Keluar dari kamar Diaz, Baruna lalu membawa Ardila ke kamar yang disewanya di hotel itu.
"Kenapa kamu bawa Kakak kesini, Una? Apa kamu menginap disini?" tanya Ardila saat mereka sudah ada di depan pintu kamar Baruna.
"Ayo masuk dulu, Kak! Kita bicara di dalam," ajak Baruna seraya menempelkan key card di pintu kamar hotel itu.
"Minum dulu, Kak!" Baruna menyodorkan sebotol air mineral untuk Ardila, yang saat itu sudah duduk di tepi salah satu ranjang di kamar itu.
Perlahan Ardila meneguk air dari botol yang diberikan Baruna kepadanya sambil menghela nafas dalam-dalam berusaha meredakan rasa tegangnya akan semua hal yang hampir terjadi padanya.
"Ceritakan padaku siapa laki-laki itu, dan kenapa dia bisa memaksa Kakak seperti tadi?" cecar Baruna menelisik, sangat ingin tahu kenapa kakaknya sampai hampir diperkosa oleh laki-laki yang bernama Diaz itu.
"Sebenarnya, Diaz itu pacar Kakak, Una. Tadinya kami kesini hanya untuk dinner bareng. Tapi Kakak nggak nyangka kalau dia punya niat jahat sama Kakak dan memaksa Kakak memberikan apa yang seharusnya belum boleh Kakak serahkan kepadanya," ungkap Ardila berterus terang.
"Apa? Laki-laki brengsek itu pacar Kakak?" Baruna membulatkan matanya dan menggeleng tidak percaya.
"Iya, Una," jawab Ardila singkat tanpa ingin menyembunyikan semuanya dari Baruna. Namun, Ardila hanya menundukkan wajahnya. Dia merasa malu terhadap Baruna yang sudah mengetahui tindakan buruk Diaz, kekasihnya itu.
"Hmm ... untung saja tadi aku mendengar teriakan Kakak. Kalau tidak, entah apa yang sudah terjadi!" Baruna menggelengkan kepalanya. "Dan mulai sekarang, sebaiknya Kakak jangan pernah berhubungan dengan laki-laki bajingan itu lagi!" tegas Baruna penuh penekanan.
"Aku yakin, pria itu bukan orang yang baik. Hanya laki-laki brengsek yang tega memaksa kekasihnya seperti itu," decak Baruna merasa sangat gusar mendengar pengakuan Ardila.
"Kamu benar, Una. Mulai saat ini, Kakak akan putusin Diaz. Kakak juga nggak sudi memiliki kekasih berhati jahat seperti dia!" sengit Ardila. Dia juga merasa sangat kecewa akan perlakuan kekasihnya yang sudah memaksanya melakukan hal yang seharusnya belum boleh mereka lakukan sebelum menikah.
"Lalu, kamu sendiri kenapa bisa ada di tempat ini, Una? Kapan kamu pulang?" Ardila balik bertanya kepada Baruna.
"Papa Arkha dan Mama Mutiara bilang kamu baru akan pulang dari Sydney minggu depan, tapi megapa kamu sudah ada disini?" tanyanya merasa penasaran karena sepengetahuannya, adik tirinya itu masih berada di luar negeri dan masih menuntut ilmu disana.
"A-aku, a-aku baru kembali ta-tadi pagi, Kak," jawab Baruna gugup dan tergagap.
"Tadi pagi?" Ardila tersentak mendengar jawaban jujur Baruna.
"Tadi pagi kamu sudah sampai di kota ini. Tapi mengapa kamu tidak langsung pulang, Baruna?" sentak Ardila semakin penasaran.
"A-aku ..." Lidah Baruna terasa tercekat dan tidak dapat melanjutkan ucapannya. Pertanyaan Ardila membuatnya merasa tersudut dan tidak tahu harus bercerita jujur atau berbohong kepada wanita yang dia sudah anggap seperti kakak kandungnya itu.
Ardila lalu menarik sebagian jaket Baruna yang sedang dia kenakan dan mengendusnya. Dengan jelas Ardila bisa mencium ada aroma alkohol yang masih menempel di jaket itu.
"Sekarang kamu jujur sama Kakak. Kamu habis minum, kan?" usut Ardila penuh interogasi.
"A-aku ..." Kembali Baruna tergagap dan hanya bisa menganggukkan kepalanya tanda ia mengiyakan apa yang Ardila sangkakan tentangnya.
"Ma-maafkan aku, Kak. Aku mohon jangan ceritakan semua ini sama mama dan papa," pinta Baruna dengan gaya cengengesan sambil mengacak rambutnya dan tersenyum kikuk.
"Hmm, Kakak tahu! Kamu pasti sengaja pulang lebih awal tanpa memberitahu papa dan mama, agar kamu bisa bersenang-senang dengan teman-temamu dulu, kan?" terka Ardila sambil tersenyum menyeringai melihat wajah Baruna yang tiba-tiba gugup setelah mendengar pertanyaanya.
"Sekali lagi aku minta, Kakak jangan cerita ke papa dan mama kalau sebenarnya aku sudah pulang ya, Kak!" Baruna berjongkok di hadapan Ardila sambil memegang tangan Ardila.
"Please, Kak, aku mohon! Kalau papa dan mama tahu bahwa sebenarnya aku sudah tiba di tanah air dan tidak langsung pulang, pasti mereka akan memarahiku habis-habisan," rengek Baruna sambil menunjukkan ekspresi memelasnya di hadapan Ardila.
"Kamu itu ya, dari dulu sama saja. Hobinya minum dan clubbing saja. Kapan kamu akan berubah, Una?" tuding Ardila menghardik Baruna.
"Namanya juga anak muda, Kak," kekeh Baruna.
"Aku malas pulang, Kak. Kalau aku pulang, pasti papa akan memaksaku untuk bekerja di perusahaanya."
"Memangnya kenapa, Una? Kamu sudah lulus dan sudah mendapat gelar magister di Sydney. Lalu kenapa kamu nggak mau menjalakan perusahaan papa?"
"Aku belum mau jadi budak pekerjaan, Kak. Aku belum puas bersenang-senang menghabiskan masa mudaku," kilah Baruna.
Semasa sekolah, Baruna memang adalah seorang anak yang cerdas. Setelah lulus SMP, Baruna sudah mendapat kesempatan menjalani pertukaran pelajar ke Sydney Australia, dan dia pun melanjutkan kuliahnya disana.
Sudah hampir delapan tahun Baruna menetap di Sydney dan dia hanya pulang sekali dalam setahun saat liburan musim dingin disana.
Selama tinggal di Sydney, pergaulan bebas sudah mempengaruhi kehidupan Baruna. Dia mulai terbiasa dengan kehidupan malam dan prilaku s*x bebas ala anak muda disana.
"Sekali lagi aku mohon jangan bilang sama Papa dan Mama kalau sebenarnya aku sudah kembali ke tanah air ya, Kak!" pinta Baruna semakin memelas.
"Kakak nggak janji ya!" seringai Ardila mencibir.
"Jangan, Kak! Papa Arkha dan Mama Mutiara hanya boleh tahu kalau aku akan pulang minggu depan," sergah Baruna.
"Kalau Kakak berani mengatakan ini sama Papa dan Mama, aku juga bisa ceritakan kejadian yang menimpa Kakak tadi sama mereka. Hehehe." Baruna kembali terkekeh dan balas memberi ancaman agar Ardila tidak mengatakan tentang kepulangannya dari Sydney kepada kedua orang tuanya.
"Aku yakin, Kakak juga pasti nggak bilang sama papa dan mama kalau sebenarnya Kakak keluar dari rumah untuk berkencan dengan pria brengsek itu di hotel ini kan?" tuduh Baruna ikut menyeringai.
"Huuh, dasar kamu ya, Una!" dengus Ardila kesal sambil menarik telinga Baruna dan menjewernya.
"Aduh-duh, sa-sakit, Kak!" ringis Baruna sambil terus terkekeh menanggapi perlakuan kakaknya.
"Aku kangen sama Kak Dila. Bagaimana kabar Kakak selama ini? Apa Kakak sudah menyelesaikan kuliah S2-nya disini?" tanya Baruna sambil memeluk Ardila, menumpahkan kerinduan seorang adik terhadap kakaknya yang sudah lama tidak bertemu.
"Kakak baik, Una. Kuliah Kakak juga sebentar lagi selesai." Ardila tersenyum ikut memeluk erat adiknya itu.
"Mama dan papa juga bagaimana kabarnya, Kak? Apa mereka sehat?" tanya Baruna.
"Alhamdullilah semuanya sehat, Una."
"Syukurlah. Sebenarnya aku sangat merindukan mereka. Aku kangen rumah, tapi untuk saat ini, aku pengen senang-senang dulu. Minggu depan baru aku akan pulang," urai Baruna lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
mama yuhu
hmmm..apa yg kamu sembunyikan una?
2023-08-01
1
Hanifa Wilda Amrullah
hahahaha...kompak nih kakak adik. lannjutttt bang...😉
2022-08-03
2
Don't Ask Myname
jadi ingat masa abg suka bohong sama ortu 😅
2022-07-25
2