"Tuan ... tuan ...."
Beberapa kali Feli memanggil Rafa agar segera bangun dari tidurnya, tapi usahanya belum membuahkan hasil. Rafa terlihat begitu nyaman dalam mimpinya.
Hari sudah sore, dan toko baru saja ditutup.
Feli menghembuskan napasnya. Dia terlihat sangat lelah.
"Tuan ... bangunlah!" panggil Feli sedikit mengeraskan suaranya. Masih belum juga ada respon. Ia semakin merasa jengkel, pada akhirnya gadis itu berniat melakukan sesuatu. Memajukan wajahnya dekat sisi daun telinga Rafa.
"Banjir ... banjir ... banjir!" teriak Feli.
Seketika Rafa membelalakkan matanya. "Dimana ... banjir?Dimana ... ayo kita pergi!" ucap Rafa tergopoh.
Rafa yang baru saja terbangun dari tidurnya, segera menarik tangan Feli. Sedikit berlari Rafa membawa Feli keluar toko. Sesaat Rafa menoleh ke arah Feli yang sedang tertawa keras.
"Hah ... KAU!! " teriak Rafa kesal.
' Sialan..!! Dia sedang mengerjai aku. Awas saja nanti !' batin Rafa.
"Apa yang kau tertawakan, Nona?"
"Ha ha ha .... Ti- tidak, tidak ada."
"Hah ... benar-benar menyebalkan. Kau bisa membangunkan aku dengan cara baik-baik, bukan seperti ini," ucap Rafa masih dengan amarahnya.
"Maaf ... maaf... aku sudah membangunkan Tuan sejak tadi, tetapi Anda belum juga bangun. Sekarang sudah sore, Tuan. Jika Anda sangat mengantuk, nanti Anda bisa lanjutkan lagi ketika sampai di rumah."
Feli menahan senyum ketika Rafa tampak malas melihatnya.
"Lebih baik kita segera pulang sebelum petang. Karena di ujung gang sana biasa ada segerombolan preman yang suka mengganggu dan meminta uang kepada siapapun yang lewat."
Rafa masih diam di tempat, dia sedang mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Feli. Terlihat gadis itu kini melangkah masuk ke dalam toko dan keluar membawa tas ransel milik Rafa.
"Sudah. Ayo kita pulang ke rumah ku, Tuan!"
Rafa hanya mengangguk saja. Dia sepertinya masih setengah tersadar dari tidurnya.
' Wajahnya sungguh lucu sekali. Sepertinya dia masih terbawa dalam mimpinya ' gumam Feli yang melihat Rafa masih bengong.
"Tuan. Apa Anda ingin berdiri saja di sana?" teriak Feli.
Terlihat gadis itu sudah mengayuh sepedanya sedikit jauh. Seketika Rafa menoleh. Melihat Feli tertawa kecil ke arahnya. Rafa mengusap kasar wajahnya.
"Sialan! Dia sedang mentertawakan aku. Benar-benar menyebalkan," gumam Rafa sambil melihat Feli yang terus mengayuh sepedanya semakin jauh.
Dengan cepat Rafa meraih tas yang ada di atas motornya. Kemudian segera menaiki kuda besinya agar dapat menyusul gadis yang telah meninggalkan dirinya.
Setelah 20 menit berlalu, akhirnya mereka tiba di sebuah rumah sederhana milik Feli. Terlihat nyaman dan juga asri. Rafa Melihat sekeliling. Sepertinya di sekitar sana hanya ada beberapa rumah saja.
"Sepi sekali di sini. Apa dia tidak takut tinggal sendirian? " gumam Rafa.
Setelah Feli membuka pintu, dia segera mempersilahkan tamunya untuk masuk ke dalam.
"Silahkan duduk, Tuan! Akan ku buatkan makanan dan minuman untukmu."
Rafa hanya mengangguk, dia melihat Feli yang masuk ke dalam. Rafa memperhatikan setiap sudut rumah Feli. Semuanya terlihat sangat rapi.
Rasanya begitu tenang. Sesaat dia mencari sandaran untuk mencari posisi yang nyaman. Tidak menunggu lama. Setelah Rafa memejamkan matanya, dengan segera dia terlelap.
******
Ceklek
"Mommy ...."
Alva masuk ke dalam kamar dimana Nadin dirawat, tak lama ia menurunkan queen dari gendongannya. Bocah itu segera berlari mendekat ke arah ranjang dengan memasang wajah cemberut.
"Hei, Sayang. Kamu kenapa?" tanya Nadin dan Zayn hampir bersamaan.
"Mommy ... Al, nakal sekali. Dia tadi tidak mau mengajakku kemari. Dia juga tadi memakan es krim milikku hingga habis."
Nadin dan Zayn saling melirik sembari menahan tawa.
"Uhhg, Sayangnya Mami. Biarkan nanti Al, Daddy yang hukum."
Zayn yang tadinya duduk di pinggiran ranjang segera meraih queen untuk dibawanya ke atas dan duduk disamping Nadin.
Zayn melihat anak keduanya itu yang kini telah duduk di sofa.
"Apa Rafa belum menghubungimu, Al? "
"Belum Dad, kakak pasti baik-baik saja. Dia sudah biasa bepergian jauh. Tidak perlu khawatir, Dad."
Zayn mengangguk kecil menanggapinya. Kemudian dia melihat ke arah Nadin dan Queen yang sedang asyik bercerita.
"Mam ... Dad ... tadi laura mampir ke rumah. Alva bilang kalau Mami sedang masuk rumah sakit. Mungkin sebentar lagi, dia akan kemari bersama dengan bibi."
"Yasudah, biarkan saja," ucap Zayn.
"Al, Mami khawatir dengan keadaan kakakmu. Sampai sekarang dia masih belum menghubungi Mami atau Daddy mu, Nak. Tolong hubungi dia, Al! "
"Baiklah sebentar. Alva akan menghubunginya, Mam."
Alva merogoh ponsel yang ada di saku celananya. Dia segera mencari nomor sang kakak kemudian membawa ponselnya ke dekat telinga.
Sesaat Alva mencoba mengulangi panggilannya. Tetapi tetap tidak ada jawaban. Dia mencoba beberapa kali dan tetap sama.
"Kakak tidak menjawab telepon dariku, Mam. Mungkin dia sedang istirahat. Perjalanan ke sana 'kan lumayan jauh, Mam."
Nadin mengangguk. Ia paham akan hal itu, namun hatinya masih saja tak tenang. Sedari tadi dia sangat mengkhawatirkan putranya.
"Sayang, sudahlah. Kamu ini seperti tidak pernah melihat Rafa pergi jauh saja. Nanti dia juga akan menghubungi kita. Tunggu saja!" tutur Zayn sambil mengusap rambut Nadin. Lelaki itu mencoba untuk menenangkan perasaan istrinya.
"Jangan terlalu banyak berfikir! Luka di kepalamu masih dalam penyembuhan, Sayang. Jangan terlalu banyak berfikir," lanjutnya
"Mommy. Apa di sini ada es krim. Tadi, Al bilang di tempat Mommy tidur ada banyak es krim?" ucap queen tiba-tiba.
Nadin dan Zayn tergelak akan celotehan queen. Mereka berdua saling memandang kemudian tertawa.
"Sayang, di sini tidak ada es krim. Adanya obat dan jarum suntik. Apa queen mau di suntik? " ucap Alva.
Queen dan yang lainnya segera mengalihkan pandangannya ke arah Alva yang saat ini sudah berdiri di sebelah ranjang Nadin.
"Mommy, Al nakal."
"Al, sudah... jangan ganggu dia terus!" tutur Nadin
"He he he .... Aku gemas sekali padanya, Mam. Es krim, es krim dan es krim."
Ceklek
Seketika mereka yang ada di dalam ruangan tersebut menoleh ke arah pintu yang baru saja di buka oleh seseorang.
"Hai... bibi datang."
Laurin masuk ke dalam bersama dengan Laura. Wanita cantik itu segera menghampiri dan memeluk Nadin cukup erat.
''Kenapa Kakak tidak memberitahu aku, kalau Nadin terjatuh hingga masuk rumah sakit," ucap laurin sembil menoleh ke arah Zayn. Ia sedang mencoba protes.
"Maaf ... aku terlalu panik sehingga tidak mengabarimu."
"Ya, baiklah tidak masalah. Bagaimana bisa semua ini terjadi, ceritakan padaku?"
"Bibi, apa sekarang sudah lebih baik? " sahut Laura.
"Bibi sudah lebih baik, Sayang."
"Ya, karena sudah lebih baik sekarang ceritakan padaku, kenapa kamu bisa terjatuh, Nadin?"
Nadin masih ragu. Dia melihat ke arah suaminya. Mereka berdua saling menatap seakan berbicara melalui tatapan matanya. Kemudian Zayn mengangguk.
Nadin mulai membuka suara. Dia bercerita sesuai kejadian yang dialaminya. Cerita itu mengalir begitu saja tanpa ada yang dikurangi. Laurin sempat terkejut mendengar cerita Nadin. Tapi dia tidak tahu harus menanggapinya.
"Nadin. Apa kamu yakin dengan keputusan yang telah kamu ambil."
"Hem .... Aku yakin Laurin. Rafa adalah anak yang bertanggung jawab, walau dia sangat angkuh terhadap wanita."
"Ehm ... bukan itu yang aku maksud. Begini, apa Rafa dan Feli akan baik-baik saja setelah mendapat perjodohan ini?"
"Semoga saja mereka bisa menerima perjodohan ini."
"Aku masih belum bisa percaya, Nadin," ucap Laurin lemas.
"Sudahlah. Buktinya sekarang dia sedang menemui Feli, 'kan," sahut Zayn.
Tok tok tok
Terdengar suara ketukan pintu. Membuat mereka semua kembali mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Kali ini siapa lagi yang datang.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Faray glad
sabar yah para reader yang baik hati..
kelanjutannya masih proses review..
mohon sabar menunggu..
2020-05-11
1
Ria
blom up lg Kk.. penasaran sama ceritanya 🥰😊
2020-05-10
0
Zakie C'chuby
jangn lama". kak..
2020-05-09
0