Pengantin Daebak!

Pengantin Daebak!

Pertemuan Yang Menyakitkan

SETELAH melewati kemacetan jalanan siang ini, sambil membuka helm dan merapihkan ikat rambutnya. Nindya tergesa-gesa masuk ke rumah sakit, namun baru kakinya hendak melangkah masuk ke dalam rumah sakit, Ia melihat seseorang yang tengah duduk di kursi luar dan melihat ke arahnya.

Pria itu berdiri dan menatapnya. Dan Nindya sangat mengenal orang tersebut dan sudah bertahun-tahun ia tak pernah berjumpa. Terakhir kali ia tahu, pria itu berada di kota lain sejak lulus SMA, tapi kenapa bisa berada di sini sekarang dan bahkan menatapnya dengan tatapan berbeda? Dingin dan terlihat memendam sesuatu.

“Mas Dafin?”

“Saya antar kamu keruangan.” Katanya kemudian berjalan lebih dulu yang membuat Nindya bertanya-tanya.

Dipikirannya masih ada banyak pertanyaan tentang Dafin, tapi hatinya masih gelisah dan berdebar menunggu kabar Ayahnya yang baru saja masuk ke rumah sakit setelah tak sadarkan diri.

Langkah Dafin terhenti, dan membuat Nindya yang mengikutinya pun turut berhenti. Nindya sedikit terkejut melihat kerabatnya yang datang juga, ia adalah orang tua Dafin. Pertanyaan muncul dari Nindya, ia melihat Ibu yang sudah berkaca-kaca dan memeluknya.

Nindya seperti orang kebingungan. Ia menatap orang-orang yang menunggu di luar ruangan siang ini, ia melihat ada orang tua Dafin yang duduk menatapnya. Nindya sungguh tak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Ayahnya.

Hingga tak lama kemudian, pria dengan setelan jas putihnya keluar ruangan dan membuat arah pandangan lainnya langsung tertuju padanya.

“Bagaimana keadaannya, Dok?” tanya Ibu.

Nindya hanya diam mencoba untuk menahan rasa sedihnya mendengar penuturan sang dokter yang mengatakan ada pengumpulan darah di jantung Ayahnya. Ah, bagaimana bisa Nindya tidak mengetahuinya? Bukankah ini berita yang memilukan? Jantung Nindya hampir berhenti berdetak mendengarnya.

Sampai dokter itu pergi, Nindya hanya diam dengan pikiran yang berkecamuk. ia tak menyadari gejala yang sudah terlihat olehnya.

Beberapa hari lalu, kaki Ayahnya terlihat bengkak dan ia melihat perubahan itu namun tidak bertanya apapun dan ia kira mungkin berat badan beliau yang bertambah, tapi penuturan dokter tadi mengatakan itu adalah gejala yang ditimbulkan.

...***...

Setelah keluarganya masuk, Nindya yang masih menunggu di luar bersama Dafin yang sejak tadi terlihat gelisah bahkan tak menyapanya. Kini keduanya dipinta masuk oleh Ibu Nindya.

Ia bingung, mengapa hanya dirinya dan Dafin yang pinta masuk ke dalam untuk menemui Ayahnya? Namun Nindya tahu jika Ayahnya itu sangat menyukai Dafin sejak dulu bahkan saat mereka masih kanak-kanak dan begitu juga Nindya yang sudah menganggap pria yang kini berdiri di sebelahnya sebagai kakaknya sendiri.

“Dafin, kamu sudah tahu alasan kamu dipanggil ke sini?” tanya Ayah Nindya dengan suaranya yang rendah.

Dafin menatap Nindya sejenak sebelum akhirnya mengangguk seolah mengetahui maksud sang Ayah Nindya itu.

“Nindya, sekarang berapa umur kamu?” tanya Ayah.

“Tahun ini 24, Yah. Kenapa? Ayah mau belikan Nindya motor baru untuk hadiah ulang tahun? Eh, jangan Nindya ingin ponsel baru aja soalnya yang sekarang udah lemot banget.” Kata gadis tersebut sambil tersenyum manis.

Memang seperti itulah Nindya, ia anak ceria dan juga cerewet bahkan sangat bisa merubah situasi yang tegang dan sedih menjadi gelak tawa. Seperti sekarang, ia masih bisa membawa Ayahnya yang sakit untuk bercanda bersamanya.

“Kamu bisa dapat keduanya, mau motor ataupun ponsel baru, bisa.”

“Tapi Ayah lagi sakit, gimana caranya dapat uang coba? Makanya Ayah sembuh biar bisa kasih Nindya hadiah.”

“Dafin bisa memberikannya.”

“Mas Dafin? Lah Mas Dafin juga mau kasih Nindya hadiah?” kini Nindya menatap ke arah lelaki itu yang masih diam.

“Kamu bisa catat apapun asal jangan berlebihan, kamu bisa minta ke Dafin.” kata Ayah menatap Nindya dengan lekat.

“Oh jadi ini maksudnya Mas Dafin tahu kenapa dia di panggil ke sini? Pantesan mukanya asem banget dari tadi, ternyata mau beliin Nindya hadiah dan terserah Nindya? Kalau gitu Nindya ingin minta banyak karena Mas Dafin punya banyak uang.” Nindya tersenyum mengangkat dua alisnya sambil tersenyum menggoda Dafin.

“Kamu minta apapun sebagai hadiah Mas Kawin kamu.” Kata Ayahnya yang membuat senyum di wajah Nindya pada Dafin menjadi kerutan di dahinya.

“Ma--,.Mas Kawin? Apa Nindya salah dengar? Maksudnya Mas Dafin, kan?”

Dafin yang masih menatap dingin ke arah Nindya kini membuka suaranya.

“Kamu ingin minta mas kawin apa dari saya untuk pernikahan kita?” kata Dafin menatap Nindya serius.

“Hah pernikahan kita? Maksudnya apa?” Nindya menatap Ayahnya.

“Kamu dan saya akan menikah. Sekarang kamu ingin meminta mas kawin apa?” tanya Dafin sekali lagi.

“Ayah?”

“Kamu dan Dafin akan menikah, kalian sudah Ayah jodohkan sejak lama.”

“APA? JODOHIN? KENAPA?” tanya dengan suara keras yang membuat Ayahnya sedikit terkejut dengan pekikan anak gadisnya dan saat Nindya ingin protes Ayahnya kembali merasakan sesak hingga Dafin menekan bel untuk memanggil dokter masuk ke dalam.

...***...

“Ini nggak bisa, Nindya sudah punya pacar, Mas. Kita nggak mungkin bisa menikah.” Kata Nindya menatap Dafin serius.

“Kita sama-sama punya pasangan, dan saya juga mencintainya. Memang seharusnya tidak boleh!” Timpal Dafin.

Keduanya masih berada di café yang sama sejak pertama kali keduanya dipertemukan. Bukannya kehangatan atau candaan seperti biasanya, justru pertemuan pertama mereka setelah enam tahun malah menjadi ketegangan.

“Nindya akan bilang ke Ayah, dan pasti beliau mengerti.”

Dafin hanya diam, ia tak bisa berbicara apapun saat ini. pikirannya kacau tapi masa depannya lebih kacau setelah mendengar kabar yang baru ia dapat beberapa jam lalu.

“Ayah kamu belum membaik.”

“Terus gimana, Mas?” katanya frustasi.

Dafin dan Nindya sama-sama terdiam dan memikirkan nasib mereka. Bagaimana jika keduanya benar-benar dipaksa menikah, sedangkan keduanya sudah memiliki tambatan hati?

Hening beberapa saat, hingga Nindya tiba-tiba mengebrak mejanya dan membuat Dafin yang dihadapnnya terkejut dan menatapnya.

“Nindya ada ide.” Katanya.

“Apa?”

“Kita ikutan nikah masal aja, yang penting kita berdua sama-sama nikah, Mas!” Kata Nindya dengan wajah berbinar dan merasa yakin dengan idenya.

“Itu bukan ide, Nindya. Kamu mau buat Ayah kamu tambah sekarat?” tegas Dafin yang membuat Nindya kembali menunduk dan bingung dengan nasibnya setelah ini.

...°°°°...

...Terimakasih yang sudah mampir dan membaca cerita ini....

...Semoga suka dengan karya baru Author ❤️...

...Jangan lupa kasih Bintang dan tinggalkan komentar gratisnya ya ❤️...

...Bandung, 10 Juni 2022...

Terpopuler

Comments

𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓

𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓

Halo ka salam kenal saya Pocipan dari GC CBM
mau mengajak Kaka untuk bergabung d gc kami
apakah Kaka bersedia?
jika kaka bersedia Kaka bisa follow akun saya terlebih dahulu dan saya akan undang Kaka untuk masuk ke Gc kami , di sana kita akan belajar teknik menulis yang baik dan benar Terima kasih

2024-08-29

0

Lela Raya

Lela Raya

semoga ceritanya bagus seperti cerita Anin dan Dimas jg Daniel dan Adel👍👍👍

2023-06-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!