“Ha?” Aku menutup mulutku terkejut mendengarkan cerita dari Edgar. “Terus Kak Alisha gimana Kak?” Tanyaku masih dengan wajah yang kaget. Edgar tertunduk dengan sedih yang sangat terlihat jelas dari wajahnya tersebut.
“Ma-maaf Kak, aku tidak bermaksud membuat Kak Edgar jadi sedih.” Lanjutku. “Tidak apa-apa Sar, yang aku tahu Alisha selamat dari kejadian tersebut, tetapi sampai sekarang tidak ada yang pernah tahu kondisi dan keberadaanya, karena setelah kejadian tersebut orang tuanya membawanya ke luar negeri dan juga pindah kesana.”
“Bahkan Kak Edgar juga gak tahu?” Tanyaku memastikan. Dia menggelengkan kepalanya. Jadi itu yang membuat Kak Indra menjadi pendiam, apa karena dia merasa bersalah? "Semenjak kejadian itu aku tidak pernah melihat Indra dekat dengan wanita manapun, sampai.” Lanjut Edgar. Handphone di dalam tasku berbunyi memotong perkataan Edgar kepadaku. Dave?
“Halo? Dave ada apa?” Tanyaku saat mengangkat telpon dari dave, dan pergi sedikit menjauh dari Edgar. “Kamu dimana?” Ucap Dave dengan sedikit ketus. “Aku.” Ucapku takut. “Masih dengan Edgar?” Tanya Dave keras. “Ehmmm iya.” Jawabku pelan. “Mau sampai jam berapa kamu jalan sama dia?” Aku melihat jam tanganku yang ternyata sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Ha? Sudah jam segini?
“Pulang.” Ucapnya lagi dengan menaikkan nada suaranya. “I-iya.”Jawabku pelan. “Besok pagi aku jemput jam lima pagi.” Ucap Dave. “Ha? Mau ngapain?” Tanyaku heran. “Kamu masih ingat janjimu kan?” Janji? Aduh janji basket itu. “Iya.” Ucapku dengan sedikit malas. “Besok aku mau tagih janji itu. mumpung besok sekolah juga libur, jadi kamu harus temenin aku.” Ucapnya lagi yang membuatku bingung. “Kemana?” Tanyaku. “Lihat aja besok, pokoknya sekarang kamu harus pulang dulu, aku gak suka kamu berlama-lama dengan laki-laki itu.” Tetapi kenapa kamu harus marah-marah? “Iya Dave.” Jawabku. “Ya udah kabarin aku kalo kamu udah sampe rumah.” Dave langsung mematikan telponnya.
“Maaf ya Kak.” Ucapku saat duduk kembali di depan Edgar setelah menerima telpon dari Dave. “Dari siapa?” Tanya Edgar. “Ehmm bukan siapa-siapa Kak.” Jawabku. “Ya udah yuk kita balik udah malem juga.” Ajak Edgar untuk balik. “Oke Kak.” Setelah itu Edgar pun membayar tagihan makanan kami dan kami pun masuk ke mobil, menjalankannya ke dalam jalanan Jakarta yang masih terlihat ramai walaupun waktu sudah hampir menunjukkan pukul dua belas malam.
“…Dan
Dan bila esok, datang kembali
Seperti sedia kala dimana kau bisa bercanda
Dan
Perlahan kaupun, lupakan aku
Mimpi burukmu
Dimana telah kutancapkan duri tajam
Kaupun menangis, menangis sedih
Maafkan aku…”
Lagu dari Sheila On 7 itu lah yang mengisi keheningan di antara aku dan Edgar di perjalanan kami kembali ke rumahku. “Kak…” Ucapku akhirnya yang berani memecahkan kecanggungan diantara kami. “Iya, kenapa Sar?” Tanya Edgar. “Ehmm boleh tanya sesuatu?” Tanyaku dengan sedikit ragu. Dia menatapku heran dan akhirnya tertawa.
“Hahaha tanya aja, kenapa harus bertanya dulu.” Ucapnya. “Ehmm perasaan Kak Edgar sendiri bagaimana?” Tanyaku. “Maksudnya?” Ucap Edgar heran. “Ehmm dari cerita Kak Edgar tadi, perasaan Kak Edgar sendiri terhadap Kak Indra bagaimana? maksud aku.” Aku melihat lagi kearahnya untuk memastikan bahwa apa yang akan aku bicarakan tidak menyinggung perasaan laki-laki yang ada disebelahku ini.
“Apakah Kak Edgar dendam sama Kak Indra.” Aku melihat Edgar mempererat genggaman tangannya pada pegangan kemudi setirnya. “Kita akan melakukan apapun untuk orang yang kita cintai Sar, walaupun itu akan menyakiti orang lain ataupun tidak.” Ha? Maksudnya? "Disini kan Sar?” Ucap Edgar mengagetkanku. Aku tidak menyadari ternyata mobil Edgar sudah sampai di depan jalan rumahku. “Eh I-iya kak.”
“Sar.” Saat aku melepaskan seat belt yang kugunakan, aku merasakan tangan Edgar dibelakang tengkuk leherku menariknya kearah wajahnya. Dan dia menciumku. “Kak.” Aku berusaha mendorongnya, tetapi tenagaku masih kalah jauh dengan Laki-Laki tersebut.
Dia meneruskan ciumannya, aku merasakan lidahnya berusaha masuk ke dalam mulutku yang enggan aku buka. “Kak.” Aku terus memanggil namanya tetapi dia tidak menghiraukannya. Dia mengangkat tubuhku keatas pangkuannya dengan cepat dengan tenaga dari otot tangannya yang kekar, aku dapat merasakan adanya benda yang keras pada paha bagian bawahku yang masih tertutupi rok abu-abu yang kugunakan.
Dia memasukkan tangannya ke dalam baju hitam berkerah yang dipinjamkannya kepadaku, aku merasakan tangannya yang hangat mengelus perutku yang datar dan berpindah menggenggam gunung kembarku dengan kasar yang masih tertutupi dengan bra krem yang aku gunakan.
“PLAKK!!” Aku menamparnya, memaksakan diriku keluar dari mobil dengan usaha keras dan menutup pintu mobilnya dengan keras tanpa memperdulikan laki-laki kurang ajar yang ada di mobil tersebut. Aku berlari sekencang-kencang di jalanan sepi itu sendiri, menangis dengan air mata yang membasahi wajahku dan tidak sengaja menabrak seseorang. “Sarah?” Panggil orang tersebut. “Kak Indra.”
Aku duduk di sebuah taman yang tidak jauh dari Gang Jalan Rumahku, tertunduk dengan air mata yang mulai menetes sedikit demi sedikit. Kenapa Kak Edgar bisa jahat, sama sekali tidak ada dipikiranku dia berani melakukan itu. "Minum.” Ucap Indra yang datang setelah menyuruhku menunggu, karena dia mau membelikanku minuman.
Indra memberikan aku minuman dan aku menerimanya tanpa melihat kearahnya. “Hiks hiks.” Hanya suara lirih tangisanku yang terdengar di sebuah taman di jalanan ini. Tanpa berkata-kata Indra memasangkan jaketnya di punggungku dan mengusap kepalaku. “Menangislah.” Ucap Indra singkat. Aku menangis tanpa memperdulikan suasana sepi di taman yang hanya dipenuhi dengan arena bermain anak-anak ini, melepaskan air mataku tumpah membasahi pipiku.
Selama hampir satu jam aku menangis di taman tersebut, tanpa memberitahukan Indra apa yang terjadi dan dia sendiri pun tidak mau bertanya tentang itu, dia hanya menemani kesedihanku. “Makasih ya Kak.” Ucapku kearah Indra dengan hati yang sudah sedikit tenang. Aku dan Indra berhenti di depan gang jalan rumahku. “Iya.” Eh baru pertama ini dia bilang iya, biasanya hanya hmm.
"Udah tenang sekarang?" Tanyanya. "Udah Kak." Jawabku melihat ke wajah tampan yang ada di depanku. “Oh iya ini jaketnya Kak.” Aku segera melepaskan jaketnya yang diberikan kepadaku. “Simpan saja.” Dia gak mau lagi jaket ini karena habis aku pake ya. "Makasih Kak.” Ucapku memeluk jaket itu kembali. “Masuklah ke rumahmu.”
“Iya Kak, sekali lagi makasih ya Kak, kakak hati-hati dijalan.” Ucapku. "Hmmm." Aku pun berbalik ke belakang berjalan kearah rumahku. Jangan lihat ke belakang Sarah jangan lihat ke belakang. Kepalaku dengan sendirinya terhipnotis melihat ke belakang, melihat sosok yang ternyata masih berdiri dengan ekspresi yang tidak dapat aku artikan. Terima kasih.
BERSAMBUNG.
Referensi lagu Sheila On 7- Dan.
Mohon vote, love, like dan komentarnya readers, terus ikuti kisahku ya.
Terima kasih supportnya!!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Liliput
bagus..
2021-07-22
1
🍾⏤͟͟͞͞★<мαу ɢєѕяєк>ꗄ➺ᶬ⃝𝔣🌺
wehhhh Edgar main nyosor aja tangannya jahil pula 🙈
2021-05-26
0
🏕V⃝🌟🍾ᚻᎥ∂ ᶢᵉˢʳᵉᵏ 💃V@X💃
si dave jg bkn pcar cm tmen tpi udah brani bentak2 gto apalagi klo udh jd pacar psti overprotective 🤣😌😌
2021-03-30
0