12. Mantan Suami Jadi Asisten

POV Dena

"Gimana perasaanmu sekarang, Dena?" tanya pak tua Gilang setelah aku resmi menjadi pemilik perusahaan ini dan dikenal semua orang yang menjadi ‘pegawai’ di perusahaan pusat ini.

Aku tersenyum dan mengangguk. "Lega sekali, Pak. Tidak pernah rasanya saya selega ini."

Sejenak, pak tua Gilang mengangguk mengerti. Tampaknya ada sesuatu tersimpan dalam hatinya. Aku mengamatinya, rasa penasaran ini membuatku bertanya. "Rasanya bapak ada yang mau ditanyakan. Tanyakan saja lah pak. Jangan buat saya semakin penasaran. Terbuka saja pada saya, bapak sudah membuat saya berada dalam posisi ini, satu pertanyaan tidak akan membuat saya merasa keberatan mendengarnya."

Takut-takut dia bicara. Setelah saya berhasil meyakinkannya dia akhirnya mulai bicara. "Kenapa nyonya meminta Ray menjadi asisten anda? Bukankah itu sama saja membuka tabir kesedihan anda lagi?"

"Ya… memang, itu termasuk. Tapi saya mau memberi sedikit pelajaran saja padanya, mempertahankannya di sini karena sebelum aku menjadi pemilik sah di sini, dia sudah ada. Jadi anggap saja seperti balas budi," aku terus terang.

Pak tua Gilang mengangguk. "Pantas saja nyonya menyuruhnya mengambilkan teh untuk kita padahal ada cleaning servis kalau contoh nya dia lewat."

"Hm, saya rasa itu tidak diperlukan lah Pak… Saya mau mengerjainya supaya dia tau lelahnya jadi istrinya semasa dulu." Aku teringat, saat menjadi istrinya selama setengah tahun. Dia menjadikanku budak saat almarhum Ayah mertua tidak ada di rumah. Semua pekerjaan dibebankan padaku sampai rasanya tubuh ini remuk! dibuatnya.

"Membiarkannya mengambil teh bukan apa-apa, Pak," ucapku.

Tak lama setelahku bicara, pria yang menjadi asistenku itu datang. "Ini, nyonya."

"Terimakasih," aku membiarkan senyumku terukir untuknya. Tidak apa, dia sudah berusaha. Hahahaha…

"Apa yang biasa kamu kerjakan, kala menjadi owner?" Aku mencoba bertanya padanya. Ingin tau saja, apa dia akan berbohong padaku.

"Meeting, cooperation, dan supervise pekerjaan para bawahan."

Jelas-jelas aku tau tapi masih berusaha mengangguk. "Saya mau kamu memberitahu kalau ada tugas penting."

"Tapi itu bukan pekerjaan Asisten. Itu pekerjaan Sekertaris," jawabnya tanpa tawa menghiasi wajahnya.

Aku malu, ya… lupa kalau itu bukan pekerjaan Asisten. "Ya sudah, kamu jadi

Sekertarisku, mulai detik ini."

"Baik, nyonya," dia menunduk, menerima pekerjaan ini.

"Kamu boleh keluar sebentar," ucapku, lagi-lagi memerintahnya.

"Bukan untuk mengatur anda."

Pandanganku teralih pada pak tua Gilang. "Kenapa, Pak?"

"Sebagai pemimpin baru, Anda tidak boleh memerintah sesuka hati. Walau anda pemilik baru dari jalur warisan."

Mendadak rasa bersalah menyelimutiku. "Jadi aku harus buat apa? Bukannya dalam dunia bisnis itu keras, siapa yang jadi penguasa, itu yang memerintah–seperti yang pernah dilakukannya padaku."

"Tapi anda orang baru. Pegawai yang sudah bekerja bertahun-tahun bisa saja resign dari perusahaan karena sifat anda yang keterlaluan. Attitude adalah segalanya dalam dunia bisnis. Anda harus tau tentang itu nyonya," ucapnya.

"Bukankah semua orang melakukan segalanya demi uang?" tanyaku tidak mengerti.

"Uang tidak membayar harga diri, tapi uang hanya membayar jerih payah yang dilakukan banyak orang untuk suatu hal, misal pekerjaan. Itu pelajaran utama yang seharusnya diajarkan pada seorang pemimpin sebelum memulai karir. Saya hanya tidak ingin anda salah jalan dan malah menghancurkan jerih payah Ayah anda terdahulu dan banyak pemimpin yang menjabat sebelum anda.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!