Pagi-pagi sekali, Nindya memutuskan berangkat kerja meski kesehatannya belum sepenuhnya membaik. Hal itu akan lebih baik menurutnya ketimbang berada di rumah seharian dan akan kembali memikirkan soal resepsi pernikahannya dengan Dafin yang hanya tinggal menghitung hari.
Dan karena hubungannya dengan Dafin masih belum menemukan titik terang dan masih dalam keadaan mendingin, Nindya pergi tanpa pamit pada pria itu yang mungkin masih berada di kamarnya untuk bersiap-siap berangkat kerja juga.
Kali ini, ia tidak menyiapkan sarapan apapun untuk pria itu dan ia juga memutuskan tidak membawa motor dan memilih memesan ojeg online yang saat ini sudah sampai di depan rumah dan siap mengantarnya ke kantor.
Nindya lebih baik pusing karena pekerjaan dari pada terus terpikirkan dengan soal hubungannya dan Dafin saat ini setelah pertengkaran mereka semalam.
...***...
Sampai di kantor, Nindya cukup terkejut melihat Feby yang sudah datang dan terlihat baru saja selesai pergi ke pantry karena tangannya memegang gelas yang aroma melatinya sudah tercium.
“Lo bukannya masih sakit, kenapa maksain masuk?” Feby menghampirinya.
“Udah baikkan kok, lagian kerjaan gue harus diselesain secepatnya dan tinggal dikit lagi.”
Feby mengecek kening Nindya dengan tangan kirinya, wanita tersebut tampak begitu khawatir. “Serius deh mending lo istirahat dulu, anak-anak pada panik waktu lihat lo pingsan kemarin.”
“Gue udah sampai sini, masa balik lagi sih, Feb.” Nindya langsung menghidupkan komputernya.
Feby terkekeh merasa aneh dengan ucapannya sebelumnya, ia kemudian berjalan ke mejanya untuk mengambil sesuatu dari lacinya dan kemudian kembali berjalan ke tempat Nindya.
“Makan ini, gue beli tadi pagi. Sehat-sehat ya jangan sakit lagi,” kata Feby yang menyemangatinya saat ini.
Nindya hanya tersenyum sambil mengucapkan terimakasih pada wanita itu karena selalu peduli padanya. “Oh ya, jangan bilangin ke Fahri dulu ya.” kata Nindya yang tampaknya sudah telat karena kamera ponsel Feby sudah terarah padanya.
“Sorry, Nin. Dia barusan banget nanyain lo.”
...***...
Jam kerja di mulai dan Nindya juga sudah mulai sibuk dengan komputernya dan kacamata yang sudah dikenakannya.
Tapi kali ini ia menyadari jika sejak tadi pagi, Wika dan Nina tampak tak menyapanya. Bahkan saat melihatnya sudah berada di kubikelnya, dua wanita itu tampak mengabaikannya.
Rasanya aneh bagi Nindya yang memang dekat dengan dua wanita itu, kemarin saat dirinya pingsan keduanya sudah begitu panik dan bahkan sampai menelepon ambulan. Ia juga masih bisa mendengar bagaimana Wika menyalahkan Reza ketua divisi mereka karena memberikan tekanan berat padanya.
Diantara banyak karyawan lain yang begitu terkejut melihatnya masuk kerja hari ini, hanya Wika dan Nina yang benar-benar mengabaikannya. Ia jadi penasaran apakah ada hal yang membuat keduanya marah. Ataukah Reza memarahi keduanya karena dirinya kemarin? Mungkinkah?
Jam istirahat sudah tiba, dan semua laporan proyek yang harus dibuat ulang oleh Nindya sudah selesai dan telah lolos dan kali ini satu beban Nindya sedikit berkurang. Jadi kali ini ia hanya perlu berbicara dengan Wika dan Nina.
Saat dirinya sedang membereskan mejanya yang cukup berantakan sebelumnya, ia tersadar jika Wika dan Nina sudah menghampirinya dengan melihat tangan di dada dan menetap horor ke arahnya.
“Kalian nggak apa-apa?” tanya Nindya sebelum dirinya ditarik paksa oleh kedua wanita itu sampai ke cafe tempat biasa mereka menghabiskan waktu istirahat.
...***...
Nina sudah memesankan makanan tanpa bertanya pada dirinya dan Wika terlebih dulu sedangkan Wika tampak meraih sesuatu dari saku blezer abu yang dikenakannya.
Melihat sesuatu yang tampak tak asing bagi Nindya membuat wajahnya kini memucat dan cemas. Hal itu juga terlihat dari Wika yang Nina yang akhirnya mencoba bersikap santai kembali padanya.
“Apa ini beneran, Nin? Atau lo lagi mau nge-prank ala-ala youtubers?” tanya Wika.
“Lo lagi mau bikin konten untuk ngeprank Fahri ya?” Nina juga ikut penasaran.
Nindya terdiam melihat undangan pernikahannya yang entah di dapat Wika dan Nina dari mana, karena kini dua wanita itu lebih menantikan klarifikasinya.
“Jangan bilang ini beneran, akad nikahnya di sini di tulis tanggal waktu lo lagi cuti pulang.” Wika memperhatikan detail isi undangannya.
Nina menyadari ekspresi Nindya yang tampak menyembunyikan sesuatu yang mungkin itu adalah kebenaran akhirnya duduk disampingnya dan mengelus punggungnya sebelumnya akhirnya Nindya menangis dan menjelaskan semua yang terjadi tentang pernikahannya itu pada mereka.
...***...
Wika dan Nina saat ini masih bingung, disatu sisi ia marah karena Nindya tidak jujur pada mereka sebelumnya padahal itu adalah hal yang serius, tapi disisi lain ia merasa kasihan juga menyadari jika wanita itu ada diposisi yang serba salah bahkan lebih salah lagi.
“Serius ini nggak masuk di akal sehat gue, lo nggak lagi ngarang cerita novel kan?” tanya Wika masih begitu syok mendengar penuturan Nindya.
“Gue tahu kalian pasti nggak bakalan nyangka dan syok, makanya gue juga bingung gimana kasih tahu kalian.”
Nina masih mengelus pungungnya memberi ketenangan, “Yang kita nggak habis pikir tuh, lo masih pacaran sama Fahri dan siapa suami lo itu nama Afin?” tanya Nina.
“Dafin, Na. Kalau Afin itu nama kucingnya Upin-Ipin,” kata Nindya.
“Ah ya si Afin itu, kenapa dia juga sama breng**k masih pacaran sama ceweknya padahal jelas-jelas kalian udah sah.” Nina meneguk minumannya kemudian kembali menatap ke arah Nindya, “Daebak sih gila abis! Udah nikah tapi masih juga jalin hubungan pacaran juga sama yang lain. Daebak, gila beneran gila!” Nina geleng-geleng kepala.
“Lo sadarkan pernikahan itu nyata dan sah?” tanya Wika.
Nindya menganggukkan kepalanya dan memakan potongan kentang goreng miliknya yang masih tertisa.
“Dan si suami lo itu juga sadarkan?” yang kembali diangguki Nindya sebagai jawaban.
Wika kali ini tak bisa berkata-kata, ia meneguk kopi susu pesanannya yang sudah sedikit mendingin tersebut. Keduanya masih tak habis pikir dengan apa yang baru di dengarnya.
“Dafin itu yang waktu itu nganterin dompet lo itu kah?” tanya Nina.
“Iya, kalian udah pernah lihat.”
“Jadi waktu dia anterin lo kerja dan cewek di mobilnya waktu itu pacarnya? Dan kalian semobil bareng gitu?” Wika makin syok.
Nindya mengangguk sambil menunduk, kali ini ia benar-benar merasa bersalah. Melihat ekspresi terkejut dan tak habis pikir dari kedua temannya saat ini tampaknya Nindya sudah harus membuat sebuah keputusan.
“Terus kenapa Fahri masih mau sih pacaran sama lo, apa dia nggak khawatir lo sama Dafin ngapa-ngapain karena udah nikah?” Wika kembali berbicara.
“Gue belum ngapa-ngapain sama Mas Dafin, dan dia juga udah tahu kesepakatan pernikahan gue selama tiga bulan.” Tiba-tiba Nindya malah teringat kejadian beberapa hari lalu saat Dafin yang mabuk menciumnya.
Wika kali ini mengusap wajahnya tampak kesal, gemas dan tak habis pikir dengan apa yang di dengarnya, ia berdiri karena sambil menggelengkan kepalanya dan berjalan-jalan keliling meja mereka sebelum akhirnya kembali duduk dan menyidang Nindya.
“Nin, lo mau ngadain resepsi dan udah pasti pernikahan kalian bakalan terbongkar tapi kenapa kalian buat kesepakatan juga? Kalian mau permainkan pernikahan sah ini?” Wika menatap Nindya serius.
Mendengar ucapan Wika, kini Nindya menghentikan makannya dan meneguk minumannya habis. Sepertinya ada baiknya juga jika ia meminta pendapat dari kedua teman dekatnya itu sekarang.
“Gue masih cinta sama Fahri dan begitu juga mas Dafin dia masih cinta sama pacarnya, dan kita akhirnya--,” Nindya menghentikan ucapannya saat Wika menarik menggengam tangannya dan mengecek jari kanannya yang kosong karena cincin pernikahannya sudah Nindya simpan di rumah.
“Denger ya, gue emang bukan orang baik atau bisa lo percaya tapi seenggaknya gue masih waras. Lo sekarang udah nikah sama Dafin di depan almarhum bokap lo, itu beliau kasih kepercayaan sepenuhnya sama dia. Tapi kalau dia tahu ditengah-tengah pernikahan itu kalian masih jalanin hubungan dengan orang lain gimana perasaannya sekarang?”
Ucapan Wika sudah membuat Nindya tersentak saat almarhum Ayahnya disebutkan. Tak ada yang salah dari perkataan Wika, dan Nindya juga tahu betul hal yang dilakukannya dengan Dafin saat ini benar-benar salah.
“Dan lagi pula meskipun lo belum nikah sama Dafin, belum tentu juga lo nikah sama Fahri. Jodoh nggak ada yang tahu.” kali ini Nina yang berbicara.
Iya benar kata Nina, meskipun ia telah berpacaran beberapa tahun dengan Fahri, belum tentu juga apakah ia benar-benar berjodoh dengan pria itu. Apalagi sekarang ia sudah memiliki status pernikahan dengan Dafin dan sebentar lagi resepsi mereka akan diselenggarakan, apakah ia harus memutuskan untuk mengakhiri pernikahannya dengan Fahri?
“Ngomong-ngomong, waktu kemarin lo tiba-tiba pingsan bukan karena lagi ngisi kan, Nin?” tanya Wika yang membuka Nindya meletot kaget.
...***...
Setelah berbicara panjangan lebar hingga memberikan segala macam saran akhirnya ketiganya kembali ke kantor dan mulai fokus pada pekerjaan mereka masing-masing.
Jam pulang sudah tiba, Nindya sudah memasukan barang-barangnya ke tas sedangkan dan tanda pengenalnya juga sudah ia lepas dan ia simpan di laci kerjanya.
Ia kemudian berjalan beriringan bersama Nina dan Wika yang sedang asyik berbincang sedangkan dirinya fokus pada ponselnya.
“Lo nggak bawa motor ya, terus mau pulang gimana?” tanya Wika.
Rumah Wika dan Nina berbeda arah dengannya, Nina membawa kendaraan motor sendiri atau dijemput tunangannya sedangkan Wika biasanya sering naik taksi kadang juga di jemput seperti saat ini, pacar brondongnya sudah terlihat batang hidungnya.
“Fahri mau jemput, udah dijalan.” Jawab Nindya sambil membalas pesan yang masuk di ponselnya.
“Fahri?” Wika dan Nina teriak kaget dan membuat Nindya menghentikan ketikannya di ponsel dan menatap keduanya.
“Fahri katanya khawatir dan mau anterin balik, lagian udah sering juga, kan.” Nindya merasa bimbang setelah melihat ekspresi kedua temannya.
“Udah nikah eh masing-masing punya pacar dan diizinin juga. Daebak! Emang kalian pengantin daebak!” seru Wika yang kemudian pulang lebih dulu.
Dan sejak saat itu Nindya benar-benar julukan “Pengantin Daebak” dari Wika dan Nina. Bahkan kedua temannya itu sudah mengganti nama group mereka dengan menjadi “Group Ghibahin si Pengantin Daebak!” yang membuat Nindya makin merasa makin sedih dengan nasib yang ia jalani.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments