"Aarghh, kamu lagi rupanya!" Baruna tersenyum miring dan terus mengarahkan tatapan iblisnya kepada pria itu.
Diaz juga ikut melebarkan kedua matanya saat bisa mengenali wajah Baruna.
"Lagi-lagi kamu, Bocah tengik! Untuk apa kau selalu saja mencampuri urusanku?" bentak Diaz sambil menudingkan telunjuknya ke wajah Baruna. Diaz lalu melepaskan cengkraman tangan Baruna yang masih kuat memegang kerah jaketnya.
Dengan memperlihatkan urat tangannya yang terkepal kuat, Diaz kembali melayangkan sebuah pukulan ke arah Baruna. Akan tetapi, bukan hal yang sulit bagi Baruna untuk menangkis dan menghindar dari serangan Diaz. Baruna justru jauh lebih cekatan mencekal tangan Diaz. Bahkan jauh lebih kuat sambil kembali menunjukkan sorot matanya yang semakin menyala.
"Dasar laki-laki pengecut! Apa tidak ada hal lain yang bisa kau kerjakan selain memaksa seorang wanita, hah?!" umpat Baruna berang, lalu mendorong tubuh Diaz dengan sangat kasar.
"Aaarhhh!" Diaz kembali mengeluarkan suara erangan dari mulutnya. Dia merasakan sakit disekujur tubuhnya saat Baruna kembali membuatnya terhempas dan tersungkur ke tanah. Kemampuan berkelahi yang dimiliki Baruna, cukup membuat nyalinya menciut.
Baruna terus tersenyum sumbang. "Sudah kubilang aku ini bukan tandinganmu, Diaz! Kau tidak akan bisa menang melawanku!" pekik Baruna mengejek Diaz dengan nada menyombongkan dirinya.
Dengan sisa tenaganya, Diaz mampu bangun dan berdiri walau setengah sempoyongan. Sambil menatap sinis dan menudingkan telunjuknya ke arah Baruna, dia mundur beberapa langkah ke belakang.
"Saat ini, kau boleh merasa menang! Tapi, kau belum tahu siapa aku!" Diaz terus melangkah mundur menjauh dari Baruna.
"Kau sudah berani membuat masalah denganku, jadi tunggu saja pembalasan dariku, aku akan buat perhitungan denganmu!" pekik Diaz menegaskan sebuah ancaman, sambil mempercepat langkah mundurnya, hendak melarikan diri dari Baruna.
"Kau pikir aku takut dengan gertakanmu itu? Coba saja kalau kau memang punya nyali!" balas Baruna enteng, tidak terlalu menanggapi ancaman Diaz kepadanya.
Baruna tetap berdiri angkuh dan menatap Diaz dengan senyum cibirannya. Akan tetapi, dia tidak berniat lagi untuk mengejar ataupun menyerang Diaz, yang kini sudah berhasil dikalahkannya dan berniat kabur serta langsung menghilang di balik kegelapan malam.
Setelah Diaz tidak nampak lagi dari tempat itu, Baruna lalu menoleh ke arah wanita yang masih berdiri mematung di tengah gelapnya tempat itu. Melihat perkelahian Diaz dan Baruna, wanita itu hanya bisa diam menundukkan kepalanya.
"Apa kau terluka?" tanya wanita itu saat Baruna menghampirinya. Dia ingat saat perkelahian terjadi, Diaz sempat berhasil memukul wajah Baruna.
"Tidak apa-apa, hanya pukulan ringan. Diaz tidak akan mampu membuatku terluka," sahut Baruna sombong, sambil menyentuh pipinya yang sebenarnya terasa sedikit perih akibat pukulan Diaz.
"Kamu sendiri, baik-baik saja, kan?" Baruna ikut mengkhawatirkan wanita itu.
"Aku nggak apa-apa," sahut wanita itu singkat.
"Kau kenal nama kakak ku. Apa sebelumnya kau pernah bertemu dengannya?" Wanita itu kembali bertanya. Dia merasa penasaran karena pria di hadapannya tahu nama laki-laki yang baru saja hampir menyakitinya.
"Hah ... laki-laki brengsek itu beneran kakakmu ya?" Baruna menyeringai. "Asal kamu tahu, bajingan itu pernah mencoba memperkosa kakak ku!" ungkap Baruna sambil tersenyum kecut.
"Dia memang bukan orang yang baik. Hatinya hanya dipenuhi ambisi, kebencian dan dendam saja!" timpal wanita itu dengan nada sengit. Seperti ada kekecewaan yang tersirat dari yang diungkapkannya saat itu.
"Kalau dia kakakmu, tapi kenapa kau bilang dia orang jahat dan ingin menyakitimu?" Baruna balas memberi pertanyaan. Namun, wanita itu hanya diam, tidak ingin menjawab pertanyaan Baruna.
"Ah ... maaf, tidak seharusnya aku bertanya tentang masalah pribadimu." Baruna mengurungkan pertanyaannya. Tidak terlalu penting baginya mengetahui urusan pribadi antara wanita itu dengan Diaz.
"Terimakasih banyak ya, karena kamu sudah menolongku. Kalau tidak ada kamu, entah seperti apa Diaz akan memperlakukanku. Dan gara-gara aku kamu jadi berurusan lagi dengannya," ucap wanita itu mengalihkan. Dengan rasa sungkan dia mencakupkan kedua tangannya di dadanya dan membungkukkan punggungnya di hadapan Baruna. Itu adalah cara wanita itu mengungkapan rasa terima kasihnya kepada Baruna, yang sudah menyelamatkannya dari Diaz, kakaknya sendiri yang dengan sengaja ingin menyakitinya.
"Tidak masalah." Baruna hanya tersenyum tipis sambil menaikkan kedua pundaknya.
"Lalu kamu kenapa masih ada di luar malam-malam begini? Bukankah seorang gadis harusnya ada di rumah di jam segini?" tanya Baruna lagi.
"A-aku ... aku baru pulang dari bekerja," sahut wanita itu terdengar gugup.
"Seorang wanita pulang dari bekerja selarut ini?" Baruna mengerutkan keningnya.
"Iya, apa boleh buat." Wanita itu hanya menggelengkan kepalanya pelan.
Baruna juga ikut hanya menganggukkan kepalanya. Meski menurut pandangannya, tidak lazim bagi seorang wanita bekerja di malam hari, tetapi dia juga tahu ada beberapa jenis profesi yang mengharuskan seorang wanita tetap bekerja di shift malam. Karena itu, Baruna tidak terlalu ambil pusing.
"Kenalkan namaku Floretta, panggil saja Flo. Nama kamu siapa?" Wanita itu memperkenalkan dirinya sambil mengulurkan tangannya kepada Baruna.
"Aku Baruna." Baruna ikut menjabat tangan wanita itu.
"Kita ngobrol disana saja, disini sangat gelap." Baruna menunjuk sebuah bangku yang ada di sisi trotoar tidak jauh dari tempat mereka berdiri saat itu.
Keduanya lalu berjalan beriringan menuju tempat yang ditunjuk oleh Baruna. Mereka kemudian sama-sama duduk di bangku, saling bersebelahan. Di tempat itu kini sudah jauh lebih terang, sehingga keduanya bisa saling melihat wajah masing-masing dengan lebih jelas.
Untuk sesaat, Baruna tertegun. Wanita yang sedang ada di hadapannya ternyata sangatlah cantik. Meski wanita itu memakai pakaian longgar dan terlihat menutupi hampir semua bagian di tubuhnya, Baruna bisa merasakan di balik semua itu, gadis yang bernama Floretta, memiliki bentuk tubuh yang juga sangat indah.
Baruna sangat terpesona saat menatap wajah gadis itu. Wajah yang terlihat sangat polos tanpa polesan make up sama sekali. Pipi tirus, kulit putih bersih tanpa cacat, hidung mancung dan bibir tipis berwarna pink alami yang dimiliki wanita itu terlihat sangat sempurna di mata Baruna. Ditambah lagi, ada lesung pipit yang muncul di kedua pipinya saat dia sedang tersenyum, sudah pasti semua kesempurnaan itu mampu membius setiap mata yang melihatnya.
Yang paling terlihat istimewa dari wajah gadis itu adalah matanya. Floretta memiliki sepasang mata yang sangat indah dengan maniknya yang berwarna biru.
"Kenapa aku seperti pernah melihat seseorang yang memiliki mata yang sama seperti gadis ini?" pikir Baruna dalam hati.
"Matanya itu, mengingatkan aku akan sexy dancer bertopeng di club tadi," batin Baruna terus menggumam dan mencoba menerka-nerka.
Di bawah terangnya sinar lampu disana, Floretta juga nampak terpukau saat menatap wajah tampan Baruna. Untuk beberapa saat keduanya sama-sama tersenyum dan hanya saling menatap. Baruna dan Floretta hanyut dalam kekagumannya masing-masing.
Terpesona pada pandangan pertama, itulah yang mereka berdua tengah rasakan saat itu.
...----------------...
Jangan lupa tinggalkan jejak ya, Guys .... Like, komen, gift serta vote tetap dinantikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
mama yuhu
jiwa caranya baruna beraksi
2023-08-02
1
mama yuhu
hmmm.. seperti biasa ..sifat sombong turunan dr bapaknya
2023-08-02
1
Rizal Zainal
bakalan dapet mangsa baru Baruna
2022-08-31
0