5. Warisan

POV Dena

Aku terbangun di sebuah kamar dengan tembok sama seperti kamar di rumah suamiku.

Aku jelas terkejut dan segera bangun.

Segera melihat sekitar, merasa beruntung ini bukan kamar atau rumah suamiku.

Aku sempat mengira kalau semalam adalah mimpi, ternyata tidak.

Kemudian berbaring dan merasa lega. Tapi satu pertanyaan, di mana aku kini.

Pertanyaan dalam kepala membuatku turun ranjang dan melihat sekitar. Sebuah jendela besar yang dapat melihat pemandangan sebuah kebun bunga dan beberapa pohon mangga, jeruk dan naga.

Bagian luar kamar ini sangat asri bahkan udaranya begitu bersih dan sejuk. Di rumah mantan suamiku mana ada penampilan semenarik ini. Justru semua tergolong membosankan dan mencekik.

Belum lagi ibu mertua yang jahat selalu berusaha mengkambing dombakan aku dan mas Rafa, cukup mengerikan.

Lagi-lagi, aku mengingat keluarga itu.

Tapi aku baru saja lepas dari sana, termasuk hal wajar meski terdengar egois dan tidak berterimakasih.

Ceklek.

Terdengar pintu terbuka, seketika membuat diri ini berpaling. Ada seorang wanita cantik berpakaian seperti seorang pelayan.

"Siapa kamu?" tanyaku lembut.

Dia mengalihkan pandangannya yang sedang menaruh nampan berisi semangkuk bubur dan segelas air putih serta buah apel.

"Saya hanya pelayan, nyonya," balasnya.

"Pelayan?" aku mengulangi kata-katanya.

"Aku tanya siapa kamu, bukan apa profesimu."

"Saya Lisya nyonya, orang yang disuruh tuan Rayyan mengantarkan sarapan pagi untuk nyonya."

Tuan Rayyan? Aku bergumam. "Siapa tuan Rayyan?"

"Tuan Rayyan, pemilik rumah ini. Dia … yang memberi anda tempat tinggal serta membawa anda semalam."

Aku kini mengerti setelah dijelaskan gadis ini.

Mendekat dan duduk di tepi ranjang. Aku menatap bubur dan isian dalam bubur itu. Mencium aromanya, terlihat lezat, tapi ia ntah mengapa ada rasa mual menyerangku.

Aku menutup mulut dan pergi. Seolah tau apa yang kurasakan, gadis bernama Lisya ini menunjukkan arah kamar mandinya padaku. "Di sebelah kiri nyonya."

Selepas mual yang menyakitkan, aku menatap diri di cermin. Kenapa mual menyerangku lagi? Aku bertanya dalam hati.

Biasanya tidak begini! Aku menolak.

Apa karena semalam habis basah akibat hujan dan kini aku masuk angin?

Aku hanya bisa berasumsi begitu.

"Apa kau tidak apa?" suara yang teramat kukenal, yang semalaman sangat membantuku. Terlihat dari cermin, dia mendekat. Wajahnya kembali panik.

"Kau tidak apa?" dia mengulang pertanyaannya.

"Hm, tidak apa," balasku "Hanya … sedikit masuk angin. Mungkin."

"Tapi kau terlihat tidak baik-baik saja! Kau pucat!"

Aku menggeleng. "Ini sudah biasa terjadi," dustaku untuk menenangkannya. Selama beberapa Minggu ini tidak, mual jelas sudah berhenti setelah trisemester juga berakhir.

"Kau tidak bisa membohongiku, aku seorang dokter kandungan! Cepat katakan gejalanya," dia memaksaku seperti kesetanan.

Ini membuatku bertanya dalam hati sebenarnya dia kenapa sih sampai sepanik ini.

Aku hanya wanita yang ditemukannya di jalan, bukan berarti siapa-siapa. Tapi kenapa dia tampak sangat panik seperti ini?

Dia menarik tanganku sangat keras hingga merintih kesakitan. "Ini sakit, Rayyan!" terikku yang seketika membuatnya terhenti.

"Darimana kau tau namaku Rayyan?"

"Lisya yang memberi tahuku."

Dia mengangguk. Terus menatap lenganku yang dicengram sampai memerah olehnya. "Apa aku sekuat itu menarikmu?"

Aku mengangguk. "Sangat kuat."

"Maafkan aku, aku akan lebih hati-hati."

Kami keluar dari kamar. Lebih tepatnya dia yang membawaku. Kami berpapasan dengan seorang pria dengan kursi roda sebagai alat bantu berpindah tempatnya.

Dia menatapku dengan mata menyelidik, seolah mengingat sesuatu tapi ragu.

"Ray," suara pria itu berbunyi seketika menghentikan langkah Rayyan.

"Ya, Ayah?"

"Siapa perempuan yang kau bawa ini?" tanyanya.

"Namanya…" Ray menatapku yang mayanya seolah berkata, siapa namamu?

"Aku, Dena Aulia."

Ini seketika membuat pria itu tampak terkejut namun tidak sampai pingsan. Dia hanya menatapku dengan mata membulat lebarnya.

Lagipun mengapa dia berlaku seperti itu padaku? Hati ini bertanya banyak…

"Minum dulu, Yah." Rayyan memberikan segelas air putih pada pria tua ini.

Selesai meminumnya, pria tua ini terus menatapku. Memang sedikit risih, "Kenapa bapak memperhatikanku seperti itu?"

"Kau benar Dena Aulia?" dia mempertanyakan namaku.

Entah mengapa orang yang sepertinya memiliki hubungan dekat dengan almarhum ayahku yang kata ayah mertua sudah meninggal sejak aku berusia 8 bulan di kandungan, selalu memperhatikanku dengan keterkejutan.

"Apa bapak mengenal Ayah saya?"

Segera dia mengangguk. "Kami sudah lama mengenal ayahmu! Dia memberikan ini padaku untuk diberitahukan padamu!"

"Apa itu?"

"Warisan 10 juta dollar."

Terpopuler

Comments

Shinta

Shinta

lanjut boss...tp jgn cepat selesai y ceritanya...👍👍👍🙏🙏🙏

2022-09-06

2

Ratna Jewel

Ratna Jewel

seru..lanjut

2022-06-10

1

ardiana dili

ardiana dili

lanjut

2022-06-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!