Angela menenguk winenya. Menghisap rokok putihnya. Kakinya yang jenjang dan mulus menyibak gaunnya yang memang memiliki belahan dari pangkal paha sampai mata kaki.
"Kau ini kenapa?" Clara duduk di sebelah Angela.
"Aku kenapa?" Angela kembali menghembuskan rokok yang dihisapnya kali ini ke arah Clara.
"Kau sendiri yang minta cerai."
"Kau tau kenapa aku minta cerai."
"Kau sendiri yang menginginkan Roy kembali. Kau tidak jelas!"
"Kontrak itu tiga kali lipat. Kau tau itu."
"Kau sudah memutuskan bercerai dengan Roy dan kenapa sekarang kau menginginkannya kembali. Dan yang paling aku tidak mengerti, kau menyalahkan Edelweis? Apa hubungannya dengan dia?"
"Dia sumbernya!" Angela menghisap rokoknya dalam-dalam dan menghembuskan asapnya dengan perasaan gundah dan marah.
"Kau cemburu dengannya?"
"Aku cemburu dengan gadis rendah seperti itu? Kanan kiri oke? Memang siapa dia dan siapa aku? Apa yang dia punya? Tidak ada selain kesulitan!"
"Lalu kalau kau tidak cemburu padanya, apalagi masalahmu?"
"Aku mengenal Roy dengan sangat baik. Dia bisa saja mengejar semua wanita yang dia inginkan tapi dia akan tetap kembali kepadaku. Tapi semenjak dia mengenal Edelweis?"
"Astaga!"
"Kau sahabatku atau dia?"
"Aku hanya tidak dapat memahami caramu berpikir. Kau mencintai Roy atau tidak?"
"Apa aku harus menjawabnya?"
"Harus! Agar kau bisa mengetahui semua persoalan ini seperti apa. Kalau kau tidak mencintainya kenapa kau harus merepotkan beragam hal?"
"Aku tidak mengerti maksudmu?"
"Mengapa kau tidak bisa menolak kontrak tersebut?"
"Karirku berada di ujung kehancuran karena pembatalan kontrak dan beragam hal. Aku memang harus mengambil kontrak tersebut."
"Kadang hidup itu pilihan. Kau memilih Roy atau kontrak itu?"
"Keduanya."
"Tidak bisa!"
"Bisa, seandainya tidak ada Edelweis. Aku dan Roy tidak mungkin terpisah."
"Mungkin kau harus merenungi semuanya."
"Sudah!"
"Apa itu?"
"Aku akan membalas dendamku pada Edelweis dan kau harus membantuku."
"Jangan kau libatkan aku dalam urusan ini."
"Ayolah! Aku tidak mungkin bisa menyingkirkan dia tanpa bantuanmu. Kumohon, bantu aku membalaskan dendamku."
"Tolong jangan libatkan aku!"
"Aku tidak punya pilihan lain."
Clara terdiam.
"Apa rencanamu?"
"Roy, menginginkannya karena dia masih suci."
"Apa maksudmu dia masih suci?"
"Aku ingin kau membantuku merusaknya. Roy akan membuangnya dan kembali padaku."
"Mengapa kau menganggap Roy mencintainya karena alasan tersebut?"
"Dia tidak pernah mendekati perawan."
"Aku tidak tahu!"
"Tolong aku!"
"Aku tidak yakin mengenai ini. Bisa saja Roy memang menyukainya dan kebetulan dia satu-satunya wanita yang masih suci?"
"Apa kelebihan dia daripada aku selain hal itu? Kau pikir?"
Clara terdiam.
"Bantu aku untuk membuktikannya!"
"Kau tidak bisa dibantah."
"Memang kalau kau membutuhkan pertolongan. Kau memberikan pilihan padaku?"
"Kau ...."
"Apakah aku salah?"
"Baiklah! Apa rencanamu?"
Angela dan Clara berniat menjebak Edelweis untuk datang ke hotel.
Edelweis mendapat pesanan tumpeng ulang tahun anniversary untuk suami isteri yang akan merayakan ulang tahun pernikahan mereka yang ke dua puluh lima tahun. Pernikahan perak.
Edelweis dan ibunya mengerjakan tumpeng tersebut berdua.
"Kapan kau akan mengantarkan tumpengnya?"
"Sekitar jam tiga sore. Mereka akan mengadakan perayaan berdua pada jam tujuh malam."
Edelweis mengantar tumpeng pesanan ke hotel Biru, kamar 204.
Sesampainya di kamar, sepasang suami isteri sudah menunggu.
"Tolong ditaruh di meja ya, mbak...."
"Iya, bu...."
Tiba-tiba dia merasakan ada benda keras menghantamnya dan jatuh pingsan.
"Aku sudah membereskannya. Percayakan semuanya padaku!"
Telepon Roy berdering.
"Halo! Ini siapa?"
"Kekasihmu main gila. Apa kau tahu?"
"Kekasihku main gila bagaimana? Kekasihku siapa? Angela? Dia sudah mantanku! Tidak usah mengkaitkan semua urusannya denganku!" Roy menjawab dengan nada marah.
"Datang saja ke hotel biru kamar 204."
Roy melesat pergi.
"Sialan! Angela! Apalagi yang dilakukannya kali ini?"
Roy memarkir kendaraannya. Menuju resepsionis. Meminta kunci kamar 204.
"Maaf pak, tidak bisa diberikan pada sembarang orang. Bapak siapa?"
"Saya mendapatkan telepon bahwa terjadi sesuatu di kamar tersebut."
"Kami tidak mendapatkan laporan apapun."
"Tolonglah!"
"Baik, petugas kami akan membantu bapak."
Roy didampingi staff hotel menuju kamar yang dimaksud.
Staff membuka pintu kamar. Mereka berdua masuk ke dalamnya.
"Edelweis!" Roy berteriak, "Kau kenapa?"
Bertebaran foto-foto Edelweis bersama seorang lelaki yang tidak bisa dilihat wajahnya. Mereka berada dalam satu ranjang dan pria tersebut memeluk Edelweis dalam satu selimut dan mereka berdua seperti telanjang. Wajah Edelweis seperti tertidur lelap.
Dada Roy bergemuruh.
"Aku tidak menyangka!"
Roy membawa Edelweis yang masih tertidur nyenyak. Dia melihat ada gelas, wine dan sebotol pil.
"Sejak kapan kau minum alkohol dan obat apa yang kau minum sampai tertidur begini nyenyak?"
Roy memutuskan untuk membawa Edelweis ke rumahnya.
Membaringkannya di dalam kamarnya.
Hatinya resah. Marah. Sedih dan kecewa.
Kau membohongiku. Aku tidak tau alasannya. Aku bukan pria yang suka memandang wanita hanya dari hal-hal yang old fashioned. Aku tidak percaya semua itu tetapi kenapa kau menipuku dan berlaku seolah kau....
Telepon berbunyi dan berasal dari ibunya Edelweis.
"Roy, maaf tante menganggu tapi Edelweis belum pulang dari mengantar tumpeng dan sekarang sudah sangat malam. Tante sudah telepon kemana-mana tidak ada yang tahu Edelweis dimana." Nada suara ibunya Edelweis terdengar sangat panik.
"Maaf, tante, aku lupa bilang kalau aku minta tolong Edelweis mengantarkan aku ke rumah nenekku di Bandung. Sekarang kemalaman dan di rumah nenek. Aku mau antar pulang tapi capek dan mengantuk."
"Oh begitu? Kenapa tidak memberitahukan tante?"
"Mendadak tante! Aku dan Edelweis juga lupa kasih tau."
"Mana Edelweis? Tante mau bicara sama dia." Nada suara ibunya Edelweis berubah marah.
"Dia kecapean dan sudah tidur tante. Nanti kalau sudah bangun, aku suruh telepon tante. Maaf, tante aku lupa kasih tau karena sangat mendadak. Nenek mau bertemu Edelweis."
"Baiklah! Salam buat nenekmu."
"Baik, tante."
Roy tertidur di sofa kamarnya menunggu Edelweis bangun.
Jam menunjukkan pukul 6 pagi.
Edelweis terbangun dan mengusap kepalanya yang terasa sakit.
"Aku ada dimana?"
Dia melihat Roy sedang tertidur nyenyak di atas sofa kamarnya menyerupai bangku panjang seperti tempat tidur.
Dia mengguncangkan Roy.
"Bangun!"
Roy mengucek kedua matanya.
"Kau sudah bangun?"
Plakkkk
Edelweis menampar Roy dengan sekuat tenaga. Rona merah terlihat di pipi Roy.
"Kau bajingan!"
"Kenapa kau menamparku? Apa salahku?"
"Apa salahmu? Kau masih berani bertanya?"
"Aku justru yang ingin bertanya padamu!"
"Memang aku kenapa?"
"Kau kenapa? Kau ini munafik atau apa?"
Roy melempar foto-foto yang diambilnya ke muka Edelweis.
"Lihat sendiri!"
"Apa ini?"
"Kau pura-pura tidak tahu?"
"Apa maksudmu? Jelaskan padaku!" Edelweis berteriak.
"Kenapa kau jadi marah padaku? Kau yang jelaskan padaku!"
"Darimana kau dapat foto-foto ini?"
"Oh, jadi kau sudah mengakuinya?"
"Mengaku apa?"
"Kau tanya aku dapat foto-foto ini darimana? Sedang apa kau di kamar 204 kemarin?"
"Mengantar tumpeng."
"Apa maksudmu mengantar tumpeng?"
"Ceritakan padaku! Aku akan mendengarkanmu."
"Baiklah! Setelah aku bercerita, giliranmu, oke?"
Edelweis menganggukkan kepalanya.
"Seorang tidak dikenal menelponku mengatakan bahwa kekasihku main gila dan kupikir Angela. Aku diminta datang ke kamar 204, Hotel Biru. Aku menemukanmu dalam keadaan telanjang dibungkus selimut. Menemukan foto-foto ini di atas tempat tidurmu. Aku meminta tolong staff hotel wanita untuk memakaikan pakaianmu dan membawamu ke rumahku."
"Astaga! Maafkan, aku sudah menamparmu. Kupikir kau berlaku tidak pantas padaku membawaku ke kamarmu."
"Tidak apa-apa. Sekarang giliranmu."
"Aku dan ibu menerima pesanan tumpeng. Sepasang suami isteri ingin merayakan anniversary mereka minta diantarkan pesanannya ke kamar 204. Sesampainya disana mereka memintaku untuk meletakkan tumpeng ke atas meja. Setelahnya aku merasa kepalaku dihantam benda keras. Pandanganku gelap dan setelahnya aku tidak tahu apa-apa lagi. Kepalaku masih terasa sakit." Edelweis mengusap kepalanya.
"Aku tidak mengerti. Apakah kau mengatakan yang sejujurnya?"
"Untuk apa aku berbohong padamu?"
"Kemaren malam ibumu menelpon mengatakan kau mengantar tumpeng."
"Kau crosscek saja ke ibuku.
Roy menelpon ibu Edelweis dan mendapatkan jawaban yang sama dengan yang diberikan Edelweis.
"Sepertinya ada seseorang yang sangat membencimu dan menjauhkanmu dariku."
"Benarkah?"
"Kupikir sebelum aku tau situasi yang sebenarnya ada baiknya kita saling menjauh. Aku tidak ingin sesuatu menimpamu. Aku akan berusaha mencari tahu siapa pelakunya."
"Jadi bagaimana maksudmu?"
"Aku akan menyelidiki hal ini. Selama aku belum tahu siapa yang melakukannya sebaiknya kita saling menjauh. Agar dia merasa bahwa rencananya berhasil."
"Aku masih belum mengerti tapi aku akan menurutimu."
"Aku takut dia akan mencelakaimu lagi kalau aku tidak mengikuti jalan pikirannya. Dia mengatakan kalau kekasihku main gila. Artinya, orang tersebut mengira kita memiliki hubungan. Kemungkinan, ingin memisahkanmu dariku. Apakah orang tersebut cemburu padamu?"
"Untuk apa cemburu padaku?"
"Mungkin dia mencintaiku dan ingin memisahkanmu dariku. Kupikir itu masuk akal. Hanya saja, siapa orangnya?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments