Edelweis diantar oleh ibu, kedua adiknya dan Roy.
"Kau jaga dirimu baik-baik!"
"Baik, bu!"
"Kak! Jangan suka telat makan."
"Kalian juga! Pintar menasehati tetapi kalian sendiri juga begitu. Jaga ibu baik-baik."
"Tenang saja, kak!"
Edelweis bergelayut manja pada ibunya.
"Aku sebenarnya enggan meninggalkanmu."
"Tidak usah kau pikirkan ibu. Kalian sudah menjaga ibu dengan baik. Kau seperti ayahmu. Jika sudah memiliki keinginan sangat sulit surut."
"Aku kan memang anak ayah."
"Anak siapa lagi?"
"Bu, maafkan aku, jika aku belum bisa membahagiakanmu."
"Kalian sudah berusaha sebaik yang kalian bisa. Memiliki kalian dan ayah kalian adalah kebahagiaan serta anugrah terbesarku. Tanpa kalian semua, hidupku tidak ada artinya."
Airmata meleleh dari kedua sudut mata Edelweis. Demikian pun ibunya. Kedua adiknya juga ikut meneteskan air mata.
Roy tidak bisa menahan air matanya. Bulir bening jatuh.
Kepergian Edelweis menimbulkan rasa haru.
"Kau jaga dirimu baik-baik!"Mata Roy mengaca.
"Kau juga." Tangis Edelweis pecah. Dia menyedot ingusnya dengan tissue,"Aku akan kehilangan kalian semua."
Edelweis menaiki pesawatnya. Dia semakin jauh meninggalkan keluarganya dan Roy.
Sesampainya di tempat tujuan. Ryan dan Rajasa sudah menunggu dan menyambutnya di Bandara.
Wajah Rajasa berbinar. Tidak mampu menyembunyikan kegembiraan hatinya.
"Akhirnya kau datang juga dan bergabung bersama kami. Kupikir semua mimpi!"Matanya mengaca.
"Kau kenapa sih?"Tanya Edelweis merasa terkejut melihat reaksi Rajasa.
"Aku menantikan dan merindukanmu. Masak kau tidak tahu?"
"Kau kan tidak pernah serius dengan wanita. Aku tidak mau menjadi korbanmu yang sekian kalinya."
"Bagaimana aku harus menyakinkanmu?"
"Kita lihat saja nanti. Ok?"
"Kubawakan ya, barang-barangmu."
"Dia tidak bisa tidur dari semalam!" Ryan tertawa.
Wajah Edelweis memerah.
"Bagaimana perjalananmu?"
"Baik dan lancar."
"Ibu dan kedua adikmu?"
"Mereka baik."
"Sukurlah!"
"Amarilis dan Basil bekerja sambil sekolah sehingga kami bertiga bisa memberikan sedikit uang pada ibu sehingga tidak perlu menerima pesanan makanan lagi."
"Jadi kau sudah bisa meninggalkan mereka dan bergabung bersama kami."
"Begitulah!"
"Kau mau kan masak untukku?"
"Kau kumat lagi! Aku bukan sekretarismu. Ryan bilang kau sudah belajar masak..Artinya kau sudah bisa memasak sendiri."
"Tetap saja beda kalau yang memasak isteri sendiri."
Wajah Edelweis merah seperti kepiting rebus.
"Jangan bicara sembarangan! Kapan kita menikah? Kau jangan asal dan membuatku malu!"
"Memang kau tidak mau menikah denganku?"
"Kau bicara apa? Aku ke sini mau bekerja. Kau jangan menambahi beban pikiranku."
"Kenapa sih kau selalu sulit diajak bicara soal ini? Aku tidak bisa berjanji apakah aku bisa berubah seperti yang kau inginkan tetapi aku berusaha sebaik yang aku bisa untuk membahagiakanmu."
"Banyak yang harus kupikirkan. Mengertilah! Aku juga tidak yakin denganmu. Kita. Semuanya. Kau jangan membuatku bingung."
"Kau ke sini hanya untuk bekerja? "
"Apa yang kau harapkan?"
"Entahlah! Mungkin kau jujur dengan perasaanmu sendiri?"
"Perasaan apa? Aku hanya ingin sesuatu berjalan dengan semestinya. Aku tidak memikirkan selain pekerjaanku."
Tapi aku...."
"Rajasa! Jangan mendesaknya!" Ryan menengahi.
"Aku bukan mendesaknya tetapi dia...."
"Kau jangan membuatnya semakin bingung dan terpojok."
Edelweis menatap Ryan dengan pandangan terima kasih.
"Kau selalu membelanya."
"Aku tidak ingin Edelweis merasa tidak nyaman. Dia sudah dewasa. Bisa menimbang dan memutuskan sendiri. Memiliki alasan. Kau harus menghargainya."
Airmata Edelweis meluncur turun.
"Kau kenapa? Mengapa kau menangis?"
"Aku tidak apa-apa. Kau baik sekali!"
"Aku ingin kau tidak merasa terintimidasi. Buat diri dan perasaanmu nyaman."
Mereka menuju hutan tempat mereka bekerja membuat dokumentasi.
Rumah panggung. Edelweis mendapat kamar sendiri sedangkan Ryan berdua dengan Rajasa.
Mereka membagi tugas membersihkan rumah dan memasak bergantian.
Staff yang membantu pekerjaan mereka diambil dari penduduk setempat dan dua orang yang menempati kamar satu lagi.
"Maaf, kau wanita sendiri. Aku tidak menemukan rekan wanita yang mau bergabung bersama kita."
"Tidak apa-apa. Mau bagaimana lagi?"
"Ulasan yang kau buat tentang deforestisasi kemarin itu sudah baik. Aku minta ada sedikit editing. Aku ingin kau lebih tegas lagi dalam memberikan pendapatmu."
"Baiklah! Aku akan coba untuk memperbaikinya."
"Terima kasih!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments