POV Dena
"Dena?"
Kesadaranku seolah kembali, dan aku menatap suamiku dengan penuh kegugupan.
"Kau baik-baik aja kan? Ga ada kan yang buat kamu pusing? Kapan kau pulang, kata Rama dia merindukanmu!" ucap Ray semangat.
"Hahaha, aku baik-baik saja. Tapi apa benar Rama yang merindukanku? Bukannya dirimu?" godaku dengan tersenyum jahil.
"Dua-duanya. Baik, Rama kembali menangis. Aku akan menenangkannya!" Ray menutup telpon, aku tersenyum geli dengan Ray yang menurutku lucu. Aku tau Ray menutup panggilan dengan terburu-buru karena dia gugup. Dia tidak ingin aku melanjutkan pembicaraan karena bicara perihal perasaan.
"Rama … dia anakmu?"
"Hah?" aku berbalik, ternyata Rafa sudah bangun.
"Apa Rama, dia anakmu?" Rafa mengulangi kalimatnya lagi.
"Hm, ya. Anakku dengan Rayyan lebih tepatnya."
"Ray yang sering mengantar mu?" suaranya terdengar serak.
"Ya, dia suami terbaik ku!" aku melebih-lebihkannya meski jelas itu benar adanya.
Rafa terlihat tersenyum dan memalingkan wajah. Entah mengapa kulihat sebuah kesedihan terpancar di wajahnya.
Namun mendadak kepala ini teringat, betapa buruknya dia sampai betapa aku sedih saat bersamanya dia tidak peduli.
"Kalau sudah merasa baikan, kita pulang ke Jakarta. Jam enam kan pesawatnya berangkat?"
"Hm, ya. Aku sudah lumayan baikan," jawabnya.
"Kata dokter kamu kebanyakan pikiran. Tapi tidak menyebabkan gejala serius. Hanya perlu istirahat. Aku juga tidak akan memaksa mu bekerja kalau belum merasa pulih. Karena aku bukan wanita menyebalkan yang suka memaksa orang bekerja seperti robot."
Dia terlihat mengangguk mengiyakan.
***
Akhirnya kami sampai di bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur tepat pukul delapan pagi. Hampir dua jam duduk tanpa berbuat apapun sungguh membosankan.
Sembari berjalan keluar dari bandara bersama Rafa dengan kursi roda karena tubuhnya yang sangat lemah, aku menghubungi Ray–suamiku.
"Suami ku, kami baru saja pulang dari Batam. Apa kamu ada waktu untuk menjemputku?" aku bersikap seperti istri super manja malah menyebut Ray sebagai suami.
Terdengar Ray terkejut. "Kau baru menyebutku apa? Suami?" dia tidak percaya dengan sebutanku.
Segera kuganti topik. Tidak ingin menjawab pertanyaanku. "Oh, kalau begitu, kami bisa minta taxi online menjemput."
"A-apa… kau belum menja–"
Maafkan aku suamiku. Kumatikan panggilan dan berhenti berjalan bersama Rafa yang kudorong. Sedikit tersenyum lucu, Ray pasti bertanya-tanya tentang alasanku tidak ingin melanjutkan panggilan.
"Benar, ya. Suamimu orang terbaik. Pasti kamu bahagia dengannya."
"Iya, dong… Suamiku memang yang terbaik! Aku mencintainya dan dia mencintaiku! Kami saling mencintai!" mampus kamu Rafa! Pasti hatinya panas mendengar semua percakapanku dengan suami yang agaknya sedikit kurekayasa!
Memang ini rencanaku, hanya memberitahu, kalau seperti ucapan ku, aku dan Ray adalah pasangan terbaik yang saling mencintai.
"Tapi apa Suamimu tidak cemburu melihatmu bersama pria lain sepertiku?"
Jlep!
Perkataannya sungguh membuatku bungkam. Ada sedikit pertanyaan juga dalam hati ini, apa benar … Ray tidak masalah kalau aku, Dena Aulia bersama Rafa Arfaraganza yang notabenenya adalah mantan suamiku bersama hampir setiap hari dan setiap waktu?
"Hm, taxi!" ku alihkan pembicaraan, dengan memanggil salah satu taxi yang mungkin tengah kosong job.
Beruntung taxi itu berhenti dan membawa kami pergi dari bandara.
Rafa duduk di samping supir taxi, keadaan hening dan tampak tenang.
Dia tidak melanjutkan pertanyaan tadi, selamat… aku lega.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments