Hal Yang Menyakitkan

Bagaikan petir yang menyambar di siang bolong. Dafin dan Nindya begitu terkejut saat melihat kiriman paket dari kedua orang tua mereka.

Kartu undangan dengan nama mereka juga orang tua sudah tertulis dan bahkan tanggal acara sudah ditentukan. Apa-apaan ini? Mengapa mereka membuat undangan tanpa minta persetujuan mereka berdua?

Nindya dan Dafin masih begitu terkejut dengan apa yang baru saja mereka terima. Apalagi jawaban dibalik telepon yang Nindya lakukan tadi membuat mereka tak bisa berkata apa-apa. Orang tua mereka sudah mengurus semua keperluan resepsi dan juga telah menyebar undangan ke sanak-saudara.

Apakah kini pernikahan mereka benar-benar akan segera di umumkan ke teman-temannya? Kalau begini bagaimana nasib hubungan mereka dengan kekasih masing-masing? Apalagi rencana kontrak pernikahan yang mereka usulkan hanya sampai 3 bulan apakah gagal?

Keduanya tak bisa mengatakan apapun karena sama-sama merasa begitu terkejut juga kecewa dengan keputusan orang tua mereka. Nindya juga makin merasa bersalah pada Dafin, jika bukan karena permintaan terakhir mendiang Ayahnya untuk menikahkan mereka mungkin pria itu tidak akan menghianati kekasihnya.

Sejujurnya, Nindya sudah memikirkan matang-matang ingin mengakhiri hubungannya dengan Fahri meskipun pernikahannya dan Dafin akan berakhir nanti, karena ia tidak mau menyakiti Fahri lagi. Tapi setelah mereka membicarakannya serius, Fahri tak mau melepaskannya dan akan menunggunya.

Kini, Nindya hanya melihat punggung Dafin yang pergi ke kamar tanpa mengatakan sepatah katapun untuk merespon tentang undangan resepsi pernikahan mereka. Tapi yang Nindya tahu, pria itu benar-benar terlihat marah besar dengan apa yang terjadi di hidupnya.

...***...

Hari berganti sore, Nindya masih terdiam di kamarnya mencoba memikirkan bagaimana dengan kelanjutan pernikahannya dengan Dafin. Ia belum memberitahu soal resepsi yang akan diadakan dua minggu itu pada Fahri.

Ia tak tahu bagaimana respon pria itu nanti setelah tahu, dan sejak tadi juga Nindya belum tahu ke mana perginya Dafin yang tadi ia lihat keluar tanpa berpamitan dan belum juga kembali hingga sekarang.

Keduanya sama-sama tahu, hubungan pernikahan mereka bukan main-main tapi juga mereka masih belum bisa merelakan pasangan masing-masing. Apakah mereka masih bisa membohongi semuanya setelah ini?

Nindya sedikit terkejut saat mendengar suara bel rumah berbunyi, ia pun dengan cepat keluar kamar untuk mengecek siapakah yang datang.

“Kak Tania, eh Mas Dafin?” Nindya terkejut melihat Dafin yang terlihat tidak begitu sadar sedang dibantu Tania berdiri juga seorang pria yang tidak Nindya kenal.

“Dia mabuk berat.” jelas Tania.

Nindya menyuruhnya masuk ke dalam dan menidurkan Dafin di sofa. Sepertinya lama-lama Nindya bisa kena serangan karena sering dibuat terkejut, tadi pagi karna undangan yang datang sekarang melihat Dafin yang mabuk berat. Sejak kapan pria itu menyentuh minuman alkohol begini?

“Duduk dulu, biar Nindya ambilkan minum.” tawar Nindya.

“Nggak perlu, aku langsung pulang aja.” Tolak Tania yang kemudian melirik ke arah meja melihat undangan Nindya dan Dafin yang masih tersimpan di sana.

Menyadari arah pandangan Tania, dengan cepat Nindya mengambil undangan tersebut dari meja.

“Dafin sudah jelaskan. Itu juga alasan dia bisa mabuk begini.” Tania menatap Nindya dengan wajah datarnya.

Tania kemudian duduk disamping Dafin yang sudah berbaring dan mengelus pipi pria itu kemudian berlarih menatap Nindya yang berdiri mematung.

“Apa bisa kembalikan Dafin? Dia begitu tersiksa dengan pernikahan kalian dan selalu merasa bersalah karena menghianati aku,” Tania kembali berdiri dan berjalan ke arah Nindya.

“Tolong tinggalkan Dafin, kamu juga punya kekasih yang menunggu kamu, bukan?”

Tatapan mata Tania terlihat menyiratkan amarah dan kebencian pada Nindya. Seingatnya, pertemuan terakhir mereka saat berangkat bersama dengan mobil Dafin, wanita itu terlihat masih baik padanya tapi sekarang justru berbeda.

“Kak Tania tenang aja, kita punya perjanjian sampai tiga bulan akan berpisah.”

Tania tersenyum kecil mendengar ucapan dari Nindya, ia menatap pria yang datang bersama membantu mengatar Dafin yang kini hanya terdiam mendengarkan mereka.

“3 bulan? Apa sampai kamu bisa menggoda Dafin?”

Nindya cukup terkejut dengan perkataan dari Tania saat ini, apa maksudnya ingin menggoda Dafin? Apakah dirinya terlihat murahan?

“Aku kenal Mas Dafin dari kecil, dan Nindya juga sudah anggap dia seperti kakak sendiri. Kalau kak Tania percaya sama dia, nggak perlu ada yang harus ditakutin. Kita udah sepakat akan akhiri hubungan ini setelah tiga bulan.”

“Kenapa harus 3 bulan? Kamu nggak lihat dia tersiksa seperti ini? Aku minta kamu cepat tinggalkan dia, karena aku tahu kalau dia nggak akan berani untuk minta kamu pergi jadi kamulah yang harus pergi lebih dulu.” Kali ini nada suara Tania terdengar bergetar menahan tangisnya.

Melihat air mata Tania di pelupuk matanya membuat Nindya merasa begitu bersalah. Keduanya saling mencintai lalu kenapa dia harus menjadi orang yang merusak hubungannya dengan pernikahan. Kali ini Nindya menempatkan posisinya pada Tania dan ia bisa merasakan bagaimana terlukanya dia saat ini.

“Tolong kamu pergi dari kehidupan Dafin, bukan hanya dia dan aku yang kamu sakiti tapi juga kekasih kamu.” kata Tania yang kemudian pergi begitu saja yang membuat Nindya terdiam mematung.

“Buatkan madu campur air hangat untuk sedikit menyadarkannya.” kata pria yang tidak Nindya kenal sebelum ikut pamit.

Nindya menatap Dafin yang tidak sadar saat ini, apakah sebegitu tersiksanya Dafin sampai mabuk begini? Padahal dulu yang Nindya tahu pria itu sangat menjaga dirinya, untuk merokok saja ia tak berani tapi sekarang, apakah pria ini benar-benar berubah?

...***...

Nindya mengikuti saran dari pria yang datang bersama Tania tadi untuk membuatkan air madu. Ia langsung membawanya pada Dafin yang masih belum sadar dan merancau tak jelas di ruang tamu.

“Mas, minum dulu air madunya.” Nindya menepuk pipi Dafin.

Dafin merancau tak jelas tapi terdengar menolak ucapan Nindya. Tapi wanita itu tak kehabisan akal, ia langsung menyuapi Dafin dengan sendok yang dibawanya tadi.

tiba-tiba sendok ditangan Nindya terhempas begitu saja kelantai setelah Dafin menghempaskan tangannya. Mata pria itu terlihat memerah dan menatap Nindya sekarang.

“Saya nggak butuh bantuan kamu, pergi sana!” usirnya.

Nindya tahu pria itu masih belum sadar jadi ia tak mendengarkan ucapannya dan berusaha agar Dafin meminum air madu tersebut agar bisa tersadar.

“Mas, tolong minum dulu biar sadar.” Nindya membantu Dafin untuk minum.

Prang!!! Gelas ditangan Nindya kini pecah terjantuh ke lantai. Dafin juga sudah duduk dan menatap ke arahnya dan membuat Nindya kini sedikit ketakutan.

“Kenapa kamu buat saya menderita? Kenapa kepulangan saya waktu itu malah buat saya harus nikahi kamu, kenapa harus saya?” teriak Dafin mengcengkram pundak Nindya yang terduduk di hadapannya.

Kali ini Nindya tak bisa menahan air matanya mendengar perkataan pria itu. Sebelumnya ia pernah mendengar jika perkataan yang dikeluarkan saat mabuk bisa jadi itu adalah kebenaran meskipun dalam keadaan tidak sadar.

Dan Nindya tak tahu apakah yang Dafin katakan itu bersungguh-sungguh atau hanya melindur karena mabuk. Tapi rasanya begitu menyakitkan untuk Nindya dengar.

“Seharusnya, kepulangan saya itu untuk meminta menikahi Tania tapi kenapa saya malah harus nikahi kamu. Saya sudah lukai dia.”

Tak ada suara yang Nindya keluarkan selain air mata yang mengalir di pipinya saat ini karena perasaan bersalahnya. Apakah Nindya benar-benar menghancurkan hidup Dafin dan juga Tania? Ia tak pernah sekalipun berniat begitu.

“Mas.” Nindya merasakan bahunya sakit karena cengkraman pria itu.

Dalam keadaan mabuk, Dafin menatap lekat wajah Nindya yang membuat wanita itu ketakutan karena tenaganya tentu saja kalah dengan pria itu, apalagi dalam keadaannya yang tidak sadar seperti saat ini Nindya tak bisa menghindari jika Dafin berbuat nekat padanya.

“Seharusnya, saya tidak pernah berjumpa lagi dengan kamu dan bisa terus menjalani hidup dengan Tania.” Dafin memajukan wajahnya dan menatap Nindya lebih dekat.

Kali ini Nindya takut dan gugup, ia mencoba melepaskan cengkraman Dafin di bahunya tapi tenaganya tak bisa Nindya kalahkan.

“Karena saya takut, perasaan ini kembali luluh dan tak bisa tepati janji dia.” kata Dafin yang membuat Nindya bingung dengan kata ‘Dia’ yang pria itu maksud.

Disaat Nindya bingung dengan ucapan suaminya itu, kini Dafin menarik dagunya cepat dan mendaratkan ciuman pertamanya pada Nindya.

Nindya mendorong sekuat tenaga badan pria itu, tapi justru dirinya ikut terjatuh diatas Dafin yang kini kembali mengambil ciumannya yang kembali Nindya mencoba lepaskan karena takut perasaan bersalahnya makin dalam.

Terpopuler

Comments

Lela Raya

Lela Raya

mulai seru bgt ceritanyaa👍👍

2023-06-13

1

Dahlia Amel

Dahlia Amel

yu kak di tunggu ah cerita selanjut nya

2023-04-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!