Nadin dan Zayn sedang duduk di kursi tunggu. Cuaca malam ini sedang buruk, sama buruknya dengan perasaan mereka berdua. Setelah tadi Nadin tersadar dari pingsan, dia lebih memilih untuk keluar dari kamar inapnya dan menemui zayn di luar.
Nadin tidak hentinya menangis, membuat Zayn ikut merasa sedih. Rafa dan Alva sempat datang untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya tetapi hanya sebentar. Rafa membawakan baju ganti untuk Nadin. Hanya bertahan beberapa menit sebelum kembali pulang dengan membawa queen bersama mereka.
Besok pagi Zayn dan Nadin akan ikut mengantarkan jenazah bi nela di kampung halaman. Felicia sang putri tunggal almarhum, sangat syok setelah mendapatkan kabar buruk ini beberapa menit yang lalu. Zayn sungguh merasa iba pada gadis itu, ditambah Nadin yang sangat merasa bersalah atas kejadian ini.
"Sayang sudahlah ... jangan menangis lagi! Lebih baik kita pulang saja besok pagi kita datang kemari dan ikut mengantarkan jenazah bi nela."
Nadin menggeleng sambil terisak. Zayn sungguh bingung harus berbuat apa. Nadin menjadi sangat keras kepala tidak seperti biasanya.
"Sayang kita akan membahas masalah ini nanti, sekarang kamu harus bisa berfikir jernih. Queen masih membutuhkanmu, Sayang. Jangan lupakan itu!" ucap Zayn dengan lembut.
Zayn menghela nafas. Berusaha untuk dapat meluluhkan hati istrinya itu dari rasa bersalahnya. Nadin menatap Zayn sejenak kemudian mengangguk. Wanita itu Kembali memeluk tubuh Zayn.
"Maaf, aku hanya merasa sangat bersalah pada keadaan ini. Aku tidak tahu harus bagaimana, jika besok Felicia tidak menerima maaf dariku ... aku, harus bagaimana?" ucap Nadin lirih.
Zayn memejamkan matanya. Memang benar jika sekarang Felicia menjadi sebatang kara. Tapi Zayn yakin jika Felicia tidak akan pernah menyalahkan kejadian ini adalah kesalahan istrinya. Bi nela sudah mengabdi kepada keluarga Orlando sejak Zayn masih kecil, tidak bisa dipungkiri lagi jika Zayn sangat perduli pada bi nela dan Felicia.
"Kita bisa menanggung biaya hidupnya, Sayang. Sudahlah, biar nanti kita pikirkan lagi bersama-sama. Sekarang lebih baik kita istirahat, agar besok kita bisa melewati hari yang berat ini."
Akhirnya Nadin mengangguk dan pasrah saja saat Zayn menggiring Nadin menuju kamar tempat dia tadi dirawat. Mereka berdua tidur di ranjang dengan saling memeluk.
******
Nadin memeluk Zayn dan di depannya ada Felicia yang sedang memeluk bi Ely adik dari BI nela, Feli sedang duduk bersimpuh di depan makam ibunya. Acara pemakaman baru saja selesai, para kerabat sudah meninggalkan pemakaman. Hanya tinggal mereka saja.
Sejak jenazah bi Nela diturunkan dari mobil ambulance, Felicia tidak bisa menahan tangisnya. Hingga sekarang dia masih tetap saja menangis.
Hal itu membuat Zayn dan juga Nadin menjadi sangat bersalah. Terutama Nadin. Dia sedari tadi menatap Felicia takut, takut jika Felicia tidak mau memaafkan dirinya yang teledor saat itu, sehingga menyebabkan hal itu terjadi.
Nadin perlahan melepaskan pelukannya dari Zayn dan segera mendekati Feli.
"Feli ... maafkan Bibi sebelumnya. Bibi turut berduka atas musibah ini. Sebaiknya kita kembali pulang dulu sayang."
"Bibi sebenarnya apa yang terjadi, kenapa ibu bisa tertabrak mobil? " ucap Feli sambil berlinangan air matanya.
"Sebaiknya kita kembali pulang, nanti Bibi akan ceritakan semuanya."
Setelah beberapa menit berlalu akhirnya Feli bisa kembali berfikir jernih. Dia bangkit dari posisinya, Nadin dan bibi Ely berjalan bersama beriringan dan Zayn berjalan dibelakang mereka.
Selama 10 menit perjalanan dari pemakaman menuju rumah sederhana milik BI nela, akhirnya mereka sampai juga. Rumah yang sederhana namun tampak indah dan bersih. Feli Sangat menjaga dan merawat rumah sederhana itu.
Bi Ely masuk ke dalam untuk membuatkan minuman sedangkan yang lain sedang duduk diruang tamu.
"Bibi.. sebenarnya apa yang terjadi?" Feli menatap Nadin dengan mata yang memerah.
Baru saja mereka mendudukkan diri, tapi Feli sudah menyambut Nadin dan Zayn pertanyaan yang berat.
"Feli ... se-sebenarnya ... bi nela tertabrak mobil karena menyelamatkan queen yang tiba-tiba bermain dipinggir jalan." Nadin menatap wajah Feli sambil menarik nafas sedikit panjang.
"Bibi yang waktu itu sedang asyik berbincang dengan ibumu, tidak menyadari jika queen sampai bermain di jalan raya."
Feli masih bungkam mendengar cerita dari Nadin. Dia menatap nanar wajah cantik majikan dari ibunya itu. Feli tidak ada perasaan marah pada Nadin hanya saja dia masih belum bisa menerima kenyataan jika ibunya sudah meninggal.
"Feli ... maafkan Bibi, Sayang. Karena Bibi yang tidak memperhatikan queen. Bi Nela lebih dulu melihat queen bermain dijalan dan tanpa Bi Nela sadari sebuah mobil melintas dengan kecepatan tinggi, kejadiannya begitu cepat. Maafkan Bibi yang tidak bisa berbuat apa-apa saat kejadian naas itu terjadi." Air mata yang sejak tadi ditahan, akhirnya jatuh dengan sendirinya.
"Feli, maafkan Bibi, Sayang." Feli terkejut tatkala Nadin beranjak dan dengan cepat bersimpuh dibawah kakinya.
"Bibi.. Jangan begini!" seru Feli.
"Sayang ... jangan seperti ini!" pinta Zayn sambil menghampiri Nadin. Dia ingin membantu Nadin untuk bangun tetapi Nadin menolak.
"Maafkan Bibi, Feli. Ini semua karena Bibi."
"Tidak bibi ... kumohon jangan seperti ini! "
"Sayang.. bangunlah! Kita bisa bicarakan ini baik-baik." Zayn dibuat tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh nadin.
Ini sungguh diluar dugaan Zayn. Dia sama sekali tidak pernah menyangka Nadin akan melakukan hal seperti ini. Zayn sangat sedih melihat istrinya .
"Bibi ... Feli tidak pernah marah pada Bibi. Semua sudah kehendak Tuhan bibi."
"Astaga apa yang terjadi? " teriak bi Ely yang kala itu baru selesai membuatkan minuman. Bi Ely segera meletakkan nampan yang dibawa olehnya diatas meja.
"Nyonya bangunlah! Ini tidak benar," lanjutnya sambil membantu Nadin untuk bangun.
"Iyah bibi.. Feli tidak marah pada Bibi, semua sudah takdir dari Tuhan yang tidak bisa kita hindari."
"Ayo sayang, bangunlah!"
Perlahan Nadin mulai bangkit dengan dibantu oleh Zayn. Zayn tidak sanggup melihat istrinya seperti ini.
"Apapun yang terjadi, semua sudah kehendak Tuhan, Nyonya ... kami tidak pernah menyalahkan Nyonya, benarkan Feli," ucap BI Ely dengan yakin. Feli mengangguk .
"Kami yang seharusnya berterimakasih karena nyonya sudah mengurus dan membiayai semua biaya pengobatan hingga pemakaman kakak saya," ucap BI Ely.
"Feli tidak akan marah pada Bibi. Bagaimana bisa Feli marah, Bibi begitu menyayangi ibuku seperti orangtua Bibi sendiri."
Feli beranjak dari duduknya, dia duduk disamping Nadin kemudian memeluknya erat.
"Ibu pernah bilang jika dia sangat menyayangi keluarga tuan Zayn. Ibu sangat dihargai dan dihormati layaknya seperti seorang ibu di keluarga Bibi. Keluarga Bibi juga seringkali membantu kami. Mana mungkin Feli marah pada Bibi. Semua sudah kehendak dari Tuhan bibi. Feli hanya belum bisa menerima kenyataan, semuanya butuh proses."
"Baiklah, ikutlah tinggal bersama kami Feli! Bibi sudah berjanji pada ibumu sebelum dia meninggal, Bibi akan selalu menjagamu seperti anak sendiri. Kamu mau 'kan Feli?" tanya Nadin sambil meleraikan pelukannya.
Feli menatap nadin dengan tatapan datar. Dia sebenarnya tidak ingin tinggal di kota karena dia sudah nyaman dengan kehidupannya di desa. Tetapi dia juga membutuhkan biaya untuk melanjutkan hidup.
apa yang akan aku katakan, aku sungguh bingung. batin Feli.
Feli menggeleng pelan. Sejenak Nadin terpaku, dia masih berfikir untuk mengajak Feli tinggal bersama dengan mereka. Nadin tidak ingin membiarkan Feli sendiri. Itulah janjinya pada bi nela saat bi nela dibawa kerumah sakit waktu itu.
"Baiklah, Bibi sudah putuskan dan kamu tidak boleh menolak. Menikahlah dengan anak Bibi, Rafandra!"
"Haah!"
Seketika Zayn tersentak mendengar ucapan Nadin. bukan hanya Zayn tapi Feli dan bi Ely juga sama terkejutnya.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Ana
Ikut kaget aqyuh... bangun.. banguun.. mkn nasi lauk daging...
2020-09-18
0
Kenzi Kenzi
nadin,kamu membuat keputusanyg salah......sepihak.....tdk mmpertimbangkan pwrasaan rafa.....hadehhhhh,bgmn ini,....
2020-05-07
0