Edelweis menjalani hari-harinya dengan tanpa beban. Perlahan dia sudah bisa melupakan kejadian trauma yang menghantam dirinya.
Dia tidak ingin memikirkan apapun terutama yang bisa membebani dirinya.
Tidak ingin memikirkan dream job maupun percintaan. Hubungannya dengan Rajasa, Roy dan Ryan berjalan dengan baik. Mereka semua berteman dan bersahabat.
Pelangi sesudah hujan selalu menyimpan keindahannya sendiri. Dia merasa dilahirkan kembali dengan energi dan ketenangan yang baru. Bagaikan bayi yang dilahirkan ibunya setelah mengandung selama sembilan bulan dan melalui rasa sakit kontraksi.
Hidup memberikan kebahagiaan dan ketenangan setelah menabur luka, perih dan rasa takut.
Luka membuatmu bisa menahan rasa sakit. Perih membuatmu bertahan dari rasa sembilu sedangkan takut membangunkan keberanian di dalam dirimu.
Walaupun sesekali Rajasa dan Roy mengungkapkan perasaannya tetapi selama mereka tidak memaksakan hal itu tidak akan berarti apa-apa dan mereka semua bisa tetap berhubungan dengan baik karena cinta memang tidak pernah salah tetapi saat yang tidak tepat akan membuat semuanya menjadi tidak benar dan salah.
Edelweis fokus membantu ibunya menerima pesanan makanan. Dia mulai terbiasa dengan rutinitas barunya semenjak berhenti bekerja.
Amarilis dan Basil juga semakin fokus bersekolah dan beraktifitas keseharian mereka.
"Aku hanya ingin tahu apa yang menghalangimu untuk menyusulku dan Ryan ke sini?"
"Ibuku tidak ada yang membantu. Amarilis dan Basil juga tidak bisa fokus sekolah dan beraktifitas kau aku tidak membantu ibu."
"Aku merindukanmu!"
"Aku benar-benar tidak bisa! Maafkan aku!"
"Tidak ada yang mengurusku disini. Siapa yang memasakkan makanan? Aku dan Ryan seringkali hanya makan cemilan. Memasak mie instant. Membuat makanan-makanan rebusan yang tinggal dicemplung tetapi tentu rasanya tidak seenak makanan buatanmu belum lagi perhatianmu. Aku jadi merasa seperti sua..."
"Stop!Stop! Kau kan biasanya suka dapat undangan makan? Dan kenapa kau tidak meminta salah seorang gadis yang kau incer untuk memasakkan makanan untukmu?"
"Gadis mana? Aku tidak mau cari masalah."
"Masalah bagaimana?"
"Kalau nanti aku dianggap mempermainkan bagaimana? Apalagi ini di pedalaman bisa jadi lebih sensitif."
"Kalau kau dianggap mempermainkan bukannya malah kebetulan? Bisa jadi kau dipaksa melamar dan menikahi kan?"
Edelweis tertawa.
"Tidak lucu!"
" Kau kenapa sih? Sensi banget!"
"Kau itu kalau sudah tidak sensi bawaannya membuli."
"Aku bukan bermaksud membuli tapi mengingatkan aja akan kebiasaanmu."
"Kebiasaanku yang mana? Lagipula orang kan bisa berubah."
"Kau berubah? Tidak salah makan kan?"
"Faktor umur. Bisa saja kan jadi makin dewasa!"
Edelweis kembali tergelak.
"Apanya yang lucu?" Suara Rajasa terdengar kesal.
"Kau yang lucu! Kelamaan di hutan kebanyakan melihat harimau jadi seperti itu. Kurang berselera terhadap manusia."
Tawa Edelweis kembali pecah.
"Kau tidak percaya kalau aku sudah berubah?"
"Percaya gak ya?"
"Terserah!"
"Iya aku percaya deh! Daripada diamuk."
"Tidak lucu sama sekali!"
"Aku benar-benar tidak bisa!"
"Kau jalan terus ya dengan Roy?"
"Dia sibuk mengurusi usahanya sedangkan aku membantu ibuku. Tentu saja di sela-sela waktu mencari waktu untuk mengobrol."
"Kadang kupikir, apa seharusnya aku tidak kemari tetapi hatiku mengatakan semuanya sudah benar tapi mengapa sepertinya semua salah sama sekali?"
"Kau kenapa sih? Kalau kau mau ke sini ya ke sini aja? Apa yang menghalangimu. Kita kan bisa janjian bertiga?"
Rajasa mendengus, "Migren aku berbicara denganmu apalagi kalau sudah mulai tidak nyambung."
"Sudah ah! Malas aku mengobrol denganmu. Udahan dulu ya!"
"Kau mau kemana?"
"Aku tidak mau nanti jadi bersitegang. Nanti saja kau telpon lagi bagaimana?"
"Aku besok sudah kembali ke hutan lagi."
"Ya sudah kau jalan-jalan dulu saja dengan Ryan. Cuci mata dulu sana biar seger! Nanti baru telpon lagi. Ok?"
"Hey....."
"Bye!"
Edelweis menutup telponnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments