagi meninggalkan rumah itu untuk kembali ke Australia.
"Bagaimana kabar Arnav, Pa? Apa dia betah tinggal di Perancis?" tanya Baruna saat ia teringat akan adik kandungnya yang saat itu juga masih di luar negeri untuk menuntut ilmu.
"Pastinya dia betah disana, Una. Adikmu itu sangat suka belajar, dia pasti sangat sibuk dengan tugas-tugas kuliahnya," ungkap Arkha. Senyum bangga juga terlukis di bibirnya karena menyadari kedua putranya sudah mendapatkan pendidikan yang sangat baik sesuai dengan apa yang dicita-citakannya selama ini.
"Aku juga kangen sama Bocah Kutu Buku itu," kelakar Baruna juga merasa rindu dengan adiknya yang sudah hampir dua tahun berpisah darinya.
"Huuh, dasar kamu, Una! Kau selalu saja mengejek adikmu seperti itu!" potong Mutiara tidak suka mendengar Baruna yang selalu mengejek adiknya dengan panggilan 'Kutu Buku'.
"Iya, kan kenyataanya Arnav memang begitu, hobinya hanya belajar dan belajar saja!" seloroh Baruna sambil terkekeh.
Keempat orang itu lalu terkekeh bersamaan. Arkha dan juga Mutiara hanya tersenyum tipis, saat mereka menyadari kalau memang benar Arnav, putra kandung kedua mereka memiliki sifat yang jauh berbeda dengan Baruna. Arnav cenderung lebih tertutup dan lugu, tetapi sangat cerdas dan sangat suka belajar tentang berbagai macam ilmu pengetahuan.
"Oh ya, selamat ya, Una! Kamu sudah menyelesaikan kuliahmu di Sydney. Papa akan segera mengajarkan kamu untuk mengurus perusahaan Papa," urai Arkha bersemangat. Tentunya, setelah Baruna menyelesaikan pendidikannya di Negeri Kanguru, dia menyimpan harapan besar kepada putranya, agar bisa melanjutkan roda perusahaanya kelak.
"Terima kasih, Pa." Baruna hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan selamat dari papanya. Ada sedikit rasa tidak senang di benaknya, saat mendengar Arkha membahas tentang mengurus perusahaan kepadanya, sementara dia sendiri belum puas menikmati masa mudanya.
"Sebaiknya sekarang kita makan. Mama dan Ardila sudah masak makanan kesukaan kamu, Una!" pungkas Mutiara. "Pastinya kamu kangen masakan rumah kan?" sambung Mutiara seraya mengajak ketiganya menuju ruang makan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Rosni Lim
Samangat Thor
2022-08-22
0
Don't Ask Myname
kompak 👍👍
2022-08-15
0
Hanifa Wilda Amrullah
Baruna akhirnya pulang ke istana skaligus bagai penjara wkwkwkwk
2022-08-04
1