#17
Cukup lama aku menangis dalam posisi tengkurap seperti semula, menjatuhkan muka di atas bantal meredam tangisan, hingga suara ketukan pintu dari luar beberapa kali membangunkanku.
Aku duduk mematung, melihat bantal bersarung kain putih yang basah oleh air mata, tapi bukan itu fokus utamaku, melainkan darah yang ada di sana.
Kusentuh hidungku yang terasa hangat, darah kembali keluar dari sana.
Aku segera bangkit, menuju cermin, melihat pantulan diri, kedua mata bengkak, wajah sembab, rambut berantakan, dan hidung mimisan.
Mengabaikan ketukan pintu kamar yang berkali-kali terdengar, aku langsung melesat ke dalam kamar mandi. Mencuci muka dan berusaha menghentikan darah yang masih saja keluar.
Kepalaku mendongak ke langit-langit, meraih tisu di wastafel, menggunakannya menutup hidung. Kemudian kembali membasuh wajah.
Cukup lama aku bergelut dengan darah mimisan, hingga benar-benar berhenti dan wajahku bersih, menyisakan air bekas cuci muka.
Ketukan pintu masih terdengar dan semakin gencar dengan teriakan Kak Arsen menyerukan namaku.
"Elena! Buka pintunya, mau sampai kapan kamu sembunyi dari Kakak,"
Aku menarik napas berat, menghembuskannya perlahan. Tenanglah Elena.
"Elena, buka!"
'Klak!'
Pintu terbuka, kami saling berhadapan. Aku sama sekali tak menatapnya, hanya melihat lurus ke depan yang sejajar dengan dadanya.
"Dari mana kamu semalam?" tanya Kak Arsen melangkah masuk ke dalam kamar.
Sontak aku mendongak, teringat sarung bantal yang terdapat noda darah. Buru-buru aku lari mendudukkan diri di tepian ranjang kemudian membalik bantal cepat tanpa sepengetahuan Kak Arsen.
"Camping," jawabku jujur.
"Camping? Kamu pikir kamu itu anak kecil yang masih harus main-main seperti itu?"
Aku tak berniat menjawab, biarkan saja Kak Arsen marah dan aku akan diam mendengarkan.
"Sama Hengky?"
Aku tak merespon.
"Berapa kali Kak Arsen bilang jauhin cowok itu, dia cowok brengsek, Elena. Kakak tahu bagaimana Hengky karena dia teman sekolah Kakak!"
Aku masih diam, memalingkan muka tak ingin melihatnya.
"Kenapa kamu nggak minta ijin dulu sama Kakak?"
"Memangnya kalau aku minta ijin Kakak ijinin? Lagian kalau bukan sama Kak Hengky, sama siapa lagi Elena bisa jalan? Kak Arsen? Emangnya pernah Kak Arsen ajak aku jalan?" Aku berdiri menghadap Kak Arsen yang sudah jelas sekali terlihat menahan emosi. Kedua matanya menatapku tajam dengan rahang yang mengeras.
"Dan dia, kenapa Kak Arsen begitu tega membawa dia ke mari? Ke rumah kita? Kak Arsen mengotori rumah ini dengan kehadirannya!"
"ELENA!" bentak Kak Arsen tak terima. Aku terkejut karena bentakan Kak Arsen.
Cukup, aku tidak tahan.
Aku menabrak tubuh Kak Arsen, berjalan cepat menuju lemari. Membukanya kasar kemudian menarik koper dari atas.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Kak Arsen panik.
Aku tak menghiraukannya, air mataku sudah membanjir sebagai ungkapan betapa hancurnya aku saat ini.
Kuambil baju-bajuku dari dalam lemari, memasukkannya ke dalam koper.
"Elena, hentikan!" Kak Arsen merebut baju di tanganku, aku berusaha meraihnya namun Kak Arsen memasukkannya kembali ke dalam lemari, bahkan ia mengambil baju yang sudah berada di dalam koper untuk ia masukkan lagi ke lemari.
"Kak Arsen, berikan! Aku mau pergi."
"Nggak ada," teriak Kak Arsen. Deru napasnya berburu seiring dadanya yang naik turun, sedangkan aku hanya mampu menangis sesenggukan.
"Kak Arsen, berikan."
"Diem, atau Kak Arsen kurung kamu di kamar!"
Kami berebut bajuku sebelum aku mengalah.
"Aku benci keadaan ini, aku benci perasaan ini, aku juga nggak minta buat jatuh cinta sama Kak Arsen. Tapi kenapa Kak Arsen selalu menyakiti Elena?" aku menangis meraung.
Kak Arsen meraih tubuhku, memelukku erat, aku berusaha mendorong dadanya namun tenagaku kalah, Kak Arsen semakin memelukku erat.
Ini adalah pertama kalinya Kak Arsen memelukku lagi seperti ini. Membuatku semakin sakit dan menjerit tertahan oleh tangisan.
"Sorry, sorry!" lirih Kak Arsen beberapa kali.
"Kakak minta maaf, maaf karena tidak bisa membalas cinta kamu, hati kakak hanya untuk Nindy, kakak sangat mencintai Nindy, hubungan kami sudah terjalin sangat lama. Tapi Kak Arsen juga sayang sama kamu, kakak ngekhawatirin kamu, Elena. Kamu tanggung jawab Kakak, please, ngerti!"
Aku semakin sedih dan terluka oleh penuturan kalimat Kak Arsen. Andai aku bisa memaksanya untuk mencintaiku saja, bukan Nindy, atau setidaknya, cintai aku sedikit saja sebagai seorang wanita, bukan adik perempuannya.
"Apa Kak Arsen tidak bisa mencintai Elena, Kak? Sedikit saja. Love me, please!" raungku memohon dalam tangis.
"Sebenarnya,,,," Kak Arsen ragu melanjutkan kalimatnya. Aku memeluk tubuhnya yang mulai mengendurkan pelukannya padaku. Ini momen yang sudah sangat lama aku tunggu, Kak Arsen memelukku.
"Sebenarnya Kak Arsen mulai cemburu melihat kamu dekat dengan Hengky, Kak Arsen bahkan membatalkan liburan Kakak di Singapura bersama Nindy mengetahui kamu yang jalan bareng sama Hengky di taman malam itu. Kakak cemburu melihat kamu jalan terus sama Hengky, tapi kamu nggak mau ngerti, kamu malah pergi lagi sama Hengky, camping bersama. Apa kamu sudah nggak peduli lagi sama Kakak? Kakak sayang sama kamu, Hengky bukanlah pria yang tepat buat kamu, kamu tidak tahu siapa dia sebenarnya."
Aku melepas rangkulanku pada tubuh Kak Arsen, mendongak mempertemukan manik mata kami yang saling mengunci.
Kak Arsen mengusap wajahku yang basah karena air mata.
"Apa maksud Kak Arsen?" tanyaku mengenai pernyataannya menyangkut Kak Hengky.
"Hengky pernah suka sama Nindy, dan pertemanan kami rusak sejak Nindy lebih milih Kakak!"
Ingin rasanya aku tak percaya atas penuturan Kak Arsen tentang Kak Hengky, benarkah itu?
"Apa?" tanyaku tak percaya.
"Kami pernah ribut besar dulu, saat kelulusan sekolah, karena Hengky memasukkan obat perang.sang ke minuman Nindy dan dia membawa Nindy ke hotel."
Aku menggeleng semakin tak percaya, Kak Hengky tidak mungkin melakukan itu.
"Kakak tidak mau kamu menjadi korban kebejatan Hengky selanjutnya, Elena. Dia tidak sebaik yang kamu kira. Okay, kalau kamu ingin pergi meninggalkan Kakak, baik, Kakak ijinin, tapi tidak sekarang, setidaknya nanti saat kamu menemukan pria yang tepat untukmu, pria yang bisa menyayangimu dengan tulus dan benar-benar mencintaimu, seperti Kak Arsen yang mencintai Nindy."
Aku mendorong Kak Arsen kasar.
"Apa Kak Arsen sadar dengan apa yang Kakak katakan? Aku mencintai Kakak, aku hanya mencintai kakak, kenapa Kak Arsen nggak mau ngerti? Aku juga nggak cinta sama Kak Hengky, kami hanya berteman, tidak lebih. Aku kecewa sama Kakak."
Kak Arsen tak memberi tanggapan, aku juga lelah. Cukup semua drama untuk hari ini.
"Keluar, aku mau sendiri," kudorong Kak Arsen agar keluar dari kamarku. Dia tidak melakukan perlawanan, dan kututup pintu kamarku lalu kukunci rapat. Tapi aku tidak menangis, aku tak lagi ingin menangis.
Kuraih ponsel di dalam tas, mencari kontak Kak Hengky.
"Bisa kita ketemu sore ini? Aku mau bicara." pesanku pada Kak Hengky yang langsung ia baca.
"Tentu, Cantik, di mana?"
Kutulis sebuah tempat yang biasa ramai dijadikan tempat nongkrong anak-anak muda.
"Okay, aku jemput, ya?" pesan balasan dari Kak Hengky.
"Tidak, aku bawa motor sendiri."
Kututup applikasi pesan setelah membalas pesan Kak Hengky, melihat layar yang terdapat foto pernikahanku dengan Kak Arsen sebagai wallpaper. Perih.
Jam di ponsel menunjukkan pukul 14:15. Aku segera mandi, bersiap untuk berangkat. Bertemu dengan Kak Hengky.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
m. fatkhulloh Basyar
tapi andai ku wanita aku tak sudi untuk menerima arsen ... karna amat sangat jahat ......
2022-08-09
1
Sri Wahyuni
jelas bngt masukin bju mau pergi y d dpan s arsen mau bngt d cegah..klau mau prgi ya kbur az spa tau loh prgi s arsen sdar klau s arsen suka sm loh
2022-08-06
0
𝕸y💞Alrilla Prameswari
cemburu itu pertanda apa ya arsen 🤔🤔🤔
2022-07-19
1