"Silahkan," aku yang membawa pesanan teman-teman Kak Arsen, yang lain pada takut membawakannya, takut-takut jika sampai membuat kesalahan sekecil apapun karena ada Kak Arsen bergabung di tengah mereka, sedangkan Hadi yang berani sibuk di dapur.
"Terimakasih," ucap Hengky sambil tersenyum lebar. Begitupun dua teman laki-laki mereka yang lain.
"Jadi, bagaimana rencanamu selanjutnya? Apa kau akan melakukan ekspor ke China juga?" tanya seorang teman pria pada Kak Arsen.
"Tunggu, duduklah, ikut bergabung bersama kami," Hengky memegang tanganku saat aku hendak pergi. Mengejutkanku akan tindakannya yang tiba-tiba.
"Kak, tidak_"
"Ssstt,,,,"
Hengky berdiri, menarik kursi kosong di meja sebelah, ia tata di sebelah kursinya, setelah itu ia memaksaku duduk, jadilah kami duduk berdampingan dan kebetulan posisiku berhadapan dengan Kak Arsen.
Kutangkap gurat tidak suka dari Kak Arsen. Melihatku dengan sorot mata tajam dan dingin. Kemudian ia memainkan ponselnya dan aku tak lagi meliriknya. Takut.
"Kau dekat dengan gadis ini?" tanya Nindy pada Hengky.
Hengky tak menjawab langsung, melainkan seutas senyum yang terukir di bibirnya sebagai tanggapan.
'Ting!' notifikasi pesan masuk. Kak Arsen.
"Ngapain ikut gabung? Bukan circle kamu, cabut!" kulirik Kak Arsen yang masih menatapku tajam.
Kami berdua seolah perang dingin dalam diam di tengah keramaian teman-temannya yang berceloteh ini dan itu.
"Bukan aku yang mau, Kak Hengky yang memaksaku," balasku atas pesan Kak Arsen.
"Ngapain kamu mau? Mau mempermalukan diri sendiri? Udah buruan cabut," pesan balasan Kak Arsen mencubit hatiku, sakit.
Aku tak membalas, tapi juga tak beranjak. Pesan baru kuterima.
"Elena, buruan cabut, kehadiran Lo cuma ngerusak dan ngeganggu."
"Oke." balasku cepat. Dan aku lekas berdiri, tidak tahan, rasanya aku sudah ingin menangis sekarang.
"Hei, mau ke mana? Sini aja!" Hengky kembali menahan tanganku, aku melepasnya perlahan.
"Aku masih ada kerjaan, Kak. Kalian lanjutkan saja, aku permisi," aku berhasil pergi. Sangat tidak nyaman berada di tengah-tengah kumpulan mereka. Tanpa Kak Arsen minta pun sebenarnya aku juga ingin pergi, mana betah lama-lama, sedangkan Nindy tak melepas gelayutan manja tangannya di lengan Kak Arsen.
Aku kembali duduk di meja kasir. Baru menghela napas mencoba menenangkan hati, notifikasi pesan masuk berdenting. Kak Arsen.
"Ada hubungan apa kamu sama Hengky?"
"Tidak ada,"
"Jangan bohong,"
"Kalau nggak ada apa-apa, kenapa bisa motor kamu ada sama dia?"
"Tadi ban motorku bocor di tengah jalan, Kak Hengky nawarin tumpangan dan panggil orang bengkel bantuin aku."
"Alasan, tiap hari ban motor bocor,"
"Nggak usah kepedean, dan gak usah sok caper, kamu itu bukan cewek seleranya Hengky, jadi nggak usah ngarep."
"Oh, oke."
"Lagian aku nggak pernah ngarep sama Kak Hengky, ngapain? Aku udah punya suami."
"Bacot."
Kulihat Kak Arsen yang juga melihatku, masih dengan sorot mata yang sama, penuh kebencian. Kumasukkan ponsel ke dalam tas, dan kembali berkonsentrasi pada pekerjaan meski aku tahu tidak akan bisa. Fokusku pecah bersamaan dengan hati yang terbelah dua.
***
Orang yang mengantar motorku datang, saat aku bertanya biaya perbaikan, pria itu memberikan kwitansi pembayaran yang sudah dilunasi.
"Hengky?"
Kuterima kwitansi itu dan berjalan menuju meja Hengky, yang juga menjadi meja Kak Arsen dan teman-temannya.
"Kak, uangnya." kuberikan lembaran merah di hadapan Kak Hengky yang menyipitkan kedua mata.
"Kelihatan banget ya kalau aku ini nggak ada uang, sampai kamu sodorin uang gini?"
Seketika interaksi kami menjadi pusat perhatian teman-temannya, termasuk Kak Arsen.
"Iih, bukan gitu. Elena nggak mau aja punya hutang, Kak Hengky udah terlalu baik mau nolongin Elena tadi, kalau Kak Hengky bayarin biaya motor Elena, Elena ngerasa tidak enak, Elena_"
"Makan malam!" seru Hengky memotong pembicaraanku.
"Hah?"
"Iya, makan malam bersamaku, dengan begitu kau tak lagi merasa berhutang padaku,"
Kulihat Kak Arsen yang semakin menatap tajam padaku, ia mencengkeram kuat gelas minumannya. Cemburukan dia? Ah, rasa-rasanya tidak mungkin, justru aku yang sudah gosong sedari tadi melihat kemesraannya dengan Nindy.
Aku menggeleng cepat. Menolak ajakan Hengky.
"Maaf, kak. Aku nggak bisa. Kalau malam aku tidak bisa keluar."
"Baik, kalau begitu besok siang, itu belum malam, tidak ada penolakan. Dan jangan ada alasan lagi," tegas Hengky yang disahuti gelak tawa dari teman-temannya.
"Dasar buaya! Dapet aja lo mangsa," seloroh Farah.
"Modus Lo, bantuin nih cewek benerin motor padahal mau pdkt," sahut teman pria yang lain.
Aku lekas pergi, selain malu, aku juga takut dengan tatapan yang Kak Arsen berikan. Sebuah tatapan tajam membunuh.
***
Acara pertemuan Kak Arsen dan teman-temannya telah usai, mereka semua sudah pergi dari cafe, termasuk Hengky, aku sendiri bersiap pulang karena jam sudah menunjukkan pukul 3 lewat.
"Aku pulang dulu, ya! Udah telat nih." ucapku pada Sisca dan yang lain yang sedang bersih-bersih.
"Oke,,,, ti ati di jalan ya, baby!" sahut Sisca yang sedang mengepel lantai.
"Hati-hati mbak,,,," teriak Yoyo dan Hadi bersahutan.
"Oke,,, terimakasih untuk hari ini!"
Aku berbalik sedikit tergesa, sampai menabrak dada seseorang tanpa kusadari kehadirannya.
"Kak Arsen?"
"Kenapa? Kamu harap Hengky yang datang kembali?"
Aku menggeleng cepat.
"B-bu bukan."
Sisca lekas berhambur masuk ke dalam dapur saat melihat Kak Arsen datang.
"Pulang!" titah Kak Arsen.
"Iya," aku menjawab sambil menunduk, kemudian berjalan melewatinya.
Sampai di halaman depan, Kak Arsen menarik tanganku.
"Kak,,,,"
"Masuk mobil, motor kamu itu motor butut, nanti bannya bocor lagi dan kamu malah nyusahin aku, aku nggak mau kamu susahin seperti Hengky."
Aku terdiam, masuk ke dalam mobil Kak Arsen tanpa memberikan suara tanggapan. Motor kutinggal di halaman cafe.
Mobil Kak Arsen melaju kencang membelah jalanan kota yang padat lancar, kami terjebak dalam keheningan dan suasana yang tiba-tiba terasa tegang.
Satu ingatan perbincangan antara teman-teman Nindy tadi siang sewaktu datang memasuki cafe. Tentang Kak Arsen yang membelikan penthouse di Bali untuk Nindy, benarkah itu? Aku begitu ingin menanyakannya.
"Kak,,,," aku memberanikan diri buka suara.
"Hem?"
"Boleh tanya sesuatu?"
"Hem!"
"Apa benar, Kak Arsen membelikan Nindy_"
"Penthouse?" seru Kak Arsen memotong kalimatku. Jantungku berdegup kencang, jadi, benarkah itu?
"Nggak usah baper, nggak usah iri, itu sudah menjadi rejekinya Nindy, kalau kamu mau, aku bisa beliin kamu mobil sebagai ganti motor bututmu itu. Tapi kamu bilang jika kamu takut nyetir mobil sendiri, punya trauma waktu kecil karena kecelakaan yang mengakibatkan Mamahmu meninggal, atau itu hanya cerita sedih yang kamu karang untuk mengait hatiku waktu itu, jadi_"
"Kak?" sakit, hatiku sangat sakit atas kalimat Kak Arsen yang kembali membawa peristiwa pahit dulu, tentang kecelakaan mobil dan kematian Mamah.
Air mataku luruh, aku menangis sedih kembali mengingat kepergian Mamah. Aku merindukan mamah, sangat.
"Nggak usah lebay, diem." peringat Kak Arsen yang tak menyukai aku menangis.
"Elena, diem atau Kak Arsen bawa kamu ngebut!"
"Jangan! Iya, ma maaf!" ucapku sambil terisak, tidak mudah untuk menghentikan tangisan begitu saja, apalagi Kaka teringat orang tua, tapi aku lebih takut lagi dengan ancaman Kak Arsen. Melaju dengan kecepatan sedang versinya saja sudah sangat kencang, apalagi versi ngebut? Jantungku bisa berpindah alam.
"Berhenti deket-deket sama Hengky, dia bukan cowok baik-baik. Dia itu player."
Aku menoleh, menatap Kak Arsen yang sama sekali tak menatapku, ia terus menatap lurus ke depan.
"Kenapa? Di sini Kak Arsen menjelekkan Kak Hengky, sedangkan Kak Hengky selalu mengatakan hal-hal baik tentang Kak Arsen."
"Nurut! Nggak usah ngebantah!"
"Iya,"
"Sejak kapan kalian berhubungan dekat?" tanya Kak Arsen menyelidik.
"Sudah kukatakan jika aku tidak ada hubungan apapun dengannya, dan tidak tertarik juga."
Tak ada tanggapan, Kak Arsen justru memakai earphone nirkabel yang terhubung dengan ponselnya, sebuah panggilan masuk.
"Iya, sayang,"
Sontak aku menoleh, Kak Arsen menerima telepon dari pacarnya di hadapanku, istrinya. Dan dia memanggil wanita itu dengan sebutan sayang yang tak pernah ia katakan padaku.
",,,,,,"
"Nanti malam? Baiklah, aku akan menjemputmu."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
sandi Gelau
alah dh mcm bodoh plk..biar tegas sikit hati mu Elana..
2023-05-06
1
Juwita Itha
deketin Hengky aja trus elena biar arsen tau rasa gimana rasanya di selingkuhin😏
2022-07-04
0
Cucu Jahriah
arsen egoisss 😡
2022-07-04
0