Awal Kehidupan Pengantin Daebak!

HARI ini awal kehidupan Dafin dan Nindya di mulai setelah keduanya resmi menjadi suami-istri. Setelah perundingan dan perjanjian yang mereka buat kemarin akhirnya keduanya benar-benar menjalani kehidupan masing-masing meski dengan status yang sudah sah dan satu atap yang sama.

Seperti pagi ini, sesuai dengan perjanjian, Nindya sebagai istri Dafin sudah sibuk berkutat di dapur membuat sarapan untuk Dafin yang akan kembali kerja hari ini. Dan Dafin juga tidak keberatan karena dirinya juga memberikan uang bulanan pada Nindya untuk kebutuhan sehari-hari mereka termasuk uang saku untuk Nindya.

Untungnya Nindya dan Dafin sudah mengenal sejak kecil, jadi saat ini mereka juga tak merasa canggung satu sama lain. Dafin sudah mengetahui bagaimana kesalnya Nindya jika mainannya di ambil Dafin, ia juga sudah tahu apa kebiasaan Nindya sehari-hari, dan begitu juga dengan Nindya yang sudah mengetahui kebiasaan Dafin yang tak suka memakai barang bekas orang lain, ia tak suka minum satu gelas dengan siapapun dan Dafin sangat gemar mengoleksi komik.

"Mas Dafin nanti pulang jam berapa?" tanya Nindya sambil menaruh piring berisi nasi goreng di meja.

"Sore langsung pulang, tapi mungkin saya akan pergi mengatar Tania pulang dulu nanti." Jujur Dafin sambil membuka kancing lengan kemejanya.

Rasanya aneh bukan? Mereka sudah menikah tapi Dafin masih memiliki hubungan dengan Tania dan begitu juga dengan Nindya.

"Berarti hari ini Nindya sendirian dong di rumah?"

"Magrib saya usahakan sampai di rumah."

Nindya mengangguk dan menyendok nasi goreng buatannya. Sebenarnya Nindya sangat tidak suka berdiam diri di rumah apalagi seharian penuh. Beberapa tahun selesai kuliah, ia langsung bekerja dan sebagian waktunya dipakai bekerja dan jika libur ia akan pergi bermain entah bersama Fahri atau juga teman-temannya.

"Kapan kamu kembali kerja?"

"Belum tahu, kemarin sama bos masih dikasih jatah cuti, Mas."

"Teman-teman kamu sudah tahu tentang kabar pernikahan kita?"

"Enggak lah, Nindya belum bilang apapun, mereka tahunya Nindya cuti karena Ayah meninggal."

Dafin mengangguk, ia juga melakukan hal yang sama. Ia juga belum bilang apapun kabar pernikahan dirinya dan Nindya kepada teman-temannya. Meskipun ia tak tahu apakah kabar pernikahan ini masih bisa ditutupi sampai tiga bulan ke depan. Terlebih Tania sendiri, apakah masih mau bertahan untuknya?

...***...

Dafin sudah berangkat kerja dan kini tinggalah Nindya sendiri di rumah milik suaminya itu. Ia sudah menyelesaikan pekerjaannya membersihkan rumah. Dan kini ia memilih membersihkan kamar Dafin.

Sejak ia datang ke rumah Dafin, ini baru kali pertamanya ia masuk ke kamar suaminya. Karena kemarin Nindya sudah memilih kamar tamu untuk ditempatinya.

Ia membuka pintu kamar suaminya yang terlihat sudah rapih. Seperti kebiasaan Dafin sejak kecil, dirinya memang sangat rajin dalam hal apapun dan juga sangat rapih. Nindya menatap sekeliling kamar Dafin yang bernuansa abu-abu dan terkesan simple untuk kamar pria pada umumnya.

Hanya ada beberapa foto wisuda dan foto keluarga yang di pajang dinding kamarnya, tampaknya Dafin juga tidak suka memajang foto bersama kekasihnya itu di kamar seperti dirinya. Atauhkan Dafin sengaja tidak memajangnya karena takut orang tuanya melihat foto mereka? Entahlah?

Kamar Dafin memang tak banyak barang-barang yang di simpan di sana. Hanya ada lemari baju, komputer dan juga rak kecil menyimpan beberapa komik miliknya.

Nindya menatap komik-komik yang tersimpan di rak, ia sama sekali tidak tertarik untuk membacanya. Bahkan saat kecil dulu, Dafin selalu menceritakan kisah komik-komik yang ia baca dan Nindya yang tak tertarik sama sekali sering tertidur di paha Dafin yang terus bercerita. Ah, tampaknya masa kecil mereka dulu sangat menyenangkan. Nindya memang begitu manja pada Dafin.

Nindya tersenyum mengingat kejadian lampau itu, kini saat ia tumbuh dewasa tanpa sosok Dafin semuanya berubah. Ia bahkan sudah terbiasa tanpa bantuan Dafin, tapi kini justru mereka kembali bertemu dan justru dipinta untuk bersama dalam ikatan pernikahan namun tanpa perasaan.

Nindya memilih keluar dari kamar Dafin yang memang sudah rapih. Sepertinya besok-besok Nindya tidak perlu khawatir untuk merapihkan kamar lelaki itu. Memang sejak dari dulu, pria itu sangat menjaga kebersihan dan kerapihan.

...***...

Di tempat berbeda, Dafin baru menyelesaikan pekerjaannya dan mengenty beberapa data. beberapa hari pasca cuti kerja, pekerjaannya sedikit menumpuk. Untunglah rekannya yang juga satu divisi dengannya membantunya dan hanya tinggal sisanya yang dikerjakan Dafin.

Sebenarnya sejak pertama kali kembali bekerja, suasana hati Dafin sudah tidak nyaman. Tidak hanya perasaan canggung dan tak enak pada Tania yang masih menjadi kekasihnya dan belum memutuskan hubungan mereka, tetapi beberapa gosip dari rekan kerjanya tentang dirinya dan Tania yang sudah lamaran pun mencuat.

Wajar saja bagi Dafin jika gosip itu tersebar, pasalnya saat izin cuti kemarin bukan hanya dirinya namun Tania juga ikut izin cuti dan di kantornya, sudah sebagian besar tahu jika dirinya dan Tania menjalin hubungan.

Memang awal rencananya, Dafin mengajak Tania pertama kali untuk berkenalan langsung dengan orang tuanya agar mereka bisa luluh dan menerima Tania, namun keadaan berubah. Bukannya mendapat restu dan bisa melamar Tania segera, justru ia malah dinikahkan dengan Nindya yang kini resmi menjadi istrinya dan hanya dirinya dan Tania saja yang mengetahui itu.

"Gimana kemarin balik? Beneran kalian lamaran?" tanya Kurnia yang merupakan teman dekatnya dan satu divisi dengannya.

Ya, hanya Kurnialah satu-satunya teman Dafin yang dapat dipercaya dan hanya dia juga yang tahu tentang orang tua Dafin yang belum merestui mereka. Namun Dafin sendiri belum memberikan kabar pernikahannya padanya.

"Ini data anak magang semuanya udah di cek?" Dafin mengalihkan permbicaraan.

"Anak magang mah udah dari empat hari lalu masuknya, nggak penting lagi. Ayeuna mah gimana lo sama si Tania? Di izinin?" Kurnia menaikan sebelah alisnya.

Dafin hanya mengangguk dan memilih menyibukan dirinya merapihkan beberapa berkas. Sedangkan Kurnia merasa kurang yakin dengan jawaban dari teman dekatnya itu. Ia sendiri memang sudah mendengar kabar dari rekan lainnya jika Dafin dan Tania sudah lamaran, namun Kurnia masih belum yakin.

Dafin yang sudah selesai merapihkan berkasnya kemudian berdiri dari tempatnya sambil membawa beberapa berkas itu ditangannya. Ia berjalan melewati Kurnia yang masih menatapnya dengan heran. Namun baru melewati Kurnia, kini tangan kanannya ditahan oleh temannya itu.

"Wes, beneran lo sama Tania jadi lamaran? Ini cincin udah kepasang." Heboh Kurnia.

Dengan cepat Dafin menarik tangannya, ia lupa menaruh cincin pernikahan dirinya dan Nindya. Sebenarnya cincin yang ia dipakai itu untuk acara lamaran mereka dan Dafin sengaja membeli couple untuk di simpan miliknya. Tapi justru kini cincin itu malah menjadi cincin pernikahan.

"Eh, naha lo pakai cincin juga? Kan harusnya Tania doang? Wah jangan-jangan lo sama Tania udah akad nikah?" kini Kurnia makin terlihat penasaran.

"Nggak sengaja ke pakai takut hilang." Jawab Dafin yang kemudian melepas cincin tersebut dan memasukannya ke saku celana.

Kurnia masih melongo namun ia juga tersenyum, tampaknya hubungan temannya dengan kekasihnya itu sudah berjalan baik. Meksipun ia bingung mengapa Dafin juga memakai cincin?

...***...

Jam lima sore, Dafin baru selesai dengan pekerjaannya. Setelah mematikan komputernya ia langsung pergi ke ruangan Tania. Sebelumnya ia sudah berjanji mengantar gadis itu pulang karena mobil Tania sedang berada di bengkel.

"Sudah selesai?" tanya Dafin.

Tania mengangguk seraya tersenyum kecil. Dari wajahnya tampak gadis itu sedang tidak baik-baik saja dan Dafin sangat mengetahuinya. Bagaimana gadis itu bisa nampak baik-baik saja?

Sebenarnya hubungannya dengan Tania juga tidak berjalan baik, dan setelah gadis itu menangis seharian di depannya setelah mereka bertemu kembali, itulah pukulan terkencang untuk Dafin yang merasa sangat bersalah karena membuat gadis itu terluka bahkan sangat terluka.

Kini mereka hanya menjalin hubungan baik, Dafin masih mencintai Tania namun tidak tahu dengan perasaan gadis itu? Dafin sendiri belum yakin apa Tania masih mencintai atau tidak setelah membuatnya terluka.

"Kamu nggak perlu antar, aku bisa naik taxi."

"Aku udah bilang Nindya untuk antar kamu pulang."

Tania sedikit terkejut, kini ia berjalan lebih dulu disusul Dafin yang berjalan di belakangnya.

Tania memilih menerima tawaran pria itu, namun selama di dalam mobil tidak ada percakapan apapun. Dalam hatinya gadis itu masih merasakan sakit hati dikhianati Dafin yang tiba-tiba dijodohkan dan langsung dinikahkan oleh Nindya bahkan dalam waktu sekejap saja saat mereka baru hendak meminta restu justru malah berubah sendu.

"Dafin, mulai besok kamu nggak usah antar dan jemput, aku nggak enak sama Nindya."

"Tan, aku udah bilang semuanya ke kamu."

"Tetap aja, Fin. Kamu udah jadi suami orang, nggak seharusnya kita masih berhubungan." Kata Tania dengan serius.

"Tapi kita berdua nggak saling mencintai, Tania kamu juga sudah tahu, kan?" kata Dafin yang masih menyetir.

"Aku nggak mau jadi orang ketiga dipernikahan kalian, mencintai atau tidak kalian sudah resmi menikah."

Dafin memberhentikan mobilnya dan menatap Tania yang kini sudah menunduk. Gadis itu memang benar-benar terluka, namun ia bukan orang jahat yang ingin tetap mempertahankan perasaannya untuk Dafin yang sudah beberapa hari lalu menjadi suami pria lain.

"Dafin, tolong jangan mempesulit keadaan."

"Tania."

"Nggak ada yang bisa mastiin kalau kamu bakal tetap bertahan dengan perasaan kamu sekarang, kamu dengan Nindya sudah kenal lama dan sekarang kalian sudah menikah dan tinggal satu rumah. Meskipun kamu bilang tetap cinta aku, tapi nggak ada yang tahu besok atau lusa perasaan kamu bisa tetap sama seiring waktu yang kalian punya. Dan aku nggak akan berharap soal itu." Kata Tania dengan wajah tegarnya.

Kini Dafin terdiam, ia menghela nafasnya dan mengusap wajahnya kasar. Padahal sebelum ia pulang semuanya baik-baik saja bahkan mereka menghabiskan banyak waktu bersama. Namun dalam sekejap saja semuanya berubah.

...***...

Dafin sampai di rumah saat isya, padahal ia sudah bilang pada Nindya pulang magrib. Namun selesai mengantar Tania dan hubungan mereka sedikit renggang. Pria itu memilih pergi ke café untuk menangkan dirinya. Dan setelah merasa emosinya sedikit terkendali, barulah ia memutuskan untuk pulang.

Dan saat tiba, ia melihat Nindya yang sedang mengikat rambut panjangnya dan berjalan ke arahnya.

"Mas, kok pulang malam? Katanya magrib."

"Tadi ke café dulu." Jujur Dafin.

"Sama kak Tania?"

Dafin tak menjawab, ia memberikan kantung plastik yang ia jingjing pada Nindya yang sedikit kebingungan langsung menerimanya.

"Ini apaan, Mas?"

"Martabak kesukaan kamu."

"Wih, kayak yang tahu aja Nindya suka martabak apaan." Kata Nindya yang langsung membuka isi martabak itu.

Aroma khas martabak itu menyeruak kehidung Nindya yang membuat perut gadis itu langsung kerocongan.

"Martabak ketan." Seru Nindya yang langsung berlarian ke sofa dan menaruh martabak tersebut di meja.

Dafin yang lelah ikut duduk di sofa dan menaruh tasnya di sana. Nindya yang melihat suaminya itu menyandar di sofa dengan wajah terlihat letih pun langsung kembali berdiri dan berjalan ke dapur membuatkan teh hangat untuk Dafin dan susu coklat untuknya.

"Nih, Mas minum dulu."

"Gulanya berapa sendok?" tanya Dafin.

"Satu sendok dan airnya di campur air dingin sedikit." Kata Nindya yang memang sudah hafal bagaimana kesukaan pria itu.

Dafin mencoba teh buatan Nindya dan ternyata benar saja sesuai dengan kesukaannya. Ya, Nindya memang sudah tahu kesukaan pria itu.

"Mas, kok martabak ketannya pakai kelapa, Nindya biasanya ganti pakai keju." Kata Nindya yang menatap isi martabak tersebut.

"Kenapa? Bukannya dulu juga kamu makan martabak ketan campur kelapa?"

"Ih, Mas. Nindya nggak suka pakai kelapa, takut pantatnya gatel."

Dafin yang sedang menikmati teh hangatnya langsung terbatuk dengan ucapan Nindya. Yang benar saja, makan kelapa parut bisa membuat pantatnya gatal. Gadis itu terlalu kekanak-kanakan.

"Memangnya kamu cacingan?"

"Dulu waktu makan ini, malamnya pantat Nindya gatal." Kata Nindya.

Dafin tak bisa menahan tawanya melihat ekspresi Nindya saat ini.

"Kamu bukan anak kecil lagi, lagian dulu juga bukan karena kelapa parut kamu gatal-gatal. Udah sana makan, kalau nggak mau saya habiskan aja nanti."

Nindya yang tak bisa menahan aroma martabak yang sudah tercium di ruangan. Namun sudah lama ia tidak pernah memakan makanan apapun yang ada kelapa parut. Namun karena Dafin berkata demikian dan ia juga sudah lapar, akhirnya Nindya memilih memakannya bersama Dafin sambil menonton televisi.

...°°°°...

...Gimana nih hubungan mereka berdua?...

...Apakah bisa menjaga perasaan sampai 3 bulan sesuai perjanjian?...

...Terimakasih yang sudah membaca kelanjutannya....

...Jangan lupa kasih komentar dan bintangnya ya ❤️❤️...

...05 September 2022...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!