Mengenang masa lalu.
Pagi ini Zayn terlihat sudah rapi. Suara ketukan pintu mengalihkan pandangannya dari kaca tempat rias milik Nadin. Zayn segera berjalan untuk membukakan pintu kamarnya.
"Ada apa?" Zayn menatap datar wanita yang ada di depannya.
"Maaf menganggu, apa Anda membutuhkan sesuatu tuan?"
"Tidak ada, lebih baik fokus saja untuk mengurus Rafa dan maaf soal tadi malam."
"Ya, tidak apa-apa, Tuan. Baiklah, saya permisi!"
Zayn sesaat memperhatikan langkah kaki Livia yang meninggalkan kamarnya. Zayn segera menutup pintu kamarnya kembali. Dia segera menyenderkan tubuhnya di sisi pintu.
Bagaimana bisa dia membiarkan Livia yang kemarin menuntunnya masuk ke dalam kamar. Dia tidak yakin jika Livia dan dirinya tidak melakukan apapun. Dia sungguh dibuat menyesal karena semalam dia minum terlalu banyak di acara pernikahan Rico yang membuatnya menjadi mabuk berat.
Zayn menghela nafas panjang. Livia semakin hari semakin berani mendekatinya. Dan soal tadi malam, dia sangat ingat jika Livia yang menuntunnya masuk kedalam kamar hingga dia juga yang melepaskan pakaiannya. Setelah itu dia tidak mengingat apapun yang terjadi. Tapi melihat tubuhnya yang tadi pagi tidak memakai pakaian apapun, membuat Zayn mengira-ngira apa yang terjadi tadi malam.
"Semoga saja, tidak sama dengan pikiran ku."
Zayn segera kembali pada kewarasannya. Hari ini dia akan menemui Nadin sebelum berangkat ke kantor seperti biasanya. Dia selalu berdoa dan berharap agar Nadin dapat segera sadar dari koma. Kunjungannya setiap pagi sedikit mengikis rasa rindunya yang semakin membelenggu dalam dirinya.
~~
Zayn berjalan dengan gagahnya melewati koridor rumah sakit. Dia sudah tidak sabar untuk menemui pujaan hatinya. Sungguh, hanya mengingatnya saja membuat hatinya berdebar . menghadirkan kobaran rasa rindu yang bertabur dengan cinta, membuat lelaki tampan itu semakin tampak berseri.
Zayn segera masuk ke kamar di mana Nadin dirawat. Dia berjalan mendekati Nadin yang sedang tertidur di atas ranjang rumah sakit. Alat bantu pernafasan dan jarum infus adalah teman bagi Nadin sejak dirinya koma. Zayn menatap nanar wajah cantik istrinya itu yang tampak sedikit tirus dan pucat.
Kerinduan yang semakin hari semakin bertambah, membuat dirinya tidak mampu untuk mengendalikan dirinya sendiri disaat seperti ini. Rasanya ingin sekali memeluk dan menciumnya dengan seribu ciuman yang penuh cinta.
Menatap lekat setiap inci wajah Nadin adalah kebiasaan yang Zayn lakukan untuk menyalurkan rasa rindunya yang terus membelenggu. Menangis adalah alternatif yang sering Zayn lakukan ketika dia merasa tidak sanggup untuk menahan gejolak yang ada di dalam hati dan pikirnya.
Malang ... sungguh malang. Sudah hampir 10 bulan lamanya dia selalu menjalani hari-harinya seperti ini setiap pagi. Dan sore akan menemani Rafa untuk sekedar menghibur diri.
"Sayang ... cepatlah bangun!" Zayn yang duduk di samping Nadin segera menggenggam erat tangan Nadin kemudian menciumnya sedikit lama.
"Aku dan Rafa selalu menunggumu untuk bangun, Sayang. Kami selalu merindukanmu."
"Sayang ... kamu tau, Rafa pasti ingin sekali merasakan pelukan hangat darimu. Seringkali aku tidak bisa menenangkannya ketika menangis, mungkin pelukan dariku tidak bisa menggantikan pelukan sayang darimu."
Tak kuasa menahan sesak yang ada di dada. Zayn menangis. Dia menceritakan segala keluh kesah yang dialami nya. Ya ... seperti itu memang kebiasaannya setiap kali datang kekamar nadin .
Mengingat kejadian tadi malam membuat dirinya semakin terisak, bahkan dia terasa sangat sulit untuk mengendalikan dirinya yang sedang menangis. Dia sungguh merasa bersalah pada Nadin. Dia tidak akan sanggup jika melihat Nadin yang kecewa akan apa yang dia lakukan padanya kemarin.
"Sayang ... maafkan aku ... maafkan kesalahan yang mungkin sudah ku perbuat ...."
Tadi pagi, dia mendatangi kamar Livia dan menanyakan soal kejadian semalam. Livia sudah menjelaskan bahwa diantara mereka tidak terjadi sesuatu apapun. Walaupun Zayn tidak bisa membuktikan kebenaran akan kejadian semalam, Tetapi hati kecilnya seakan mengatakan jika mereka melakukannya.
Zayn ingin sekali memarahi Livia, tetapi dia tidak mungkin melakukannya. Bahkan Livia sendiri yang mengatakan, jika dia hanya membantu untuk melepaskan pakaiannya yang kotor dan tidak melakukan apapun.
Baiklah jika memang seperti itu adanya, dia mencoba untuk percaya. Zayn menghirup udara dengan sedikit berat kemudian menghembuskannya kasar. Zayn mengusap wajahnya yang telah basah karena air matanya. Dia harus segera mengembalikan kewarasannya.
"Sayang ... aku akan berangkat ke kantor. Besok aku akan datang kembali. Segeralah bangun, Sayang! Aku sangat mencintaimu."
Zayn mencium kening Nadin sedikit lama dan penuh cinta. Rasanya dia tidak ingin beranjak dari sana. Tapi dia harus kembali pada kenyataan agar bisa menjalani hari-harinya dengan tetap tegar. Karena Rafa juga membutuhkan kasih sayangnya.
Setelah dirasa cukup, Zayn segera keluar dari ruang itu dan pergi menuju kantornya.
Masa sekarang
Zayn mengeluarkan air matanya tanpa dia sadari. Rafa tertegun menyaksikan sendiri, ayahnya menangis dalam diam. Pasti hatinya sedang hancur.
' Dad maafkan Rafa yang telah membuat Mami terjatuh. Aku tidak sanggup untuk menyaksikan ini. Tuhan kumohon selamatkan Mami '
Rafa hanya menatap lekat wajah zayn. Sungguh menyesakkan dada, tidak ada lagi wajah yang tegas yang terpancar dari wajahnya, Rafa menatap Zayn seperti orang yang kehilangan separuh jiwanya.
Sudah hampir dua jam pintu ruang ICU belum juga ada tanda-tanda akan terbuka. Sesaat Rafa memejamkan matanya. Dia menikmati rasa sesak yang menghampirinya. Memang ibunya jatuh karena kesalahannya sendiri tapi dia seperti itu karena sedang mengejarnya.
Rafa kembali menghembuskan nafas. Dia sangat tahu bagaimana ibunya sangat menyayangi dirinya, sedari kecil hingga sekarang.
Rafa mengingat sesuatu. Dulu, saat dirinya kecil. Rafa hanya diasuh oleh ibu dan kakek neneknya. Dia sudah berjanji akan selalu memberikan kebahagiaan pada ibunya.
Ketika malam menjemput dan Rafa sudah tertidur, nadin sering kali menangis sambil bergumam lirih. Waktu itu Rafa yang tidak sengaja terbangun, merasa sangat sedih mengetahui bahwa ayahnya pergi dan entah kembali atau tidak. Sejak saat itulah Rafa sudah berjanji pada dirinya sendiri akan selalu membuat ibunya bahagia..
Tapi, apa sekarang? Rafa semakin dibuat sangat menyesal.
Sudah dua jam lebih. Zayn semakin khawatir dengan keadaan Nadin. Dia beranjak dari duduknya. Berjalan pelan ke depan pintu. Rasanya ingin sekali Zayn mendobrak pintu tersebut dan segera masuk ke dalam.
Setelah lima menit berlalu, Zayn yang mulai merasa semakin tidak tenang. Pada akhirnya yang mereka tunggu-tunggu pun terjadi. Pintu terbuka, seorang dokter keluar dengan wajahnya yang terlihat lelah.
Zayn segera menghampiri dokter tersebut. Begitu pula yang dilakukan oleh Rafa. Kedua lelaki itu saling berlomba untuk mengetahui keadaan wanita yang dicintai.
"Dok, bagaimana keadaan istri saya?" tanya Zayn dengan tidak sabaran.
"Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya Rafa.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Ria
lanjut Thor 😁 🥰
2020-05-07
0
Zakie C'chuby
lanjut kak. 😍😍
2020-05-07
0