Kami sarapan bersama dalam diam, kulirik Kak Arsen sesekali mengulas senyum memainkan ponsel sambil makan. Nindy, nama wanita itu kembali memenuhi isi kepalaku yang curiga dan hatiku yang cemburu. Siapa lagi yang bisa membuat Kak Arsen sebahagia itu jika bukan Nindy.
Kak Arsen berdiri, makanan di piringnya tak ia habiskan.
"Ehm, Kak!"
Aku menghadang jalannya. Dahi Kak Arsen mengernyit, seolah bertanya 'Apa?' meski ia tak bersuara.
"Boleh ikut? Anterin aku ke cafe. Ban motorku bocor," bohong. Aku hanya ingin berdua lebih lama dengan Kak Arsen.
"Nggak ada, aku mau jemput Nindy, kamu pesan taksi online saja, ribet banget sih!"
Sekali lagi Kak Arsen mematahkan hatiku begitu parah, dan bodohnya aku yang hanya bisa menangis tanpa bisa mencegah kepergiannya.
***
Aku melamun di depan komputer meja kasir, harusnya aku mengecek keuangan akhir bulan, tapi pikiranku dipenuhi oleh Kak Arsen dan Nindy, hingga menjelang siang, aku membiarkan layar komputer itu menyala tanpa kusentuh sama sekali keyboardnya.
"Astaga, Elena! Belum kamu kerjain?" seloroh Sisca menyadarkanku, ia berdiri membungkuk di sampingku sambil memperhatikan layar komputer.
Aku hanya bisa tersenyum cengir kuda, menampakkan deretan gigi yang tersusun rapi, atau menampakkan kebodohanku sendiri. Entahlah.
"Ini sudah siang, katanya mau ngajak jalan! Kok ini kerjaan kamu masih dibiarin gini, sih?" protes Sisca terdengar kesal.
"Udah biarin, nanti biar aku yang kerjain, pindahin datanya ke ponselku," Hadi datang menyodorkan ponselnya pada Sisca yang langsung diterima.
"Thank's,,,," ucapku penuh rasa terimakasih pada Hadi sedikit bernada manja, dia memang karyawan terbaik yang kupunya.
"Sorry, beneran cafenya sudah tutup?"
Kami semua menoleh ke arah pintu kaca keluar masuk, Hengky berdiri di ambang pintu yang sedari terbuka, namun papan open telah kami balik menjadi close.
"Iya, kami tutup cepat hari ini," jawab Sisca sambil mengulas senyum manis.
"Anda bisa kembali besok," Hadi yang bicara.
"Atau bergabung saja dengan kami," sahut Sisca yang mengundang perasaan kurang suka di hatiku, juga reaksi Hadi yang kontan melotot menatapnya.
"Kalian mau pergi?" tanya Hengky yang justru melihatku. Segera aku memalingkan muka memutus tautan mata kami.
"Iya, kami mau makan dan nonton di mall, merayakan ulang tahunnya Elena, dia ulang tahun yang ke 20 kemarin. Tapi karena kemarin hujan, jadi kami baru bisa merayakannya hari ini."
Sisca benar-benar keterlaluan, selain cerewet dia juga suka buka suara yang tak seharusnya ia katakan.
"Kau ulang tahun?" tanya Hengky berdiri di depan meja kasir, menatapku dalam, entahlah, atau hanya perasaanku saja, karena aku belum pernah mendapatkan tatapan seperti itu.
"Hem,,,," aku mengangguk lalu menunduk. Mengotak-atik keyboard komputer, mencabut kabel USB yang terhubung dengan ponsel Hadi, kemudian kuberikan ponselnya pada sang empu dan mematikan komputer.
"Selamat ulang tahun," ucap Hengky.
"Terimakasih," jawabku sambil mengulas senyum.
"Baiklah, kalau begitu aku kembali besok saja, kareka aku harus segera kembali ke kantor, jadi aku tidak bisa ikut jalan-jalan bersama kalian, selamat bersenang-senang, have fun!"
Aku melihat ketulusan yang terpancar dari gurat Hengky. Andai itu kudapatkan dari Kak Arsen, aku pasti menjadi wanita paling bahagia di dunia.
***
Aku keluar dari bioskop terlebih dulu meninggalkan Sisca, Yoyo dan Hadi, jam sudah menunjukkan pukul 3 sore, aku harus segera pulang atau Kak Arsen akan kembali marah.
Saat aku berada di eskalator yang bergerak turun, kulihat Kak Arsen yang berada di eskalator sebelahku, membawanya bergerak naik. Di sampingnya berdiri seorang wanita cantik yang menggamit mesra lengannya, senyum wanita itu terus mengembang sambil bercerita.
Sedangkan aku? Tentu hatiku sangat sakit, mata yang terasa panas dan kembali berair, Kak Arsen menatapku dingin sebelum ia membuang pandangan menatap lurus ke depan.
Aku menangis. Melihat Kak Arsen yang sudah menghilang. Ia meluangkan waktu jalan-jalan bersama Nindy, sedangkan tadi saat aku mengirimnya pesan mengajaknya untuk jalan bersama anak-anak cafe ia bilang sibuk. Kenapa Kak Arsen begitu tega?
Sepanjang jalan aku menangis, ingin berteriak di atas motor yang melaju sedang takut dikira orang gila, tapi aku memang gila, menerima sakit yang terus diberikan Kak Arsen secara bertubi-tubi. Gila karena mencintainya.
Sampai rumah tangisku bukannya reda malah semakin menjadi. Tubuhku lemah serasa tak memiliki daya usai melihat secara langsung kemesraan antara Kak Arsen dan Nindy. Ini terlalu menyakitkan.
Aku berdiri di depan kompor, bersiap memasak meski tangisku masih terisak, sesak. Tapi aku harus menyiapkan makanan sebelum Kak Arsen pulang.
'Ting!' notifikasi pesan masuk.
"Aku tidak makan di rumah." pesan yang Kak Arsen kirimkan padaku.
Lihatlah betapa bodohnya putrimu ini Pah, Mah,,, aku keluar tergesa dari bioskop meninggalkan teman-temanku demi pulang untuk menyiapkan makanan suamiku. Namun apa yang kuterima sebagai balasannya? Ia malah menghabiskan waktu berduaan bersama wanita lain dan tidak mempedulikanku. Kebodohan macam apa lagi yang belum kulakukan atas cinta ini?
Kuletakkan gawaiku di atas meja makan, tak berniat membalas pesannya, kembali menangis menjatuhkan kepala di atas meja.
'Ting!'
Aku kembali mendongak, pesan baru kuterima.
"Kalau pesan sudah dibaca itu dibalas, jangan diabaikan, kamu tahu sopan santun nggak, sih?" Kak Arsen marah karena aku tak membalas pesannya.
"Iya, Kak. Maaf!"
Dua centang berubah warna menjadi biru, kemudian tulisan online berubah menjadi terakhir dilihat.
***
Kak Arsen pulang lumayan larut, sekitar pukul 11 malam, aku keluar dari kamar mendengar mobilnya yang datang.
Kak Arsen masuk rumah melirikku dingin yang datang menyambutnya.
"Belum tidur?" tanyanya tanpa menghentikan langkah, terus berjalan menuju kamar.
"Aku mau bicara,"
Kak Arsen berhenti, menoleh ke belakang melihatku.
"Kak Arsen bilang sibuk saat aku mengajak Kak Arsen jalan bareng anak-anak cafe tadi. Tapi kenapa Kak Arsen bisa meluangkan waktu untuk jalan dengan wanita itu?"
"Nindy," sahut Kak Arsen cepat.
"Wanita itu punya nama, Elena. Aku tidak suka kamu menyebutnya seperti itu."
Aku menoleh ke samping enggan menanggapi, menikmati setiap denyutan nyeri memenuhi relung hati.
Kak Arsen tak menjawab inti permasalahan yang aku bicarakan, ia kembali melangkah menuju kamar.
"Kak Arsen tega. Kak Arsen sadar nggak sih apa yang Kak Arsen lakuin sama Elena itu sangat menyakiti Elena? Apa perasaan Kak Arsen sudah mati sampai Kak Arsen begitu tega menyakiti Elena secara terbuka?" tangisku pecah saat aku mengatakannya. Namun jawaban yang Kak Arsen berikan sempurna membungkam mulutku.
"Perasaan? Kamu menanyakan tentang perasaan dan sakit hati sama Kakak? Lantas apa yang sudah kamu lakukan selama ini? Apa yang sudah terjadi sama hidupku selama ini?" Kak Arsen jelas terlihat emosi, ia berteriak membentak sangat keras.
"Apa kamu tahu? Karena kamu, aku terpaksa meninggalkan Nindy, karena paksaan untuk menikahimu, Nindy harus menderita karena aku memutusnya sepihak, apa kamu tahu? Kami sudah pacaran sejak kami masih duduk di bangku SMP, apa kamu tahu betapa hancurnya Nindy karena harus kehilangan aku? Dan apa kamu juga tahu betapa menderitanya aku karena harus menikahimu? Hidup dengan orang yang tidak aku cintai membuatku serasa ingin mati. Kau yang tidak punya perasaan Elena, setelah memisahkan dua orang yang saling mencintai, kau masih ingin merebut kebahagiaan kami kembali, apa kau tahu itu? Kau tidak tahu, bukan? Kau tidak tahu apa pun karena kau hanya memikirkan dirimu sendiri. Kau yang tega dan kau juga egois."
DEG.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Frida Fairull Azmii
cerai aja elena,cape kalo hanya kamu sendiri yg berjuang
2022-08-26
1
Amalia Pamujo
sukurin jadi perempuan ko dungu bgt y makan tuh derita lo el
2022-08-07
0
Shiinta MahaRanii Miinoz
udah tau kek gitupun masih milih jadi yg kedua. mudah2n cewe bego cuma dinovel aja ya.
2022-08-07
0