Bahagia Karena Kak Hengky

Kami makan bersama, seperti biasa, sebelum malam tiba. Kak Arsen nampak lahap memakan hidangannya di piring hasil masakanku. Ia memang tak pernah memuji aku yang memasak dengan enak, tapi dari caranya makan aku tahu, dia suka. Terbukti dia selalu makan di rumah kecuali Nindy mengajaknya keluar. Yah, posisiku selalu tergeser oleh satu nama wanita itu.

"Kak Arsen," aku membuka obrolan.

"Hem,,,,"

"Besok hari Minggu, Kak Arsen libur kan, kerjanya?"

"Hem!"

"Anterin Elena belanja kebutuhan rumah ya, Kak? Ke supermarket."

"Nggak bisa, aku udah ada janji sama Nindy."

Kak Arsen begitu mudahnya menolak ajakanku dan menyebut nama Nindy tanpa beban, tanpa ia pikirkan perasaanku yang nyeri menahan sakit karena cemburu.

"Bisa nggak sih, Kak Arsen lebih adil membagi waktu, apa-apa Nindy, kemarin-kemarin Nindy, hari ini Nindy, besok lagi Nindy lagi. Kapan Kak Arsen ada waktunya sama aku?"

Denting sendok yang dihempas kasar beradu dengan piring mengagetkanku. Kak Arsen berhenti makan, menatapku dengan tajam.

"Kamu lupa posisi kamu? Sebagai yang kedua kamu memang harus ngalah sama yang pertama, jadi jangan egois." ucap Kak Arsen sedikit membentak.

"Di sini sebenarnya siapa yang egois sih, Kak? Aku sudah menuruti semua perintah Kak Arsen, tapi Kak Arsen tak pernah peduliin aku, sebegitu nggak pentingnya kah aku bagi Kak Arsen?" tangisku pecah, aku sakit hati atas ucapan Kak Arsen yang lagi-lagi lebih mengutamakan Nindy.

"Nggak usah nangis, cengeng banget, sih." Kak Arsen melempar tisu di depanku agar aku menggunakannya untuk menyeka air mata.

"Oke, besok Kakak anterin. Tapi setelah Kakak jalan sama Nindy."

Aku memalingkan muka, tidak suka dengan jawaban yang Kak Arsen berikan.

"Mau apa tidak? Jawab. Jangan diem aja!" bentak Kak Arsen.

"Iya, mau!" lirihku terisak sesenggukan.

***

Pagi ini aku tidak berangkat ke cafe, setelah masak, sarapan bersama Kak Arsen, aku melanjutkan beres-beres rumah, tukang laundry yang biasa mencuci baju-bajuku dan bajunya Kak Arsen sudah datang, aku memberikan dua kantong kresek baju-baju kami. Kemudian bersantai menonton tivi, namun sibuk dan fokusku justru pada layar ponsel. Sembari menunggu kepulangan Kak Arsen yang sudah pergi pagi tadi usai sarapan untuk bertemu Nindy.

'Ping!'

1 pesan DM masuk. Kak Hengky.

"Happy week end, cantik...."

"Happy week end, Kak Hengky?"

"Lagi apa?"

"Sibuk sih,,,,"

"Sibuk ngapain? Di cafe? Aku ke sana, ya?"

"Eh, tidak. Aku di rumah aja. Sibuk nggak ngapa-ngapain," kusematkan emoticon ngakak di akhir kalimat.

"Jalan, yuk!"

"Kemana?"

"Kemana aja, terserah kamu,"

"Aku mau pergi nanti, sama Kak Arsen, sorry...."

"Pergi? Sama Arsen? Bercanda ya, kamu?"

"Maksud Kak Hengky?"

"Arsen kan lagi pergi sama Nindy, mereka ke Bali, nih Nindy up foto-foto kebersamaan mereka di grup sekolah."

Aku terdiam, tak tahu harus membalas apa, Kak Arsen bilang dia akan mengantarku belanja setelah ia selesai sama Nindy, tapi kalau dia ke Bali?

Aku keluar dari laman IG, berpindah pada applikasi pesan, menghubungi Kak Arsen. Sambungan telepon terhubung namun belum juga diterima. Hingga beberapa kali dan suara berat Kak Arsen terdengar menerima panggilan.

"Halo, ada apa?"

"Kak Arsen ke Bali?"

"Iya, kenapa?"

"Sama Nindy?"

"Iya,"

"Berdua aja?"

"Iya, kenapa sih? Kalau nggak ada yang penting, Kakak tutup teleponnya."

"Kok nggak bilang, sih? Katanya mau nganterin Elena belanja, kalau ke Bali kapan pulangnya?"

"Besok. Udah, jangan ganggu lagi, aku lagi sama Nindy, kamu pergi belanja sendiri aja, bisa kan? Manja banget sih. Udah gede juga."

Setelah itu sambungan telepon Kak Arsen matikan sepihak. Dadaku sangat sesak. Mengingat Kak Arsen yang pergi bersama Nindy dan hanya berdua saja, di Bali. Tempat yang romantis.

Bukankah sesuatu pasti akan terjadi? Bahkan aku yakin mereka sudah sering tidur bersama.

Aku menangis, sesenggukan. Cukup lama. Sampai aku tak tahu waktu terus berlalu. Dan bunyi bel pintu membangunkanku dari keterpurukan.

'Klak!' kubuka pintu utama rumah, di hadapanku berdiri Kak Hengky yang sudah berpakaian rapi, casual style.

"Elena? Nangis lagi?" Kak Hengky langsung melangkah masuk.

Air mataku kembali menetes, dan Kak Hengky merengkuh tubuhku, ia memelukku hangat penuh kasih, seperti pelukan seorang Abang pada adik perempuannya yang rapuh.

"Berhenti berharap bisa nggak, sih? Aku nggak tega lihat kamu kek gini terus, terus-terus disakiti sama Arsen. Menyerahlah, minta cerai, kesehatan fisik sama mental kamu dipertaruhkan kalau kamu gini terus!" ujar Kak Hengky memberikan wejangan.

Aku menggeleng pelan tak menyetujui saran yang ia berikan.

"Nggak bisa, Kak. Aku terlalu mencintai Kak Arsen. Aku nggak mau pisah sama dia."

Terdengar Kak Hengky yang menghembuskan napas kasar. Sepertinya dadanya ikut sesak melihat keadaanku.

"Sudah, Kakak mengerti, cinta memang tidak bisa dipaksa untuk datang maupun pergi, kita bisa memilih dengan siapa kita ingin bersama, tapi kita tidak bisa menikah, pada siapa kita akan jatuh cinta, bahkan meski sudah dilukai berjali-kali"

Lagi, kalimat yang Kak Hengky lontarkan terdengar ambigu, ia bisa begitu mengerti diriku, keadaanku, apa Kak Hengky juga korban cinta segitiga? Aku jadi bertanya-tanya.

"Jika ini sudah menjadi pilihanmu, semoga kamu bisa lebih kuat." lanjut Kak Hengky.

Aku mengangguk, melepas pelukan kami, mengusap kasar wajahku yang basah karena banjir air mata.

"Kak Hengky kok bisa ke sini? Tahu alamat rumah Elena dari siapa?" tanyaku berjalan menuju sofa ruang tamu yang diikuti Kak Hengky.

"Sisca. Aku tanya sama dia." jawab Kak Hengky.

Lagi-lagi aku mengangguk.

"Mau minum apa?" tawarku.

"Tidak, aku ke sini mau ngajak kamu pergi. Ayo, kita hapus luka di hatimu dengan bersenang-senang."

"Kemana?" tanyaku.

"Kemana saja, tempat apa yang kamu suka?"

"Ehmm,,,, pantai?"

"Pilihan yang bagus, untuk healing."

Kami tertawa bersama.

"Tapi anterin aku belanja kebutuhan rumah dulu ya, Kak! Baru setelah itu kita ke pantai. Lagian ini masih siang gini. Panas!"

"Tentu, Tuan Putri!"

Lagi-lagi gelak tawaku pecah, entahlah, setiap bersama Kak Hengky, aku selalu merasa bahagia, jauh berbanding berbalik saat aku bersama Kak Arsen. Pria yang sangat kucintai.

***

Aku belanja kebutuhan rumah diikuti Kak Hengky yang membantuku mendorong trolly, kami mengambil belanjaan ini dan itu banyak sekali, kebutuhan kamar mandi, dapur, dan yang lain. Tak lupa Snack dan minuman dengan berbagai jenis merk.

Lagi-lagi Kak Hengky mengabadikan kebersamaan kami dengan mengambil gambar, bahkan kali ini dia mengambil video berdurasi pendek. Di mana aku yang bertingkah seperti badut saat berada di stand sayuran. Menaruh satu buah tomat merah di ujung hidungku yang mbangir.

Tawa kami menggema bersahutan. Kak Hengky juga mengajak aku berselfie menggunakan kamera depan. Kami menikmati waktu bersama bersenang-senang.

Usai belanja kami melanjutkan perjalanan ke pantai. Kak Hengky menyiapkan ponselnya di treeport, kemudian menekan panel merah untuk merekam.

Aku berlari kecil tanpa alas kaki, di tepian pantai yang terkena guyuran ombak, kubiarkan hampir setengah tubuhku tersiram air laut, basah dan pasti asin.

Kak Hengky berlari mengejarku, saat ia berhasil menangkapku, Kak Hengky mengangkat tubuhku dengan posisi berdiri dari belakang lalu bergerak memutar.

Aku berteriak takut jatuh, tapi seru. Gelak tawa kami terus menggema sampai matahari senja mulai turun.

Kami masih di pantai, duduk bersisian menikmati waktu senja hampir gelap. Beberapa kaleng minuman beralkohol kadar rendah yang kami beli di supermarket tadi menemani.

"Kau senang?" tanya Kak Hengky.

"Sangat, terimakasih, karena Kakak selalu ada untuk Elena, terimakasih, karena Kakak selalu membuat Elena bahagia, dan lupa akan kesedihan Elena."

Kak Hengky merengkuh pundakku. Menjatuhkan kepalaku di atas bahunya, aku bersandar. Ini sangat nyaman. Tangan Kak Hengky bergerak naik turun mengusap rambutku yang berantakan karena terpaan angin pantai yang cukup kencang.

"Jika ada sesuatu, jangan pendam sendiri, ya? Berbagi akan lebih baik. Dan jangan khawatir. Karena ada Kak Hengky yang akan selalu ada buat kamu,"

Kalimat yang Kak Hengky ucapkan mengingatkanku dengan kalimat yang dulu sekali pernah Kak Arsen ucapkan padaku, sama persis.

"Jangan sedih, ingat! Kak Arsen akan selalu ada untuk kamu," yang akhirnya kini tak berarti lagi.

Satu hal yang aku mengerti, bahwa semua bisa berubah seiring berjalannya waktu. Dan kali ini pun aku tak ingin begitu sangat mempercayai apa yang Kak Hengky katakan, setidaknya. Jika suatu hari nanti dia tidak dapat menepati janjinya, aku tidak akan begitu terluka dan kecewa.

"Terimakasih," lirihku menjawab ucapan Kak Hengky.

'Ting!' satu pesan masuk. Aku menarik diri dari bersandar di bahu Kak Hengki, meraih ponsel yang ada di pasir dekat kaki. Membuka pesan yang dikirim oleh Kak Arsen.

"Sama Hengky lagi?"

"Ke pantai?"

"Berdua?"

"Kalau mau pisah ngomong aja, nggak usah main belakang, kamu pikir aku nggak punya harga diri?"

Serentetan pesan yang Kak Arsen kirim secara bertubi. Aku tahu, Kak Hengky memang selalu membagi kebersamaan kami di laman IG-nya. Tentu Kak Arsen bisa tahu karena mereka saling follow.

Kututup applikasi pesan tanpa berniat membalasnya, memangnya kenapa? Dia juga sedang bersama Nindy, apa bedanya?

***

Terpopuler

Comments

Rose_Ni

Rose_Ni

on going pemberontakan

2022-08-07

1

Vita Zhao

Vita Zhao

Alena benar2 bodoh, ayolah minta cerai sama Arsen, lagian udh ada hengky kan.

mulai sekarang jangan peduli lagi sama Arsen

2022-07-11

0

𝕸y💞Alrilla Prameswari

𝕸y💞Alrilla Prameswari

hai hati tahan emosi untuk part selannjut. nya❤❤❤🌹🌹🌹

2022-07-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!