Kecewa

Pagi ini Nindya sudah sibuk menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Dafin sebelum berangkat kerja. Keadaan perut Nindya sudah jauh lebih membaik dan tidak begitu kram seperti hari kemarin. Dan pagi-pagi sekali ia sudah mencuci pakaian dan menjemurnya.

Meskipun pernikahannya hanya ikatan sah tanpa rasa cinta satu sama lain, namun keduanya tetap menjalani kewajiban layaknya suami-istri. Nindya mengerjakan pekerjaan rumahnya seperti memasak, mencuci piring, membersihkan rumah dan juga mencuci pakaian.

Hanya saja untuk yang ia cuci baju dan celana Dafin sedangkan untuk dalaman, pria itu memilih mencuci dan menjemurnya sendiri dan Nindya tak berani bertanya ataupun berkomentar.

“Ayam bakar kemarin nggak diangetin?” tanya Dafin yang berjalan ke meja makan.

“Agak kurang enak rasanya jadi kayak rasa asap.” Nindya meletakkan piring berisi nasi goreng yang baru ia masak itu ke arah Dafin.

Dafin hanya mengangguk dan mengambil teh hangat yang sudah Nindya buat untuknya. Kini keduanya sibuk menikmati sarapan mereka tanpa ada percakapan lainnya.

...***...

Selesai dengan pekerjaannya di rumah hingga mencuci piring dan menyapu, Nindya yang sudah bersiap berangkat rupanya sudah ditunggu oleh Dafin sejak tadi. Ia tak tahu jika suaminya itu belum berangkat ke kantornya dan hanya duduk sambil bermain ponsel di teras rumah mereka.

“Mas, kenapa belum berangkat?”

“Saya antar kamu kerja, motor masih di tempat kerja kamu kan kemarin?”

“Tapi, nanti Mas telat gimana?”

“Saya sudah izin.” Jawab Dafin santai.

Nindya mengunci pintu dengan cepat dan menutup pagar rumah. Namun baru saja mengunci pagar, tiba-tiba suara motor terhenti di sampingnya dan membuatnya langsung menoleh.

“Mau berangkat?”

“Kak Fahri, kok di sini?”

“Aku antar sekalian berangkat.”

Nindya menengok ke arah Dafin yang berdiri di depan pintu mobil. Ini adalah siatuasi canggung yang kedua kalinya Nindya hadapi setelah di restoran kemarin. Dan ia tahu jika Fahri tak menyukai Dafin dan memang sangat wajar pula, tapi bagaimana Nindya memilih keduanya saat ini.

Ia masih belum tahu bagaimana Fahri bisa menemukan alamat rumahnya dan Dafin karena kemarin malam ia sempat lupa menanyakannya saat suaminya itu bertanya.

“Nin, ayo!”

Suara dering ponsel milik Dafin terdengar dan Dafin masuk ke mobil menjawab panggilan tersebut yang sepertinya tak ingin ada yang mendengarkan percakapannya. Nindya menduga jika panggilan tersebut dari Tania.

Fahri menyodorkan satu helmnya yang ragu untuk Nindya ambil karena bimbang ingin berangkat kerja bersama siapa? Bukankah aneh dan benar-benar salah dengan siatuasi seperti ini? Padahal seharusnya Nindya pilih saja diantar Dafin, tapi hubungannya dengan Fahri juga belum benar-benar berakhir.

Ditengah-tengah kebimbangannya, Dafin keluar dari mobil setelah selesai menjawab panggilan tersebut dan berjalan ke arah Nindya yang masih menatapnya.

“Tania minta jemput, mobilnya lagi di bengkel. Kamu berangkat dengan dia aja?” tanya Dafin yang sebenarnya terlihat menolak mengantar Nindya.

Nindya masih terdiam mendengar ucapan Dafin, namun sesaat ia tersadar “Ya udah Nindya berangkat sama Fahri, ini kuncinya Nindya bawa.”

Dafin mengangguk sebagai jawaban dan ia langsung masuk ke mobil dan sudah lebih dulu meninggalkan halaman rumah mereka karena kekasihnya sudah menunggunya menjemput.

Nindya hanya tersenyum kecil melihat siatuasi mereka saat ini, bukankah mereka berdua sama-sama pasangan yang luar biasa? Sudah resmi menikah tapi masih memiliki kekasih? Selingkuh secara terang-terangan disaat ikatan sah sudah mereka miliki?

“Pakai helmnya, nanti telat!” kata Fahri sambil tersenyum hangat pada Nindya.

Sekarang entah bagimana Nindya membalas senyuman tulus Fahri setelah dirinya menghianati kekasihnya secara terang-terangan karena amanat almarhum Ayahnya itu. Dan ia juga tidak tahu bagimana hancurnya Fahri saat melihat dirinya dan Dafin menikah saat itu dengan tiba-tiba. Tapi saat ini Fahri masih saja tetap berada disisinya dan memang karena Nindya juga masih mencintainya.

...***...

Pernikahan Nindya dan Dafin memang hanya status saja tanpa benar-benar ada perasaan, bahkan disaat-saat jam kerja seperti ini tak ada satupun pesan masuk dari Dafin. Padahal kemarin Dafin masih sempat bertanya apakah ia sudah makan siang atau belum.

Sikap Nindya juga kini sudah sedikit berubah dan itu juga yang dirasakan oleh sahabatnya yang juga menjadi rekan sekantornya. Nindya yang biasanya sangat riang dan paling bersemangat, akhir-akhir ini terlihat menjadi pendiam dan banyak menghindar. Mereka mengerti mungkin Nindya masih berduka setelah kepergian Ayahnya.

“Nin, pak Fadli minta rekapan data klien.” Wika menghampiri kubikel Nindya.

Nindya yang sedang terdiam mengecek ponselnya kini sedikit terkejut, ia kemudian menaruh ponselnya dan mengambil laporan yang sudah ia simpan beberapa hari lalu dan berjalan ke ruangan atasannya tersebut.

“Selamat siang, Pak.” Sapa Nindya saat masuk ke ruangan atasannya tersebut.

“Siang, laporan yang saya minta kemarin sudah selesai?”

“Sudah semua, Pak.” Nindya memberikan laporan tersebut.

Atasan Nindya sedang mengecek laporan yang dibawakan oleh Nindya dan kemudian beralih menatapanya.

“Kamu sudah menikah?” tanya atasan Nindya bernama Fadli tersebut.

Pertanyaan pak Fadli membuat Nindya sedikit terkejut dan kikuk. Matanya menatap pada tangan Nindya yang memakai cincin pernikahannya dengan Dafin yang lupa ia lepaskan.

“Saya mengerti privasi, sayang sekali kalau kamu bilang lebih awal saya akan belikan hadiah khusus untuk pernikahan kalian,” kata pak Fadli sambil tersenyum.

Nindya hanya tersenyum kecil, ia tak bisa menjawab apapun. Lagi pula jikapun atasannya tahu itu bukan masalah besar baginya, karena beberapa teman kantornya juga memang tidak begitu ikut campur urusan pribadinya.

“Saya permisi dulu kalau begitu, Pak.” Nindya pergi meninggalkan ruangan atasannya tersebut.

...***...

Waktu pulang sudah tiba, Nindya kini pulang dengan motornya jadi ia tak perlu minta tolong untuk dijemput Fahri ataupun suaminya Dafin.

Ia juga sudah mendapat pesan jika Fahri akan pergi keluar kota beberapa untuk pekerjaannya dan hal itu juga buka pertama kalinya bagi Nindya. Hanya saja sekarang hubungan mereka yang tampak berbeda karena status Nindya yang sudah bersuami.

Nindya akhirnya memutuskan untuk masak makan malam untuk dirinya dan Dafin. Sebelumnya ia memang sering membantu Ibunya di dapur untuk memasak meskipun masih bertanya-tanya soal bumbu yang dipakai tapi ia juga sedikit bisa memasak beberapa menu mudah. Seperti memasak beberapa tumis, sayur juga gulai ayam.

Dan kali ini, Nindya mampir ke supermaket terlebih dulu sebelum pulang. Bahan masakan di kulkas memang kosong kecuali telor dan mie instan goreng dan kuah yang selalu Dafin stok di rumahnya. Pria itu memang lebih sering memesan masakan atau kadang makan di luar.

Dua kantung plastik besar sudah Nindya gantungkan di motornya, tentunya Nindya juga tak lupa membeli cemilan untuk temannya menonton drama nanti dan beberapa buah segar yang akan ia simpan di meja ruang tamu dan juga disimpan di kulkasnya.

Ia sudah semangat untuk pulang ke rumah dan memasak gulai ayam. Ia akan tunjukan kemampuan memasaknya pada Dafin nanti karena pria itu tak pernah tahu jika ia sudah bisa memasak masakan favorit pria itu dulu.

...***...

Hari sudah masuk waktu isya, dan masakan dari Nindya juga sudah matang sejak sebelum waktu magrib tadi. Tapi sejak tadi belum ia pindahkan dari kompor karena rencananya akan dia panaskan lagi saat Dafin tiba.

Perut Nindya juga sudah lapar sejak tadi, tapi ia memilih lebih baik menunggu Dafin tiba dan makan malam bersama. Bagaimana pun wanita itu masih menghargai Dafin sebagai seorang suami.

Jam di dinding terus berputar, beberapa kali ia terus mengecek ponsel melihat notif dari grup obrolan kantornya, dan seperti biasa Nina, Wika dan lainnya akan sibuk bergosip. Setiap hari mereka selalu punya bahan gosip yang didapat bahkan lebih update dari akun lambe murah*.

Wika : Ehh Ehh kalian tau gk ada brita heboh!

Nina : ah palingan kucing lo hamilin kucing tetangga lagi

Wika : serius anjir, ini gue dapat info langsung dari atasan kita

Nindya : gue naik jabatan ya?

Nina : jadi istri keempatnya dulu bisa Nin.

Wika : pada mau dengerin ga sih? -_-

Nina : lo yg kelamaan ngasih tau.

Wika : ktanya ada yg baru kawin di kantor kita.

Nina : kawin? Nikah dulu kali?

Wika : -_-

Nina : siapa sih emangnya, kok gue bru tau?

Wika : gue jga gatahu siapa orangnya.

Nina : gimana sih ngasih info setengah doang -_-

Wika : ya gue kan cuma denger” doang juga. Kira” siapa ya?

Nina : Nindya woyy ngilang, lo tahu kagak?

Nindya hanya membaca isi percakapan teman-teman kerjanya itu tanpa ikut membalasnya lagi. Ia masih sedikit terkejut dengan berita yang Wika katakan di grup mereka. Apakah kabar pernikahannya yang diketahui atasannya itu sudah sampai ditelinga Wika?

Percakapan mereka sudah teralih ke yang lain, kini Nindya melihat pesan terakhir yang ia kirim belum dibaca dan dibalas oleh Fahri. Mungkin pria itu belum sempat melihat ponselnya. Dan Nindya memilih kembali menyimpan ponselnya.

Suara pagar terbuka mulai terdengar, sepertinya Dafin sudah tiba. Kini Nindya menghidupkan kembali kompornya dan memanaskan gulai ayam yang ia masak tadi.

Dafin sudah berjalan masuk dan pergi ke kamarnya. Melihat punggung Dafin yang masuk ke kamarnya, Nindya mengurungkan niatnya untuk menyapa pria itu. Ia akan menunggu Dafin selesai membersihkan dirinya dan baru ia akan memanggilnya makan bersama.

Masakan Nindya sudah dihidangkan di meja makan, ia juga sudah mengambil dua piring di meja dan berjalan menuju kamar Dafin untuk memanggilnya makan bersama.

“Mas Dafin ayo makan malam.” Nindya mengetuk pintu kamar pria itu.

Beberapa kali ketukan di pintunya tak mendapat sahutan, Nindya masih memanggil Dafin kembali dan memberanikan diri membuka pintu kamar pria itu yang tak terkunci.

“Mas, mau makan malam?” Nindya mengintip sedikit dibalik pintu.

Dafin yang sedang duduk di kursi sedikit terkejut dan ia menengok ke arah Nindya sebentar sambil memegang ponselnya.

“Saya sudah makan dengan Tania sebelum pulang.” Jawab Dafin.

Nindya melihat layar ponsel Dafin yang menampilkan wajah Tania yang dalam panggilan video call-nya.

“Oh ya sudah, Nindya makan dulu.” Katanya kembali menutup pintu.

Nindya kembali berjalan ke meja makan dengan perasaan sedikit kecewa. Pulang kerja tadi dalam keadaannya yang masih lelah, ia memilih berbelanja dan memasak juga menunggu Dafin pulang untuk makan malam bersama. Tapi ternyata ia lupa, Dafin juga memiliki waktu bersama pacarnya dan pria itu memilih untuk makan malam bersamanya.

Rasa lapar yang sejak tadi Nindya tahan kini seolah menghilang. Tapi melihat masakan pertama yang ia buat setelah menikah sudah terhidang di meja makan, kini ia memilih menyendok nasi ke piring dan memakan masakannya dengan perasaan sedikit kecewa. Apa karena ia berharap Dafin menemaninya makan malam ini?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!