Jeici melepas tangannya dari genggaman Hereiko dan pergi ke gedung penelitian yang telah mereka kuasai.
Memeriksa daftar hasil penelitian, mengawasi kegiatan eksperimen yang masih berlangsung, dan mengangkat satu bawahan baru.
"Ini semua salahmu! Professor mati karena terbunuh olehmu! Apa kau tidak sadar bahwa kau adalah monster?" Tanya salah satu hasil eksperimen yang berhasil.
"Ulangi lagi pertanyaan terakhir!" Ucap Jeici duduk santai di meja laboratorium.
"Siapa kau? Makhluk rendahan seperti dirimu berani memerintah kami? Mati saja kau!" Ucap hasil eksperimen pertama menjulurkan ekor pemotongnya untuk melakukan penyerangan.
"SPLASH!"
"Wah, wah, wah! Lihat mainan ini! Keberanianmu dalam menindas orang lain patut kuakui, sayangnya kau tidak berjodoh untuk berada di sisiku." Ucap Jeici memotong ekor dan meremukkan tulang eksperimen pertama dengan 'Spine Punishment' di ruangan yang terpisah dari target utama.
Ia sangat tidak ingin target utama yang ia incar melihat kekerasan yang biasa ia lakukan karena hal itu hanya akan menakutkan untuk dilihat secara langsung.
"Kerja bagus, Dillon! Kau telah menyingkirkannya." Ucap Jeici membelai rambut target utama.
"TAP!"
"Kamu tidak takut sedikitpun padaku?" Tanya Dillon memanjat ke tubuh Jeici dan menatap kedua matanya.
"Tidak ada alasan bagiku untuk takut padamu." Ucap Jeici menurunkan Dillon yang berat ini dari tubuhnya.
Baru saja Dillon diturunkan, ia langsung menggenggam lengan Jeici.
Bola mata yang merah pekat ini bersinar seakan ada sesuatu hal yang perlu dibicarakan.
"Bawa aku bersamamu! Kamu bebas memperlakukanku seperti yang kau suka." Ucap Dillon mendekatkan telapak tangan Jeici ke jantungnya.
"Pft! Jangan terlalu berlebihan! Aku tidak membayarmu untuk tunduk padaku, tetapi karena kamu sudah bersedia, maka aku menghargaimu." Ucap Jeici tersenyum bangga dan mengulurkan tangannya.
"Kau sudah mengetahui namaku. Bolehkah aku juga mengetahui namamu, tuanku?" Tanya Dillon menggenggam erat dan menerima uluran tangan sang Majikan.
"Sudah kuduga aku tidak salah memilihmu! Namaku Jeici. Kita seumuran, loh!" Ucap Jeici menyelidiki diam-diam seluruh kebenaran yang belum terungkap.
Ia sangat mengetahui bahwa kalimat pertamanya terdengar ambigu.
Oleh karena itu, dirinya sungguh ingin mengetahui bagaimana respon dan pola pikir bawahan barunya ini.
"Tuanku Jeici...!" Gumam Dillon mengingat kesan pertama mereka bertemu.
"Benar perkataan guru! Ini akan ada pertunjukan yang menarik." Pikir Jeici menebak bahasa tubuh yang Dillon tunjukkan.
Teringat dengan perkataan gurunya, ia langsung keluar dari gedung penelitian secepat mungkin sebelum dirinya terlambat latihan.
Akan sangat merepotkan baginya apabila tidak tepat waktu.
"Ck! Kau menghilang lagi, Jeici! Lihat sistem itu sangat siap mengomelimu!" Ucap Hereiko menunjuk ke arah sistem kristal.
"Tidak mungkin. Dia menggantikan posisi guru saat ini, mungkin sebagai gantinya kita hanya akan mendapat pelatihan ekstra." Ucap Jeici yang begitu tenang.
"DING!"
"Terlambat 1 detik! Pelajari seluruh buku ini selama 2 jam! Jika tidak berhasil, akan terjadi penambahan jumlah buku sebanyak 5 kali lipat." Ucap sistem kristal sama sekali tidak peduli penderitaan yang dialami kedua penggunanya.
Terdapat masing-masing 50 buku tebal bertumpuk di atas meja belajar Jeici dan Hereiko.
Kursi dan meja belajar yang telah disediakan sistem kristal berhasil membuat kedua penggunanya ini bernostalgia dengan ruang kelas.
"Buku sebanyak ini harus dipelajari dalam 2 jam?!" Tanya Hereiko terkejut sekaligus tidak percaya bahwa dirinya begitu lemah untuk menguasai ilmu pengetahuan.
"Ssst! Kau ini bodoh, ya? Dengar! Kau baru saja menunjukkan kelemahanmu di depan banyak orang. Sedikit saja kita mengeluh di depannya, ia akan memegang kelemahan kita dan tidak bisa kabur dari jangkauannya!" Ucap Jeici menutup paksa mulut rekannya agar mau mendengar seluruh sarannya.
"Kau punya cara lain?" Tanya Hereiko memasang telinga lebar-lebar.
Ia merasa rencana cadangan milik Jeici ini akan berhasil.
Sementara dirinya siap mendengar seluruh arahan Jeici, Dillon justru bertanya-tanya dan sangat ingin tahu apa saja yang dibicarakan majikan bersama temannya.
"Kemarilah, Dillon!" Ucap Jeici tersenyum manis ke anak buahnya ini.
"Kamu memanggilku, tuanku? Aku senang sekali!" Ucap Dillon langsung memeluk tubuh majikannya karena terlalu gembira.
"Ya, aku memanggilmu. Dillon, bisakah kamu membantu kami memahami dan menghapal seluruh buku ini dengan sekejap?" Tanya Jeici berniat menguji kelayakan Dillon dalam berkerja.
"Apapun akan kulakukan untuk tuanku~" Ucap Dillon mengedipkan mata dan tersenyum ramah.
Sebuah cahaya hijau membelah menjadi dua.
Cahaya itu bergerak menuju dua tumpukan buku dan melahapnya demi mengambil seluruh sumber informasi, diperkecil ukurannya, serta dimasukkan ke dalam otak Jeici dan Hereiko.
"Woah! Aku bahkan bisa lebih mudah membaca tulisan rumit. Kamu benar-benar penyelamatku, Dillon!" Ucap Jeici akhirnya mengakui seberapa bergunanya satu anak buah barunya ini.
"Menjadi penyelamatmu adalah kewajibanku dan karena itu juga, kamu tidak bisa membuangmu seenaknya." Ucap Dillon bertingkah manis di depan majikan.
Jeici yang mendengar kalimat terakhir langsung membenturkan kepalanya ke meja belajar.
Ia sungguh yakin bahwa Dillon bisa membaca pikirannya kapan saja.
Tidak peduli seberapa banyak darah yang keluar, Hereiko justru marah besar karena kecerobohan rekannya dan Dillon sangat ingin menangis mendapati majikannya terluka.
"Tuanku! Kamu berdarah! Biarkan aku menyembuhkanmu!" Ucap Dillon begitu panik.
"Dia baik-baik saja. Tidak perlu...!" Ucap Hereiko belum menyelesaikan perkataannya karena terkejut dengan cara Dillon melakukan penyembuhan.
Tanpa memikirkan apapun, Dillon langsung menjilat seluruh darah dan hanya menyisakan memar yang perlahan pulih di kepala majikannya.
Meskipun caranya terbukti berhasil, tetap saja hal ini tidak masuk akal bagi Jeici ataupun Hereiko.
"Lezat! Aku ingin lagi." Gumam Dillon yang terdengar hingga ke telinga Jeici.
"Kau bukan menyembuhkannya, tetapi ingin menghisap darahnya sampai habis ya? Atau kau ingin sekalian membunuh temanku?!" Tanya Hereiko berniat memberi pelajaran langsung ke orang asing yang mengikuti rekannya.
"Berhenti, Hereiko! Dia menyembuhkanku. Yeah, bagaimanapun juga cara yang ia gunakan terkesan menggelikan." Ucap Jeici menghentikan ketidaksabaran Hereiko.
"Dillon, katakan padaku apa yang masih kamu inginkan? Atau kita bermain saja ya? Kamu tidak perlu pikirkan yang tadi." Ucap Jeici menghentikan anak buahnya sebelum menjadi lebih liar.
Hanya dengan mendengar kata 'Bermain', Dillon langsung bersemangat dan melupakan keinginan untuk menyembuhkan majikannya.
"Bermain? Dillon suka bermain!" Ucap Dillon menarik tangan majikannya agar mau bermain berdua saja.
"Kita kekurangan pemain. Tambahkan Hereiko juga ke permainan kita!" Ucap Jeici sama sekali tidak ingin meninggalkan rekan pertamanya melamun dan duduk sendirian.
Baginya, kesendirian di dalam pertemanan sangatlah menyedihkan.
Meskipun pernah mengalaminya, kenangan pahit tetap menjadi masa lalu yang harus dilupakan.
"Tuanku, mengapa kamu begitu baik dengan sesama teman? Tidakkah dia pernah merendahkanmu? Jika ya, izinkan aku menyingkirkannya dengan cara yang sama seperti pertama kali kita bertemu." Ucap Dillon diam-diam menilai keputusan yang dibuat majikannya.
"Pft! Begitu baik? Lebih baik kamu simpan amarahmu dan aku yang mengurus sisanya." Ucap Jeici menahan tawa jahatnya.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments