Diantara Hubungan dan Ikatan

PERNIKAHAN yang Nindya harapkan adalah sekali seumur hidup bersama orang yang ia cintai. Ia juga sudah berencana, jika nanti menikah ia akan benar-benar mengabdikan dirinya untuk menjadi ibu rumah tangga dengan mengurus rumah dan juga anak-anaknya kelak.

Tapi, kini yang terjadi sungguh diluar kehendaknya. Seperti melawan kata hati sendiri, Nindya menikah dengan orang yang ia kenal namun tidak dicintainya dan mereka terpaksa menikah karena perjodohan dan juga wasiat Ayahnya yang meninggal di hari pernikahannya.

Kini, ia hanya memiliki perjanjian untuk pernikahan sakralnya dan Dafin, keduanya menikahan tanpa rasa cinta dan keduanya menikah setelah memiliki tambatan hati. Dafin harus terjebak dalam perjanjian dengan Almarhum Ayah Nindya dan begitu juga Nindya yang terpaksa menerima takdirnya. Namun apakah perjanjian yang mereka buat untuk 3 bulan kedepan berjalan baik?

“Hari ini saya antar kamu kerja.” kata Dafin yang merapihkan dasinya.

“Nggak usah, Mas.”

“Ya sudah, motor saya kamu pakai aja.”

Nindya yang sedang merapihkan meja makan menatap Dafin dan menganggukan kepalanya setuju.

“Kamu pulang jam berapa?”

“Sore kayaknya pulang, eh tapi Nindya mau ketemu Fahri dulu, nggak apa-apa?” tanya Nindya.

Dafin menaikan sebelah alisnya, rasanya sangat aneh bukan? Kemarin ia yang meminta izin mengantar Tania pulang dan kini giliran berbalik. Pernikahan mereka memang sungguh luar biasa, sudah menikah tapi masih memiliki pacar masing-masing.

“Ingat perjanjian kita, kamu jangan berbuat macam-macam meskipun pernikahan ini hanya sementara, kamu masih sah istri saya.”

Nindya mengedipkan matanya berulang kali karena bingung dengan ucapan Dafin, bukankah kemarin saat Dafin meminta izin mengantar Tania pulang tak ada peringatan apapun dari Nindya, tapi kenapa dirinya justru berbalik?

“Mas juga jangan macam-macam sama Kak Tania.” Kata Nindya yang berjalan ke kamarnya mengambil tas kerjanya.

Dafin hanya terdiam sambil menatap punggung istrinya, ia kemudian mengeluarkan beberapa lembar uang di dompetnya dan memberikannya pada Nindya yang berjalan ke arahnya.

“Ini uang untuk jajan kamu, dan untuk bensin juga.”

“Uang jajan? Nindya ada uang kok, Mas.”

“Uang kamu simpan saja, ini uang dari saya, kamu terima.”

Nindya sempat ragu, namun karena diperjanjian yang mereka buat beberapa hari lalu Dafin mengatakan untuk memberikan gadis itu uang bulanan dan juga uang jajan, Nindya memilih menerima uang Dafin untuk simpanannya.

“Nindya berangkat sekarang ya.” kata Nindya sambil menyalami tangan Dafin yang membuat pria itu tercengan sesaat.

Sopan sekali gadis itu, bahkan menyalami tangannya seperti istri yang berbakti pada suaminya. Tapi memang Nindya seperti itu sejak dulu, selalu menghormati orang yang lebih tua darinya.

Dafin membantu mengeluarkan motor maticnya dari garasi dan ia juga mengatar Nindya sampai depan pagar rumahnya sebelum ia berangkat kerja dengan mobilnya.

...***...

Nindya telah sampai di tempat kerjanya dan disambut beberapa rekan kerjanya yang datang mengucapkan bela sungkawa juga memeluk dirinya.  Beberapa temannya memang tidak bisa datang karena sedang sibuk bekerja dan tak bisa meninggalkan tugasnya.

Nindya hanya bisa mengucapkan terima kasih pada mereka, untunglah rekan kerjanya saat itu tak banyak yang datang jadi mereka tidak melihatnya bersama Dafin saat itu. Karena beberapa dari mereka sudah mengetahui hubungan dirinya dan Fahri.

Nindya kembali ke tempat duduknya, ia juga sudah sibuk dengan pekerjaannya yang tertunda hampir seminggu lebih.

“Nin. Cincin apaan ini?” tanya Feby sahabat Nindya.

Nindya yang tersadar cincin pernikahannya kemarin belum sempat disimpan pun kini terkejut.

“Cincin punya gue, baru di pakai sekarang.”

“Masa sih? Kek nya lo nggak pernah beli cincin.” Curiga Feby.

Nindya tak bisa berterus terang dengan Feby saat ini. Meskipun gadis itu adalah sahabat baiknya namun ia belum ingin menjelaskan apapun padanya.

“Feb, bawa pembalut nggak? Kayaknya gue datang bulan.”

“Yeh, giliran ditanya-tanya malah ke yang lain. Ya udah gue ambil dulu.” Feby berjalan ke mejanya dan mengambilkan barang yang dibutuhkan sahabatnya itu.

Kali ini Nindya memang tidak sedang berbohong, sangat kebetulan dirinya sedang datang bulan dan ia lupa mengecek tanggalnya.

...***...

Siang harinya, waktu istirahat telah tiba. Nindya yang sedang merasakan mulas karena datang bulan memilih untuk beristirahat dan tak ikut dengan rekan lainnya yang pergi makan keluar, ia juga sudah menitip makanan pada Feby untuk dibelikan pulang nanti.

Memang sudah menjadi hal wajar tiap bulannya, jika Nindya datang bulan ia akan merasakan mulas pada hari pertama, kadang jika tak kuat ia memilih meminta izin pulang dan beristirahat.

Nindya tertidur dengan kepala bersandar pada meja kerjanya. Baru beberapa menit matanya terpejam, kini ponselnya berdering dan membuat ia terbangun dan mengangkatnya.

Sebuah panggilan dari Fahri membuat kantuknya menghilang.

“Halo.”

“Kamu di mana?”

“Masih di kantor.”

“Kata Feby kamu lagi sakit?”

“Cuma sakit datang bulan, tapi nggak apa-apa cuma butuh tidur sebentar.”

“Udah makan siang?”

“Belum.”

“Aku jemput sekarang, kita makan di luar.” Kata Fahri yang langsung mematikan sambungan teleponnya.

Nindya yang tadinya hendak menolak ajakan pria itu hanya bisa menghela nafas. Begitulah Fahri, dia tak pernah mau dibantah jika urusan kesehatan. Fahri sudah paham bagaimana Nindya jika sakit dan datang bulan, ia akan membawakan beberapa makanan untuk Nindya dan kadang sampai membelikan pembalut untuknya tanpa gensi. Bagaimana bisa Fahri sebaik itu untuk Nindya khianati?

Nindya pergi ke toilet untuk merapihkan penampilannya, ia menambahkan makeup untuk wajahnya yang terlihat sedikit pucat. Meskipun tak dipungkiri jika perutnya masih terasa mulas dan membuat dirinya malas untuk melakukan aktivitas.

Dan tak lama sebuah pesan masuk dari Fahri, iapun langsung menemui Fahri yang menunggunya di luar.

...***...

Kini Nindya dan Fahri telah sampai di salah satu restaurant tempat favorit gadis itu. Jika Nindya malas makan dan sedang kehilangan selera makan, biasanya Fahri akan membawanya untuk makan di restaurant tersebut dengan menu makanan khas sunda yang menggugah selera.

“Makan dulu, aku udah pesan teh hangat buat kamu.” Kata Fahri sambil menyendok nasi untuk Nindya.

“Makasih, Ri.” Nindya mengambil piring dari tangan Fahri.

Sebenarnya Nindya masih tak enak hati dengan pria di hadapannya itu saat ini, sejak mereka berbicara lagi saat pemakaman Ayah Nindya. Lelaki itu justru memaafkan Nindya dan berharap hubungannya dan Nindya masih berjalan baik.

Nindya sempat menginginkan untuk putus, namun Fahri masih mempertahankannya dan mengatakan menunggu Nindya meskipun bisa dibilang hubungan mereka kini tanpa status yang jelas karena Nindya sendiri takut melukai Fahri lebih jauh.

“Kenapa? Masih sakit?”

“Gapapa, sore ini kayaknya kita batal jalan ya, aku pengen istirahat.” Kata Nindya.

Fahri hanya tersenyum sambil menganggukan kepalanya. Ia tak masalah batal pergi jalan dengan Nindya karena kondisi gadis itu yang sedang sakit.

Nindya telah selesai dengan makan siangnya, meskipun hanya sedikit namun setidaknya perutnya tidak kosong dan Fahri merasa tenang melihatnya.

Nindya menyandarkan badannya di kursi sambil menunggu Fahri yang sedang ke toilet. Nindya menatap ponselnya dan melihat sebuah pesan dari Dafin yang masuk.

Dafin :

Sudah makan?

Nindya sedikit bingung, ia hendak membalas pesan dari suaminya yang masuk ke ponselnya beberapa menit lalu. namun saat hendak mengetik pesan, tak sengaja pandangannya beralih ke salah satu meja di ujung dekat jendela.

Nindya melihat sosok Dafin yang sedang berdiri dari mejanya dan seorang wanita yang duduk di sana bermain ponsel. Sepertinya gadis itu adalah Tania kekasih Dafin.

Dafin membalikan badannya dan tatapannya tertuju pada Nindya yang sedang menatapnya. Sedikit terlihat keterkejutan dari wajah pria itu yang kemudian berjalan menghampirinya.

“Kamu di sini?”

“Mas kok ada di sini? Sama kak Tania?”

Dafin menatap ke arah Tania yang kini sudah menatap ke arah mereka. Nindya sedikit bingung dan Tania juga terlihat terkejut dan salah tingkah.

“Kamu ke sini sama siapa?”

Baru Nindya hendak menjawab ucapan suaminya, kini Fahri yang baru datang langsung menghampirinya dan menatap keduanya.

“Di sini juga? Sama siapa?” Fahri menatap Dafin dengan tatapan datarnya.

Tatapan Fahri beralih ke meja lainnya hingga ia menarik ujung bibirnya tersenyum remeh pada Dafin. Tampaknya untuk pertemuan kedua mereka tak bersahabat. Terlihat Fahri tak menyukai Dafin setelah mengetahui jika pria yang pertama kali ia temui di rumah sakit itu menjadi suami pacarnya.

“Jadi masih pacaran juga sama dia?” tanya Fahri.

Dafin tak menjawab, ia memilih menatap Nindya yang kini sedang memegang perutnya dengan wajah sedikit pucat.

“Kamu baik-baik aja?” tanya Dafin melihat Nindya seperti kesakitan.

“Nggak usah sok khawatir, mending urusin pacar lo yang udah di khianatin itu. Nindya urusan gue.” kata Fahri yang kini berdiri dan menarik tangan Nindya.

“Nindya sedang tidak sehat, saya hanya khawatir.” Dafin menatap tajam Fahri.

Nindya yang ditarik Fahri kini berdiri, pandangannya sedikit buram. Perutnya terasa sakit dan keram. Hingga saat Fahri hendak membawanya keluar, badannya ambruk dan Dafin yang berada di sebelahnya langsung menahan tubuh istrinya itu.

“Nindya.” Panik Fahri.

Beberapa pengunjung di restaurant sedikit terkejut begitu juga Tania yang sejak tadi hanya diam kini berdiri menghampiri mereka.

“Biar saya bawa dia kerumah sakit.” kata Dafin mengangkat badan Nindya.

“Gue yang bawa dia ke sini. Dia tanggung jawab gue.” tolak Fahri.

“Dia suaminya, biarkan Dafin yang bawa istrinya ke rumah sakit, keadaannya darurat.” Kata Tania yang menahan Fahri yang hendak menghalangi Dafin.

Dafin menatap Tania yang kini tersenyum mengangguk, meskipun tak enak hati karena meninggalkan Tania sendiri namun kondisi Nindya membuat ia khawatir, ia langsung berjalan keluar di bantu beberapa orang yang ikut mengangkat Nindya ke mobilnya.

“Kamu pacarnya Dafin, kan? Kenapa biarin dia yang bawa Nindya.”

“Dia suaminya, dan Nindya istrinya. Sejak ijab kabul mereka, baik saya atau kamu itu bukan siapa-siapa buat mereka, karena ikatan mereka sudah sah.” Jelas Tania.

“Kamu relain Dafin sama Nindya?”

“Mereka sudah menikah, rela nggak rela mereka sudah bersama.” Kata Tania yang kemudian kembali ke mejanya untuk mengambil tasnya dan memilih pergi.

Namun saat hendak pergi, Fahri yang tak percaya dengan ucapan gadis itu kini masih menahannya.

“Segampang itu relain orang yang kita cinta?” tanya Fahri.

Tania tak menjawab, ia langsung berjalan pergi meninggalkan Fahri yang masih menatap tak percaya. Ia yakin jika Tania juga masih belum merelakan kekasihnya bersama wanita lain seperti dirinya.

...°°°...

...Kira-kira Dafin & Nindya bakalan saling jatuh cinta nggak ya?...

...Semoga banyak yang suka cerita ini....

...Jangan lupa kasih bintang & komentar ya...

...^_^...

...Terimakasih yang sudah membaca kelanjutan...

...❤️❤️❤️...

...14 September 2022...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!